Farabi adalah orang yang ramah, selalu tebar senyum, dan peduli terhadap sesama. Apalagi kepada teman-teman nya sendiri, laki-laki itu sangat baik walaupun mulut nya kadang mengeluarkan kata-kata pedas. Inti nya, Farabi dan Gilang itu sangat jauh berbeda. Lebih baik yang mana? Itu sesuai penilaian pribadi orang-orang. Tapi kebanyakan sih lebih memilih Farabi, ketimbang Gilang. Alasan utama nya karena Gilang jarang senyum, tapi tidak jarang juga banyak yang mengelu-elukan Gilang karena hal itu.
Kalau menurut Grafisa, Farabi jauh lebih baik. Dalam segi manapun, tapi perempuan itu memilih diam. Tidak mengutarakan pendapat nya kepada siapa-siapa, mungkin saja ia bisa berpikir seperti itu karena belum mengenal sosok Gilang lebih dalam, kan? Itu yang selalu ada di pikiran Grafisa setiap kali menilai orang dari luar.
"Lo gapapa Ca?" Lagi, Farabi bertanya. "Serius kan Ca lo gapapa?"
"Iya Abi sayang, gue gapapa," jawab Grafisa, senyuman muak mengisi wajah nya sekarang. Farabi terlihat sangat khawatir, tapi Grafisa malah terusik karena nya. Seolah-olah masalah barusan itu lebih bahaya ketimbang mencari masalah dengan bu Macan.
"Lo udah makan belum? Gue baru beli tapi belum sempet di makan," ujar Farabi sambil mendorong piring kaca mendekat ke tangan Grafisa yang ada di atas meja. Mereka sekarang sedang duduk berhadapan.
Perlahan tapi pasti, Grafisa menyingkirkan daun bawang yang tertumpuk di atas nya. Farabi tersenyum melihat hal itu, lupa kalau Grafisa sangat tidak menyukai daun bawang. Dalam masakan apapun, walaupun hanya tertelan satu saja Grafisa tidak mau. "Udah lo bayar kan? Nanti pas gue balikin piring nya ke Pade gue di tagihin utang-utang lo lagi."
"Gue ga pernah ngutang ke Pade, ngutang nya ke yang tukang pop ice."
"Utang kok dipiara, lo piara kambing nanti beranak." Farabi tertawa kecil mendengar nya, menghargai lawakan receh Grafisa yang sebetul nya sangat tidak lucu itu.
Grafisa menyodorkan sesuap nasi yang langsung di rampas oleh Farabi. Ia sangat tahu kalau sebenarnya Farabi sedang lapar, jadi suapan-suapan selanjutnya Grafisa berikan ke pemilik asli nya. Dara yang melihat itu dari kursi guru setengah mengumpat dalam hati, setengah lagi gemas sendiri membayangkan seperti apa lucu nya dua orang gesrek tersebut ketika di satukan.
Bel tanda akhir istirahat kedua berbunyi nyaring, membuat manusia yang tadi sedang berkumpul di koridor menghilang memasuki kelas masing-masing. Sama dengan Farabi, laki-laki itu memilih keluar kelas secepat nya karena guru yang mengajar selanjutnya adalah guru yang selalu datang on time.
Selepas peninggalan Farabi, Dara langsung meringsut duduk di tempat nya. "Lucu banget si lo berdua, bangke."
"Coba gue yang di gituin sama mai beybi Abi, pasti langsung terbang ke angkas---"
"Hati-hati nabrak langit-langit kelas," potong Grafisa, imajinasi Dara hancur seketika.
"Mati aja lo, Ca."
----
Setelah mengembalikan piring tadi, Farabi lantas bergegas menuju kelas Grafisa. Tas hitam nya hanya tersangkut sebelah di punggung kanan, menambah kesan yang sulit di gambarkan oleh fans-fans nya.
