46. No Good In Goodbye

2.5K 183 5
                                    

Tidak usah di tanya bagaimana ulangan hari ke-empat Grafisa berjalan. Sangat buruk--bagi hampir seluruh murid yang ada di ruangan tujuh belas.

Bagaimana tidak, saat pelajaran matematika, yang mengawas ruangan tersebut adalah Bu Macan! Sekali lagi, Bu Macan! Tidak ada yang berani berkutik, apalagi ketika mata guru tersebut tidak henti-henti nya melirik ke penjuru kelas.

Grafisa yang sama sekali tidak mengerti matematika itu hanya bisa merapalkan doa dalam hati. Beruntung soal kali ini adalah pilihan ganda, jadi ia masih bisa menebak-nebak dengan hitung kancing atau membaca surat-surat pendek.

"Tai, emang tai banget tadi," keluh Grafisa sambil memijit kening nya pusing. "Ya Allah dah istighfar gue dari tadi."

"Mampus deh, untung gue kemarin yang ngawas dia tapi pelajaran nya Penjas," Dara jadi bersyukur dalam hati. Perempuan itu terkekeh kecil melihat wajah stress Grafisa. "Yaudah lah, terima aja kalo emang lo ga bisa matematika, Ca."

"Tapi kan kalo pengawas nya bukan dia, gue masih bisa nyontek!" Wajah Grafisa memerah kesal, untung saja semua tugas matematika nya ia kumpulkan.

Langkah kedua nya berhenti ketika sampai di lobi sekolah, Dara pamit karena ojek online nya sudah menunggu di luar gerbang, sementara Grafisa memilih duduk di kursi yang di sediakan karena Revan belum berangkat dari kantor nya untuk menjemput Grafisa.

Sambil menunggu, Grafisa mendengarkan lagu Ordinary World yang di bawakan oleh Green Day. Salah satu lagu favorit nya dalam album Green Day terbaru yang berjudul Revolution Radio.

Suara lembut Joe Armstrong sangat indah di barengi dengan iringan gitar yang membuat Grafisa memejamkan mata nya menikmati setiap kalimat bermakna yang ada di lagu tersebut.

Belum sampai lagu tersebut usai, mata Grafisa membuka ketika lagu nya berhenti tiba-tiba. Ia menoleh, betapa terkejut nya ketika melihat orang yang ia hindari duduk di samping nya sekarang. Gilang menatap nya datar, tapi ada sorot terluka yang keluar dari mata laki-laki tersebut.

Grafisa buru-buru kembali memencet tombol play di ponsel nya, tapi belum sempat itu terjadi, Gilang lebih dulu mengambil earphone perempuan itu ke tangan nya.

"Apaan sih, Lang?!" Omel Grafisa tidak terima.

"Dengerin gue dulu," ucap Gilang datar, nada nya mengingatkan Grafisa pada awal ia kenal laki-laki itu; memerintah. Kedua tangan laki-laki itu memainkan earphone Grafisa--hal yang perempuan itu tebak sebagai penghilang rasa gugup.

"Lang, kalo tujuan lo kesini cuma---"

"Gue bilang dengerin gue, Ca." Gilang menarik nafas panjang. "Halah, gue ga bisa deskrpisiin lo pake kata-kata," ujar Gilang akhirnya. Laki-laki itu membuang nafas dengan kesal, susah sekali rasa nya memgucapkan semua kata-kata yang telah ia susun.

"Inti nya, lo tau gue cowok yang ga bisa romantis, dan sekarang gue mau kita balik, kita." Grafisa sudah menebak kalimat itu akan terlontar dari mulut Gilang, tapi ia tetap tidak mempunyai jawaban.

Hati nya mau, tapi otak nya tidak. "Kita ga bisa Lang, gue udah sering bilang."

"Gue gamau berhenti gitu aja Ca. Lagi pula, gue ga suka sama Zeta."

"Gue ga nyuruh lo suka sama Zeta!"

