Seminggu berlalu sejak Gilang menyatakan perasaan nya, kini kedua nya makin terlihat lengket walaupun kadang Grafisa risih sendiri karena Gilang yang terlalu memperhatikan nya di kelas. Seperti saat Grafisa sedang makan, atau sedang menulis. Pokok nya, Gilang ngeselin.
"Lo tuh risihan banget si Ca," protes Gilang saat barusan ia mencolek lengan Grafisa dan gadis nya itu malah menabok pipi nya dan berkata kalau itu membuat nya risih.
Entah bagaimana proses nya, otak Gilang malah berpikir tentang Erisca. Tentang bagaimana berbeda nya Erisca dengan pacar nya sekarang. Erisca sangat suka bila Gilang memusatkan seluruh perhatian nya pada perempuan itu, kalau Gilang salah paling-paling hanya akan di pukul pelan--tidak seperti Grafisa yang membabi buta memukuli nya tanpa ampun. Sadar Lang, lo ga boleh bandingin Ica sama siapapun, ucap nya dalam hati.
"Masalah nya nih gue lagi ngerjain PR Lang," jawab Grafisa, tangan kanan nya menulis PR ekonomi secepat kilat. "Dan lo tuh rese banget tau ga?"
"Gatau," balas Gilang polos, yang makin membuat Grafisa gemas ingin melempar bolpoin yang ia pegang ke wajah Gilang.
"Yaudah barusan gue kasih tau."
"Oke makasih info nya.""Kembali kasi," jawab Grafisa tidak ikhlas, sedetik kemudian kepala nya menoleh dengan cepat, menyodorkan laki-laki itu dengan ujung bolpoin tepat di depan mata. Hal itu cukup membuat Gilang sedikit tersentak kaget. "Lo udah ngerjain PR belum?!"
Gilang tidak juga menjawab, karena sejujur nya ia sama sekali belum mengerjakan dua puluh soal essai itu. Grafisa yang gemas sendiri akhirnya menarik leher Gilang secara paksa dengan bertumpu pada lengan nya. Kepala Gilang di bawa mendekat ke leher Grafisa, membuat anak laki-laki itu harus mendongak terlebih dahulu agar bertatapan dengan Grafisa.
"NGERJAIN PR ATAU NYAWA?!" Ulang nya, masih dengan ujung bolpoin yang di arahkan ke mata Gilang, berpura-pura kalau itu adalah pisau yang sangat tajam dan bisa membuat Gilang kehilangan nyawa saat tajam nya menghunus jantung.
Karena tidak mendapat jawaban, Grafisa akhirnya mengeratkan cekikan tersebut, membuat wajah pucat Gilang terlihat.
"IYA, IYA! GUE NGERJAIN PR!" Gilang mungkin amnesia kalau pacar nya itu adalah anak taekwondo sehingga leher nya seperti habis di cekik oleh perempuan yang mempunyai tenaga seperti kuli bangunan
"Nah, bagus!" Seru Grafisa girang, sebelum sumpa serapah kembali keluar dari mulut nya karena masih ada sepuluh soal yang belum ia kerjakan--salin lebih tepat nya, padahal pelajaran akan di mulai setengah jam lagi.
Sedangkan Gilang akhirnya mengambil buku tulis nya dan meminjam pulpen kepada teman perempuan nya yang ada di kelas, kenapa ia tidak meminjam ke Grafisa saja? Jawaban nya sederhana, karena perempuan itu juga tidak membawa pulpen. Ia tidak perlu meminjam buku teman nya yang lain untuk di contek, karena sebenarnya dalam waktu setengah jam saja Gilang sudah bisa menyelesaikan semua soal tersebut, jauh lebih bagus ketimbang jawaban orang yang sedang di conteki Grafisa sekarang.
Ah, Grafisa memang mempunyai seribu satu cara untuk membuat Gilang melakukan apa yang seharus nya ia lakukan.
----
Seusai pelajaran ekonomi, Gilang kembali berurusan dengan Bu Eka di ambang pintu kelas, Grafisa yang melihat hal itu hanya bisa tersenyum. Tahu betul apa yang sedang mereka bicarakan. Berharap kalau Gilang nya akan berubah pikiran walaupun kemungkinan nya hanya sepuluh persen--menurut Grafisa.
