Jam menunjukan pukul sebelas lewat tiga puluh menit ketika guru geografi di kelas Grafisa masuk. Guru tersebut telat satu setengah jam, sehingga waktu mengajar nya tinggal setengah jam lagi sebelum istirahat kedua.
Tapi, ada yang lebih telat masuk dari pada guru yang bernama Bu Sri itu. "Assalamualaikum," salam Acong, Bian, dan Gilang serempak.
Ketiga nya baru memasuki kelas setelah sepuluh menit Bu Sri mengajar. Beruntung, Bu Sri tidak galak-galak amat. Jadi ketiga laki-laki itu hanya di suruh berdiri di luar kelas, sambil berdzikir. "Mending mereka disana nambahin pahala kan dzikiran."
Hukuman tadi sontak membuat hampir seluruh murid tertawa, termasuk Grafisa. "Ya kita lanjutkan, jadi tempat konservasi adalah---"
"Astaghfirullahaladzim," suara kencang ketiga nya mengintrupsi perkataan Bu Sri, yang lagi-lagi membuat semua murid tertawa.
"Ada yang mau jelasin tempat konservasi itu---"
"Astaghfirullahaladzim." Bu Sri yang mendengar hal tersebut akhirnya ikut tertawa juga, sangat tahu kalau ketiga murid nya itu sengaja membesarkan volume suara mereka. "Sekarang dzikiran nya dalem hati aja, diri kamu sendiri aja yang denger."
"Goblok banget tuh orang tiga," celetuk Grafisa sambil terkekeh kecil, menurut nya itu sangat lucu. Apalagi ketika melihat wajah bodoh Bian yang mengintip dari luar pintu kelas yang terbuka lebar.
Pelajaran akhirnya berlanjut seperti biasa setelah ketiga anak laki-laki itu diam. Bel istirahat berbunyi tiga puluh menit kemudian, waktu terasa berjalan begitu cepat bagi Grafisa, karena ia suka bagaimana cara Bu Sri membagikan ilmu nya. Di selingkan dengan beberapa candaan, tidak membosankan seperti guru sosiologi nya.
Hubungan Grafisa dengan Dara sudah seperti biasa, karena setelah perdebatan itu, Zeta malah mengacuhkan Dara ketika perempuan itu menanyakan apa kabar nya Zeta.
----
Mendapat kursi di kantin memang tidak terlalu mudah ketika bel istirahat berbunyi sepuluh menit yang lalu, tapi karena Grafisa yang pintar membujuk, akhirnya dua adik kelas laki-laki yang duduk di kursi yang seharus nya di isi empat orang itu mempersilahkan mereka untuk bergabung. "Thanks loh ya," ucap Grafisa sambil nyegir tidak jelas.
Dalam hati sedikit senang karena adik kelas yang duduk di samping nya ini bisa di bilang tampan, dengan tampang polos imut-imut gimana gitu. Yah, coba saja ia tidak punya pacar, sudah di pastikan adik kelas ini akan ia gebet!
Ngomong-ngomong tentang Gilang, Grafisa tidak tahu laki-laki itu ada dimana. "Gausah kaku gitu, sans ae," celetuk Dara yang di setujui oleh Grafisa.
Yang di samping Dara akhirnya tersenyum, memperlihatkan lesung pipi yang ada di pipi kanan laki-laki tersebut. "Nama saya Alfa, nama kakak siapa?"
"Gue Dara."
"Gue Grafisa," jawab Grafisa, tangan nya kemudian menyenggol lengan laki-laki di samping nya, menyuruh anak itu untuk memperkenalkan diri juga. "Nama saya---"
"Eh iya, ngomong nya gue-elo aja lah, sans gausah berasa lagi ngomong sama Presiden."
"Nama gue Fedi."
"ANAK NYA FEDI NURIL, YA?!" Pekik Grafisa kencang, membuat semua mata yang ada di kantin beralih menatap perempuan yang masih menyantap siomay nya dengan lahap itu, termasuk ketiga laki-laki yang baru masuk ke kantin.
Sedangkan Dara menggeleng-gelengkan kepala nya jengah, kadang stress juga punya teman seperti Grafisa. "Udah Ca udah, lawakan lo ga lucu malah bikin orang-orang heran."
"Lucu kok, tadi aja Alfa senyum. Lo aja yang ga nge-add oa save humor receh."
"Ya terus ala hubungan nya?"
"Ya itu sebab nya lo ga receh."
Fedi, anak laki-laki itu tetap diam. Berbeda dengan Alfa yang sedang tertawa melihat perdebatan bodoh kakak kelas nya. Sebenarnya ia tidak kalah receh dari Alfa, tapi karena mood nya yang sedang jelek hari ini, ia hanya diam.
"Ehmmmm," deheman keras itu terdengar, mengintrupsi perdebatan antara Dara dan Grafisa. Kedua perempuan itu besamaan menoleh ke samping.
"Eh Gilang?" Dua kalimat barusan adalah kalimat pertama yang terlontar dari mulut Grafisa kepada pacar nya hari ini. "Sini Lang join, join."
Tidak ada persetujuan dari Gilang, "Ra, gue pinjem Ica nya ya." Malah kalimat itu yang terlontar, bersamaan dengan lengan Grafisa yang di tarik paksa oleh Gilang untuk segera bangun dari tempat nya.
"Iya ambil aja, kan pacar lo."
"MASYAALLAH SIOMAY GUE BARU DI MAKAN SATU!" Teriak Grafisa hiperbola.
Gilang memutar kedua bola mata nya malas, masih dengan satu tangan yang di gunakan untuk menyeret gadis nya. "Shuuttt gausah lebay, gue ga mau grepe-grepe lo."
"GILANG!"
"Teriak-teriak mulu, sih?"
"KAN LO YANG BUAT GUE TERIAK-TERIAK."
"Astagfirullah dah besok-besok kek nya gue harus datengin dokter THT deh."
Baru setelah mereka memasuki kelas, Gilang melepaskan tarikan nya dan segera menyuruh Grafisa duduk di tempat nya.
"Ngapain si kesini? Lo gatau gue laper?" Protes Grafisa kesal. Sumpah, berinteraksi dengan Gilang adalah hal yang sangat Grafisa hindari sekarang. Masalah nya, perempuan itu ingin segera menyelesaikan hubungan mereka yang entah sebenarnya sungguhan atau tidak, tapi ia masih harus berpikir lebih lama.
"Gue tau, tapi gue ga suka liat lo duduk sama cowok tadi," ucap Gilang. Ia benci mengatakan kalau ia sedang cemburu, tapi makin lama ia makin tidak bisa menahan nya.
"Ih dia tuh cuma adik kelas! Gue aja baru tau nama nya detik itu juga," jawab Grafisa, setengah berteriak, tidak seperti intonasi Gilang yang tenang. "Lagi juga gue duduk disana karena ga ada tempat duduk lagi di kantin, masa gue mau duduk di gerobak nya budeh? Kan ga lucu."
"Kemarin inget ga gue ngomong apa?" Alis Grafisa sukses menyatu, tidak mengerti dengan pertanyaan Gilang barusan. "Gue kan bilang hari ini gausah sekolah dulu, gimana si."
"Ih suka-suka gue dong, lo aja kemarin bohong sama gue."
"Hah?"
"Eh gajadi, lupain."
"Lo ngomong apa barusan?"
"Kuping lo budek atau gimana si?!" Grafisa makin jengkel, karena tadi ia juga salah dengan menceploskan hal itu. Harus nya ia sadar kalau Gilang tidak benar-benar mencintai nya, dan itu cukup menjadi alasan Grafisa tidak untuk mengharapkan lebih. Seperti Gilang yang berkata jujur, atau berdekatan dengan perempuan lain.
"Lo tau?"
"Ya menurut lo aja, setan!" Marah Grafisa, seperti nya ini kesempatan yang tepat. "Lang gue gatau harus ngapain lagi, yang jelas gue minta putus. Lupain gue yang waktu itu bilang suka ke lo, karena lama-lama juga gue capek. Lagi juga, buat apa gue disini kalo hati lo masih buat Erisca? Gue mau kasih diri gue kesempatan buat orang lain, ga cuma lo."
"Engga Ca, lo salah."
"Salah apa?"
"Hati gue udah bukan buat Erisca. Just stay."
"Gue gamau."
"Gue juga gamau dengan permintaan lo tadi."
"Lang!"
Gilang diam sebentar, lalu menghela nafas panjang sebelum kembali berbicara. "Lo tau Ca gue bukan cowok romantis yang di dambakan semua cewek, gue dingin dan kadang omongan gue nusuk ke hati. Tapi lo tau kan, gue ga pernah ngomong sepanjang ini ke orang lain, gue ga mungkin relain waktu gue buat orang yang ga penting dalam hidup gue. Dan itu belum cukup buat jadi bukti kalo kita ini beneran?"
***
Hehehehehhe krik banget nih part, ai em sori guys:(
KAMU SEDANG MEMBACA
Nunca
Fiksi Remaja[SEBAGIAN PART DI PRIVATE] Apakah takdir selalu seperti ini? Menyakitkan? Grafisa tidak mengerti, mengapa semua nya harus sementara, ketika kita mau hal itu untuk selamanya? Tidak, Grafisa sama sekali tidak mengerti. Takdir selalu selucu itu, membua...