Apa itu arti sebuah pertemanan? Seorang teman bukan hanya lah orang yang sering mengobrol bersama dengan kita, bermain bersama, tapi tidak mengetahui kehidupan kelam masing-masing. Itu menurut pendapat Grafisa, dan ia sudah menganggap Dara dan Zeta bukan hanya sekedar teman nya, melainkan orang yang sudah tahu semua sifat buruk nya dan memilih tetap bertahan. Grafisa menyayangi Dara dan Zeta setelah urutan pertama dan kedua di ambil orang tua nya.
Tapi detik ini, prinsip itu berubah. Grafisa pikir, Zeta sudah pantas untuk ia jadikan seorang keluarga, ternyata tidak.
Sudah banyak pengorbanan yang di lakukan oleh Grafisa, untuk kedua teman nya terutama Zeta. Lalu, ini kah balasan yang ia terima?
"Maksud lo apa, Ta?!" Grafisa membentak, menggebrak meja yang ada di hadapan Zeta, sementara perempuan itu masih tetap pada pendirian nya: diam.
"Maksud lo apa?!" Ulang nya dengan kesabaran yang tidak bisa di tahan lagi. "Sekali lagi gue tanya, maksud lo apa?! Dasar SETAN!"
Selain suara teriakan Grafisa, tangisan seseorang juga terdengar dari dalam kelas yang semua penghuni nya sudah menghilang itu, selain mereka bertiga. Dara menangis, memegang meja di depan nya sebagai penyangga agar tubuh nya tidak jatuh. Ia masih tidak bisa percaya dengan apa yang terjadi. Ia masih tidak percaya dengan apa yang Zeta lakukan... semua nya terlalu kejam.
"JAWAB GUE, ANJING!" Rasa nya detik ini juga Grafisa ingin menghantam tubuh Zeta dengan kursi yang sedang ia pegang. Ia ingin menghancurkan semua yang ada disini.
"Ta, jawab," ucap Dara, memohon. Sungguh, ia tidak tahu harus menyalahkan siapa disini. Ia tidak bisa melakukan apa-apa selain menangis. Zeta masih bergeming, perempuan itu bangun dari duduk nya, ingin pergi sebelum Grafisa menahan lengan atas nya.
"Jawab gue, kenapa lo bikin fitnah murahan kayak gitu?"
"Asal lo tau Ca, lo pantes dapetin itu semua." Pada saat pertama kali bertemu dengan gadis berusia tiga belas tahun yang identik dengan warna pink dan nama yang menurut Grafisa sangat jarang di pakai, Grafisa berjanji tidak akan pernah menyakiti gadis itu karena Grafisa sudah menganggap teman nya sebagai keluarga sendiri. Namun kali ini, biarkan Grafisa mengingkari janji nya.
"Ica, udah!" Teriak Dara, mendekati kedua teman nya dan menjauhkan Grafisa yang seperti nya kembali ingin menampar pipi Zeta lagi. "Biarin gue Ra! Biarin gue buat ular satu ini mati!"
"ICA!" Dara berteriak, masih dengan air yang mengalir deras dari mata nya. "Inget Ca, Zeta temen lo. Kita semua temenan."
"Mana ada temen yang nge-fitnah temen nya sendiri dengan bilang ke ratu gosip sekolah kalo temen nya sendiri adalah jablay, simpanan om-om, dan menutupi dengan kebaikan nya di sekolah?" Ucap Grafisa, ia ingin sekali menangis, menumpahkan semua rasa kesal nya. Tapi ia tidak bisa karena Mama nya selalu berkata "jangan pernah tunjukan kelemahan kamu ke musuh kamu. Karena mereka justru senang kalau kamu nangis, kehilangan semangat, dan sebagai nya."
"EMANG ORANG KAYAK GITU PANTES DI SEBUT TEMAN?!" Grafisa berteriak, mengguncang tubuh Dara agar segera menjawab pertanyaan nya. "Jawab gue, Ra!"
Tangan Grafisa kembali mendarat kencang di pipi kiri Zeta, mulus tanpa ada perlawanan. Dua kali, dua kali Grafisa mengingkari janji nya sendiri.
"Gue masih ga percaya kalo lo semua yang ngelakuin hal ini. Jujur, sampai detik ini pun gue masih ga percaya kalo lo yang lakuin ini. Tolong bilang ke gue Ta, bilang ke gue kalo bukan lo yang lakuin ini semua," ujar Grafisa, nada nya melemah bahkan seperti memohon. Pandangan nya sengaja menuju langit-langit kelas, agar air mata nya tidak tumpah.
Zeta menyunggingkan senyum tipis di wajah nya, lalu mengambil tas pink nya dan memakai di kedua pundak nya. "Lo benar, semua nya benar. Ga ada yang perlu lo khawatirin tentang itu, karena kebenaran udah ada di depan mata kalau gue yang lakuin itu semua. Gue yang bikin itu semua terjadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nunca
Teen Fiction[SEBAGIAN PART DI PRIVATE] Apakah takdir selalu seperti ini? Menyakitkan? Grafisa tidak mengerti, mengapa semua nya harus sementara, ketika kita mau hal itu untuk selamanya? Tidak, Grafisa sama sekali tidak mengerti. Takdir selalu selucu itu, membua...