Grafisa tidak tahu apa yang harus ia lakukan akhirnya yanya membuka ponsel, lalu mengambil gambar Gilang dari samping. Entah kenapa, Grafisa sangat suka ketika Gilang memasuki kedua tangan nya dalam saku celana, di tambah jambul nya yang sedikit berantakan, di tambah hidung mancung Gilang yang sangat kentara bila di lihat dari samping.
Baru setelah Grafisa melihat dari camera nya bahwa Gilang sudah selesai bicara dan berjalan ke arah nya, perempuan itu langsung memasukan benda tersebut ke saku seragam nya.
"Gimana? Bu Eka masih bujuk-bujuk lo?" Tanya Grafisa setelah Gilang menempelkan bokong nya ke kursi yang empu nya sedang keluar kelas.
Menghela nafas panjang, Gilang mengangguk.
"Yaudah si ambil aja, kesempatan ga boleh di lewatin sia-sia. Toh tahun besok juga pasti lo ga boleh ikut gara-gara udah kelas dua belas." Ujar Grafisa lembut, lalu tangan nya mengenggam sebentar tangan Gilang yang mengepal di atas paha nya.
Tidak biasa nya Grafisa menjadi lembut seperti ini, apalagi sampai memegang tangan nya terlebih dahulu. "Tadi pagi galak banget, sekarang lembut."
"JADI GAMAU DI LEMBUTIN?!" Teriak Grafisa sambil melepas kasar genggaman nya.
"Tuh kan," gumam Gilang pelan, ia menggaruk-garuk tengkuk nya yang tidak gatal. Perempuan memang selalu henar, ia lupa hukum tersebut.
"Yaudah Ca, Gilang minta maaf. Gue setuju ikut olimpi---"
Gerakan reflek yang di berikan Grafisa adalah hal yang tidak terduga bagi Gilang. Saking senang nya, perempuan itu memeluk Gilang bahkan sebelum laki-laki itu menyelesaikan kalimat nya. "MAKASIHHH GILANG!!"
"Iya Ca iya, sama-sama." Jawab Gilang, sepenuh nya heran mengapa Grafisa sangat senang.
Setelah Grafisa menyadari bahwa apa yang ia lakukan salah, perempuan itu akhirnya melepas pelukan dan menunduk malu karena harus berhadapan dengan wajah Gilang yang menyeringai itu.
"Ica nakal sekarang udah berani peluk-peluk." Itu jelas bukan suara Gilang, melainkan suara Andri yang sedang duduk di belakang Grafisa. Perempuan itu lantas melototi Andri tajam.
"Bacot," decak nya pelan.
Gilang masih terus saja tersenyum, makin kesini hati nya seperti tidak lagi di hujani dengan masalah, dan Gilang yakin hal itu karena perempuan di hadapan nya.
"Apa lo liat-liat?!" Bentak nya kepada Gilang. Tapi kemarahan nya sirna ketika melihat Dara berlari tergesa-gesa dengan ponsel di tangan nya. Wajah gadis itu memerah, bahkan hampir menangis.
Dara dengan cepat menyingkirkan Gilang, menyuruh laki-laki itu keluar sebentar lalu membisikan sesuatu kepada Grafisa sebelum tangis nya pecah. "Ca, Zeta----Zeta fotet."
***
Hm, ada yang ga ngerti fotet itu apa? Jadi kepanjangan nya itu foto te*e (maaf banget kalo ini terlalu vulgar atau apa, sekali lagi maaf) udah gitu aja, gua rada ga enak deh masa, takut problem ini terlalu vulgar padahal udah sering di jaman sekarang (apalagi anak SMA, tapi anak SMP juga ada)
Maaf kalo terlalu pendek part nya atau ga memuaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nunca
Teen Fiction[SEBAGIAN PART DI PRIVATE] Apakah takdir selalu seperti ini? Menyakitkan? Grafisa tidak mengerti, mengapa semua nya harus sementara, ketika kita mau hal itu untuk selamanya? Tidak, Grafisa sama sekali tidak mengerti. Takdir selalu selucu itu, membua...