Seulas senyum muncul di wajah Farabi ketika ia mendengar adik kelas yang berada di luar kelas--karena sudah jam pulang sekolah--menyebut nama nya, walau samar. Bilang lah Farabi sedang tebar pesona, karena memang begitu. Farabi sangat suka membuat perempuan-perempuan berteriak melting karena nya. Tapi kalian tidak bisa menyebut Farabi playboy atau sebagai nya, karena ia hanya mempunyai satu mantan dan tidak pernah terjalin hubungan lebih apa-apa lagi sejak dua tahun yang lalu.
Farabi hampir saja berteriak kaget ketika Grafisa sudah ada di hadapan nya. Tepat di depan kelas sepuluh ipa tiga, Farabi pikir perempuan itu akan diam saja di dalam kelas karena awal nya tidak ingin ikut ke kantin.
Grafisa menyilangkan kedua tangan nya di depan dada. "Udah tebar pesona nya?"
Farabi meringis melihat nya. Ia juga salah karena tadi tidak sengaja terhanyut dalam obrolan bersama kakak kelas nya di kantin tadi. Grafisa sempat menoleh sebentar, melihat ke adik kelas perempuan nya yang sedang berkumpul di lorong kelas mereka. Bukan rahasia umum lagi kalau fans Farabi bertebaran dimana-mana.
Grafisa kemudian maju tiga langkah, dan menjewer telinga Farabi dengan gemas. "Udah berapa kali Mama bilang kalo main tuh jangan jauh-jauh! Mandi belom, cebok belom, udah keluyuran aja!"
Fans-fans Farabi yang menyaksikan itu reflek berteriak. Ada yang kelepasan berteriak kencang, ada juga yang hanya mengumpat pelan. Grafisa yakin betul kalau sekarang fans-fans sahabat nya ini sangat gemas sendiri kepada diri nya dan berharap kalau hal seperti ini terjadi juga kepada mereka. Grafisa bukan sedang membuat gosip, melainkan membuat para fans tersebut yang hanya bisa mengginggit jari tanpa bisa melakukan apa-apa, sama dengan nya yang menjadi seorang fangirl dari boyband asal Inggris yang sayang nya sekarang sedang vakum itu.
"Sakit bego." Farabi memberenggut tangan Grafisa untuk lepas dari telinga nya. Akhirnya Grafisa melepaskan jeweran nya dan membenarkan letak kunciran rambut nya.
Keadaan parkiran sekolah sangat penuh, karena bel pulang baru berbunyi dua puluh menit yang lalu. Beruntung, tadi Farabi hampir telat masuk sekolah hingga motor nya terpakir di barisan paling belakang, barisan yang paling mudah untuk keluar karena tidak di apit oleh kendaraan-kendaraan lain nya. Berbeda dengan Bian yang harus menunggu lebih lama di dalam kelas karena motor nya terpakir di dalam basement sekolah yang masih banyak penghuni nya.
Saat sedang memakai helm, Farabi tersenyum sambil memanggil teman nya sok akrab. "Oi, Lang!"
Gilang menoleh, melihat laki-laki yang berjarak enam motor dari motor nya. Gilang membalas dengan seulas senyum, dalam hati bersyukur karena melihat siapa perempuan yang ada bersama Farabi. Ya, Gilang hanya bisa berdoa dalam hati kalau Grafisa aman dengan Farabi.
***
Kalo aku si lebih milih may beybih Abi huehehe, kalo kalian siapa?
Ini bonus pict nya Farabi yaa
Hope you like this chapter!
KAMU SEDANG MEMBACA
Nunca
Teen Fiction[SEBAGIAN PART DI PRIVATE] Apakah takdir selalu seperti ini? Menyakitkan? Grafisa tidak mengerti, mengapa semua nya harus sementara, ketika kita mau hal itu untuk selamanya? Tidak, Grafisa sama sekali tidak mengerti. Takdir selalu selucu itu, membua...