"Tapi secara ga langsung lo nyuruh gue! Apa guna nya buat Zeta kalo kita putus kalau gue tetep ga bisa suka sama dia ujung-ujung nya?" Nada bicara Gilang berubah, tidak lagi datar tapi penuh dengan amarah yang tertahan.

Grafisa tidak bisa menjawab, malah menjadikan pertanyaan Gilang tadi sebagai pertanyaan nya juga. Buat apa? "Masalah ini sama kayak lo yang relain Erisca buat Ghifari, kemarin, lo bisa kan lupain Erisca?"

"Tapi lo bukan Erisca, lo Grafisa. Lo jauh sama dia, dan asal lo tau ngerelain lo itu lebih susah dari yang gue bayangin," bersamaan dengan itu, air mata Grafisa jatuh. Perempuan itu tidak lagi menatap Gilang yang ada di samping nya, melainkan ke depan sambil menutup wajah nya dengan kedua tangan.

"I know people come and go, but why are you go so fast?" Gilang berucap dengan frustasi, mengikuti arah pandang Grafisa sekarang.

Perempuan itu tambah menangis kejer, tidak mempedulikan lagi orang-orang yang ada di lobi sekarang. Laki-laki itu mengambil satu tangan Grafisa dan menaruh nya di paha laki-laki itu.

Kalau memang ini perpisahan nya, biarkan Gilang menenangkan perempuan itu untuk yang terakhir kali. Grafisa benci, Grafisa benci bagaimana Gilang mampu membuat nya lebih baik tanpa bertanya terlebih dahulu.

Dari tatapan mata, dan kontak fisik, Gilang mampu membuat keadaan Grafisa membaik. Contoh nya sekarang. Tangan Gilang masih menggenggam tangan kanan nya lembut, beberapa kali mengelus-ngelus punggung tangan nya. Gerakan yang secara tidak langsung mengatakan kalau ia akan baik-baik saja, berhenti menangis, semua akan baik-baik saja, dan sebagai nya.

"Damn it," gumam Gilang, entah apa yang sedang laki-laki itu pikirkan.

"I'm okay, I'm okay," ujar Grafisa sambil membuka wajah membuka persembunyian nya. Menarik kembali tangan kanan nya yang masih di genggam oleh Gilang. Wajah perempuan itu memerah, dengan air yang masih banyak tersisa disana.

Gilang tidak tahu harus apa. Melihat Grafisa menangis di depan nya, atau membiarkan perempuan itu pergi tapi hati nya terluka.

"Lo tuh udah jadi sebagian hati gue." Grafisa akhirnya berbicara. "Tapi hidup harus tetap berjalan walaupun sebagian hati ada yang hilang, 'kan?"

"Engga, Ca. Gue ga bisa lagi, hati gue baru sembuh, dan lo milih pergi gitu aja?"

Seulas senyum terpaksa muncul di wajah Grafisa. "Tugas gue selesai kan? Buat lo bahagia, buat hidup lo kembali. Tugas lo juga udah selesai, ngebuat gue ngerasain rasa di sayangin orang, rasa sakit hati yang begitu dalam, atau cara mengikhlaskan."

"Dan setelah lo pergi, gue ga yakin gue akan tetep kayak gini," jawab Gilang. Nada nya melemah, apakah ini yang di sebut salam perpisahan? "Ca, lo tau gue ga pernah se-cinta ini sama orang selain lo."

Tidak ada suara, sebelum telfon Grafisa berdering dan menampilkan nama Papa disana. "Gue duluan, dah." Bahu perempuan itu perlahan menghilang dari pandangan Gilang.

I hope we will meet someday, Lang.

Its funny how life could be, Ca. I hope this is not the end of us.

***

Media: The Script - No Good In Goodbye

Ini bukan ending loh ya, tapi jangan seneng dulu huehehe.

Btw, kayak nya kesisa 2 part lagi menuju ending. HUAHAHAHA GA KERASA KAN!!

NuncaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang