Entah sudah berapa lama Gilang duduk di kasur nya tanpa melakukan apa-apa. Tatapan nya lurus ke depan, kosong.
Pikiran nya kacau. Antara menyesal, marah, dan sedih menjadi satu. Kemarin, ia resmi naik kelas dengan juara dua umum, tapi ia tetap tidak bahagia.
Apalagi ketika seminggu yang lalu melihat perempuan ber-dress marun menggandeng salah seorang laki-laki yang dari dulu selalu menjadi penghalang nya. Ia menyesal, karena kemarin terlalu pengecut. Ia melihat Grafisa menangis, tapi ia tetap diam di tempat seperti patung.
Dan, ia marah. Marah kepada takdir, mungkin? Entah lah, tidak ada yang bisa di salahkan disini.
Kini, semua nya telah resmi usai.
Yang jelas, Gilang lupa kalau manusia datang untuk pergi. Mungkin, ini saat nya ia melepas perempuan itu pergi, bukan kah harus nya seperti itu? Atau mungkin, mereka bertemu di waktu yang tidak tepat, mungkin lima tahun lagi kedua nya akan bertemu. Dengan keadaan yang lebih baik, tidak di penuhi luka--ah, Gilang sangat mengharapkan hal itu terjadi.
Hidup harus berjalan semesti nya, walaupun separuh jiwa ada yang hilang, itu yang selalu gadis nya katakan.
---
Detik demi detik telah berlalu hampir lima jam setelah perempuan yang mengenakan piama berwarna cokelat nude itu membuka laptop nya, mengetikan sesuatu disana.
Beberapa kali ia menyesap kopi hitam yang selalu menjadi hal yang tidak ia sukai tapi selalu ia coba. Pendingin ruangan sengaja di matikan, di ganti dengan jendela yang di buka agar menghasilkan perpaduan angin malam dan harum tanah sebab gerimis sedang turun setelah hampir dua minggu tidak ada satu tetes air pun yang menjatuhi wilayah ini.
Hampir pukul dua belas malam, dan Grafisa masih setia duduk bersandar di kepala kasur, sekaligus laptop yang berada di pangkuan nya.
Apakah setelah ini, 'cerita' kita akan berakhir? Itu yang berada di pikiran Grafisa saat pertama kali menorehkan tulisan tentang laki-laki yang baru di temui nya tadi sore.
Tahun ini resmi tahun terakhir nya di sekolah, dimana grafik nilai nya harus naik bila ingin mendapat universitas melalui jalur undangan, tapi Grafisa tetap tidak menyentuh buku berisi soal-soal yang ia beli di gramedia satu bulan yang lalu. Grafisa juga sudah pesimis kalau ia tidak bisa masuk undangan perguruan tinggi tersebut. Jadi, buat apa mencoba kalau berakhir menyakitkan?
Grafisa sudah muak kepada takdir. Ia benci kata tersebut, sangat benci. Salah apa dia, sehingga takdir begitu tega mempermainkan nya? Lucu sekali, ingin rasa nya Grafisa mentertawai yang bernama 'takdir' itu di depan wajah nya.
Tangan nya masih lincah bermain di keyboard laptop, tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitar nya. Tugas nya malam ini hanya ingin menyelesaikan kisah itu.
Menuliskan kembali semua cerita nya bersama laki-laki bernama lengkap Gilang Rival Alfaridzi, laki-laki dingin, nakal tapi sangat pintar ekonomi. Agar dua puluh tahun kemudian, kalau perempuan itu tidak ingat laki-laki itu--ah Grafisa sendiri tidak yakin ia bisa melupakan Gilang--setidaknya ia masih bisa membaca, mengingat kembali kalau dulu ada laki-laki yang pernah membuat nya bingung setengah mati, laki-laki yang membuat nya rela mati sekalipun demi laki-laki itu, laki-laki yang sangat ia cintai, dan takdir yang begitu lucu. Karena akhirnya, mereka tidak bisa bersatu.
Even if we can't be together, you were a big part of me--and always. I'm sorry I can't be--we can't be what we wanted. I'm sorry if I was'nt a big part of yours, I'm sorry, beacause maybe this is our fortune--sad fortune exctacly. But, this is life, and we can't predict what would happen in future. You just need to let it go.
We can pretend that we didn't hurt each other, right?Lang, I'm sorry. Thanks for all the love, time, care, and story you have given to me.
Remember this, I love you, Lang.
---Life always suck (like you said)
Kata itu menjadi kata penutup semua nya. Kata yang tidak pernah sanggup ia katakan kepada orang nya langsung, bahkan sampai sekarang karena perempuan itu hanya menulis untuk pribadi tentang laki-laki itu.
Kisah ini di beri nama Nunca, berasal dari kata Spanyol yang artinya never happen. Sama seperti kisah nya, ia dan Gilang tidak akan pernah terjadi... sampai kapan pun, dan percayalah kalau itu sangat menyakitkan.
Memang sudah begitu fakta nya; manusia datang dan pergi.
Tapi, yang masih menjadi pertanyaan Grafisa adalah; kenapa laki-laki itu pergi begitu cepat? Apakah nanti, laki-laki itu akan datang kembali?
Grafisa harap kelak, mereka akan bertemu di waktu yang tepat. Tanpa ada luka, tanpa ada perasaan bersalah yang menyelimuti kedua nya. Agar mereka bisa meneruskan kisah ini dengan baik.
Walaupun begitu, Grafisa juga berharap bila kelak mereka memang tidak di satukan, Tuhan akan memberikan nya satu kali kesempatan bertemu dengan laki-laki itu. Melihat perubahan yang terjadi pada laki-laki tersebut, menanyakan apakah hidup nya berjalan dengan baik, atau mengingat-ngingat kembali kisah yang pernah mereka ukir di masa lampau.
END.
***
WOI UDAH ABIS WKWKWKW
Makasih buat yang udah mau baca dan vomment, maaf kalo alur nya kelamaan atau banyak typo bertebaran, atau ending nya yang ga memuaskan.
Sekali lagi, makasih yang udah baca💕
Ga gantung kan ending nya?
Butuh sequel ga?17 August 2017, Happy Independence day!
KAMU SEDANG MEMBACA
Nunca
Teen Fiction[SEBAGIAN PART DI PRIVATE] Apakah takdir selalu seperti ini? Menyakitkan? Grafisa tidak mengerti, mengapa semua nya harus sementara, ketika kita mau hal itu untuk selamanya? Tidak, Grafisa sama sekali tidak mengerti. Takdir selalu selucu itu, membua...