Gilang berjalan santai dengan kedua tangan yang ia masukan ke dalam saku celana. Tipikal laki-laki dingin sejati. Tubuh nya yang tinggi membuat laki-laki itu terlihat sangat mencolok ketimbang teman-teman nya yang juga berkumpul di koridor.
"Gilang!"
"Apa bu?" Jawab nya, masih dengan ekspreksi datar yang selalu ia tampilkan.
"Gesper kamu dimana?!" Bu Macan berteriak lantang, membuat anak-anak yang baru masuk lorong sekolah menutup telinga nya kalau tidak ingin pendengaran terganggu.
Gilang tidak juga membalas, tidak juga berkespresi apa-apa. Wajah laki-laki itu masih datar, seakan Tuhan tidak memberikan nya ekspresi lain selain ekspresi datar tersebut. "Bersihin toilet, sekarang!"
Tanpa menjawab apa-apa, Gilang balik badan. Membiarkan Bu Macan yang lelah sendiri menghadapi kelakuan nya. Gilang tidak akan menjalani hukuman tersebut. Tidak akan.
----
"Dek, anak kelas sebelas ips tiga kan?"
"Iya kak, kenapa?" Jawab Dara sambil tersenyum ramah, sedangkan Zeta hanya diam karena anak itu bukan dari kelas ips 3.
"Tadi sekretaris nya di suruh ke meja piket, tolong bilangin ya. Makasih." Perempuan yang memakai cardigan berwarna ungu pastel itu tersenyum, menyelipkan sejumput rambut nya ke belakang telinga lalu berbalik badan meninggalkan Dara, Grafisa, dan Zeta dalam keadaan tertegun.
"Buset, dia siapa dah? Cakep banget anjay, muka nya memancarkan aura-aura baik banget. Kalo gue jadi cowok, gue gebet langsung sumpah." Grafisa berkata dalam satu tarikan, sambil menggeleng-gelengkan kepala nya takjub. Seperti habis melihat satu bidadari dari surga jatuh.
"Dia kakak kelas kita bego, anak cheers. Ka Erisca nama nya," ucap Dara sedikit gemas.
"Kok gue kayak pernah liat muka nya ya? Tapi lupa dimana."
Zeta tertawa, lalu menempeleng kepala teman nya gemas. "Ya di sekolah lah bego, kan lo satu sekolah sama dia."
"Ih, bukan!" Bantah Grafisa cepat, gadis itu kemudian berpikir sebentar. Sampai akhirnya ia ingat siapa Erisca itu. "Oh gue tau!" Seru nya keras.
"Kok bisa si selama dua tahun lo sekolah disini terus gatau ka Erisca siapa?" Tanya Dara heran, ketiga gadis itu sudah jalan memutar balik kembali ke kelas sejak Erisca meminta tolong. Itu amanat, harus di sampaikan dengan cepat. Tidak bagus kalau di tunda-tunda, padahal tadi nya mereka ingin jajan di luar sekolah.
"Kan gue cuma tau nya cogan doang, ngapain gue tau cecan kan gue sendiri udah cecan."
Dara dan Zeta bersamaan menjitak kepala Grafisa yang memang berjalan di antara mereka. Karena tinggi Grafisa lebih pendek dari kedua nya, jadi perempuan itu adalah jitak-able nya Dara dan Zeta. "Sumpah kalo otak gue jadi bego gue bakal salahin lo berdua si!"
"Emang udah bego, terima aja."
"Kampret lo Ta."
Setelah sampai di depan kelas, Zeta memilih ikut melengang masuk ke dalam kelas yang bukan tempat nya itu. Lumayan lah panas-panas gini liat muka Gilang, pikir nya.
"Sekretaris di suruh ke meja piket, sekarang!" Grafisa memang berteriak, tapi tidak ada nada perintah di dalam nya. Lagi juga sebenarnya ia tidak peduli dengan masalah kelas nya, hanya saja tadi sudah di titipkan amanat.
"Buru weh," tambah Dara, menunjuk perempuan berhijab yang duduk di barisan paling depan. Perempuan itu berdiri, mengucapkan terima kasih kemudian berjalan melewati mereka bertiga.
Keadaan kelas tidak terlalu ramai, kebanyakan memilih mengabiskan makanan nya. Tapi tidak dengan Gilang yang sedang bermain kartu UNO bersama lima orang teman nya yang lain, walaupun laki-laki itu duduk di atas meja dan membelakangi Zeta, tapi Zeta tahu siapa laki-laki yang di lihat dari belakang saja sudah ganteng banget. Hanya Gilang, dan Harry Styles, menurut nya.
"Ica, lo ga nyariin gue?" Acong memunculkan wajah nya yang tadi tertutup tubuh Bian. Laki-laki itu tersenyum manis.
"Iya gue cariin, tolong bersihin toilet sekolah. Terlalu kotor buat bidadari macem gue."
Dara mendecak sebal sambil men-roll mata nya. "Monyet."
"Ica, tadi di cariin Gilang. Alibi nya si mau minjem pulpen, tapi kan gue pulpen mah juga punya!" Seru Andri, menahan tawa sebisa yang ia mampu, walaupun akhirnya laki-laki itu tidak bisa. "Dasar cowok basi lo, Lang!" Maki nya terhadap Gilang yang sekarang masih duduk dengan tenang, tidak menoleh ke arah Grafisa sedikit pun.
Grafisa tidak percaya dengan perkataan Andri tadi. Tapi Zeta, perempuan itu malah merasa ada sesuatu yang menusuk jantung nya. Menambah lubang besar di jantung nya yang sudah rusak itu.
"Jangan percaya Andri," decih Dara. "P E M B U A L!"
"Oke Ra, makasih pujian nya."
Setelah selesai dengan urusan di kelas, ketiga gadis itu kembali pada tujuan awal nya. Grafisa membuka ponsel bentar, mengetikan sesuatu yang entah kenapa ingin ia katakan.
Grafisa A: lang tadi ka erisca cakep bgt
Grafisa A: rasanya pengen gue gebet
Grafisa A: untung nya gue masih punya iman
Gilang yang kartu nya paling awal habis itu menyenderkan tubuh nya ke dinding, kemudian membuka ponsel ketika merasa ada notifikasi chat masuk.
Seulas senyum muncul di wajah Gilang, biasanya kalau ada yang membicarakan Erisca, laki-laki itu akan kesal sendiri. Badmood--meskipun sepertinya Gilang setiap hari juga badmood, hati nya juga selalu panas bila mendengar nama Erisca di sebut-sebut, apalagi sisi baik yang melekat pada perempuan tersebut. Gilang sengaja membenci Erisca, satu-satu nya cara agar ia bisa move on. Padahal fakta nya tidak ada sisi dari Erisca yang bisa ia jadikan alasan untuk membenci.
Namun kali ini, Gilang malah tersenyum. Merasa lucu dengan apa yang di katakan Grafisa tadi. Laki-laki itu kembali memasukan ponsel nya ke kantong, tidak membalas dan melanjutkan bermain karena Bian sudah membagikan kartu nya.
***
Aku suka bingung alur cerita ini mau di bawa kemana, kayak lagu nya armada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nunca
Teen Fiction[SEBAGIAN PART DI PRIVATE] Apakah takdir selalu seperti ini? Menyakitkan? Grafisa tidak mengerti, mengapa semua nya harus sementara, ketika kita mau hal itu untuk selamanya? Tidak, Grafisa sama sekali tidak mengerti. Takdir selalu selucu itu, membua...