Zeta sedang meminum air mineral nya ketika ada orang yang mengagetkan nya dari belakang, membuat minuman nya jatuh ke tanah. Tanpa sisa. "Goblok bego tolol sialan." Zeta berkata dalam satu tarikan, tidak memberi orang yang mengagetkan nya tadi untuk menyela.
Grafisa kemudian meringis, "lengkap amat tuh, Mba."
"Lo kira gue Mba lo?!" Ulang Zeta berteriak, tangan nya kemudian menunjuk kemasan air mineral yang jatuh di lapangan, menyuruh Grafisa untuk membuang kemasan tersebut.
Grafisa lantas menurut, turun dari tribun lapangan dan membuang botol kemasan tersebut ke tempat sampah terdekat. Setelah itu, Grafisa mencoba membujuk Zeta agar tidak marah lagi. "Ayo Ta ke kantin, beli minum."
"Ga!"
"Ayolah Ta, gue traktir."
"Ga!"
"Terserah lo mau minuman yang mana aja." Zeta terlihat berpikir sebentar, dua detik kemudian perempuan itu mengangguk. "Dasar murahan lo, gampang banget di bujuk."
Zeta lantas menjitak kepala Grafisa kuat-kuat, "masih untung gue maafin ya lo Ca!" Langkah kedua nya terhenti ketika sampai di depan pintu kantin. Tidak seperti sabtu-sabtu biasa nya, hari ini tidak ada pedagang yang berjualan disana. Entah kenapa.
"Mau ke Ibu aja?" Grafisa bertanya ragu, semua juga tahu kalau warung yang terletak tepat di depan sekolah itu tongkrongan anak laki-laki sekolah nya. Kakak kelas, adik kelas, semua nya bergabung menjadi satu.
"Mau ga mau?" Zeta balik bertanya, membuat Grafisa memutar kedua bola mata nya kesal.
Kedua anak perempuan yang menggunakan baju taekwondo tersebut berjalan beriringan keluar sekolah. Sesekali bertukar sapa kepada orang yang mereka kenal, yang memang ada ekskul setiap hari sabtu ini. Sambil berjalan, Grafisa membenarkan sabuk berwarna hijau yang terlilit di pinggul nya. Keadaan sabuk itu tidak jauh dari rambut nya, berantakan.
Istirahat yang tersisa masih setengah jam lagi, dan itu cukup membuat Grafisa dan Zeta tidak mempercepat langkah nya. Kecuali saat memasuki area warung, mereka berdua otomatis melenggang masuk tanpa mau menengok ke siapapun. Grafisa tidak takut kepada teman seangkatan nya, ia takut kepada kakak kelas laki-laki yang terlihat menyeramkan, dan... pedofil--menurut nya.
Acong yang melihat anak perempuan yang rambut nya di kuncir kuda itu kemudian berdeham. Ia kenal Zeta, tapi omongan nya sekarang jelas untuk Grafisa. "Ehem.. calon ibu dari anak-anak gue nanti dateng. Kenapa? Kangen ya sama gue?"
Grafisa lantas berhenti, menengok ke kiri dan mendapati Acong sedang berjongkok di dekat rak berisi rokok sambil memegang kartu berwarna biru. Tanpa pikir panjang, Grafisa melempar tutup botol milik nya yang langsung mengenai hidung Acong. "Makan tuh kangen!"
Hampir dua puluhan orang yang ada disana pun sontak tertawa, dan beberapa sahutan yang malah membuat Grafisa geli sendiri.
"YHA MAMPUS!"
"LAGIAN BERANI-BERANI NYA SAMA ANAK TAEKWONDO!"
"UDAH HAJAR AJA HAJAR!"
"HAH BARU AJA DI LEMPAR TUTUP BOTOL UDAH KEOK, APALAGI ICA NGELUARIN JURUS NYA!" Grafisa ikut tertawa, mendengar lawakan dari teman angkatan dan kakak kelas nya. Tapi, belum selesai tertawa, mata Grafisa keburu melihat laki-laki yang di tangan kiri nya tersemat sebatang rokok, tubuh nya bersender di pilar teras. Bukan itu fokus Grafisa tertuju, tapi bagaimana Gilang yang sedang tersenyum--walaupun sangat tipis.
Harus di akui kalau Gilang sangat tampan. "Ca, itu nanti gimana nutup botol nya?"
Kaget. Seperti jatuh dari langit ke tujuh dan mendarat di bebatuan, Grafisa kemudian memekik keras. Lupa kalau barusan ia melakukan hal bodoh sekaligus fatal. "OIYA LUPA GUE ASTAGFIRULLAH!"
Sebelum benar-benar hilang dari warung, Grafisa sempat memarahi Acong terlebih dahulu, dengan alasan karena dia Grafisa jadi kehilangan tutup botol. Padahal, jelas-jelas disini perempuan itu yang salah.
Gilang yang menyaksikan hal tersebut kemudian menggeleng-gelengkan kepala nya, sambil bergumam kepada diri sendiri. "Ada-ada aja tuh cewek."
----
Berhubung Revan tidak bisa menjemput nya kali ini, jadi Grafisa memilih pulang dengab Farabi. Anak laki-laki kelas XI IPS 5--berbeda kelas dengan nya-- tapi karena kebetulan rumah mereka satu komplek, jadi terkadang mereka pulang bersama.
"BIIIIIIIIIIIIII!" Grafisa berteriak, membuat Farabi yang ada di sebelah nya malah menyeringai jahil. "Kenapa beb?"
"Heh dasar cowok kardus," hardik Grafisa, setengah bercanda dan setengah benar. Tangan perempuan itu kemudian melambai ketika melihat Zeta sedang menaiki ojek nya di gerbang sekolah.
Sekarang sudah pukul lima kurang sepuluh, semua kegiatan yang ada di sekolah harus terhenti sebelum jarum jam tepat pukul lima sore. Sebenarnya ekskul futsal lebih dulu selesai dibanding ekskul taekwondo, tapi karena Farabi tahu hari ini ia sudah di-book oleh salah satu anak taekwondo, jadi ia harus menunggu setengah jam lebih lama.
Jalanan ramai ketika Farabi dan Grafisa akan menyebrang untuk sampai ke tempat dimana Farabi memakirkan motor nya--di warung tersebut. Selintas berputar di otak Farabi saat Revan berkata kalau anak nya tidak bisa menyebrang jalan.
Farabi menoleh sekilas ke arah Grafisa, wajah perempuan itu datar dan muncul sedikit ketakutan disana. Akhirnya ia memilih menggenggam pergelangan tangan Grafisa sebelum menyebrang jalan. Tangan kanan Farabi kemudian di gunakan untuk menyetop kendaraan yang sedang melintas.
Manis. Mungkin itu satu kata yang mewakili apa yang barusan di lakukan Farabi kepada nya. Tapi karena Grafisa sudah menganggap Farabi sendiri sebagai teman nya, jadi semua yang di lakukan Farabi tidak menumbuhkan rasa yang lebih di hati Grafisa. Meskipun kalau di lihat-lihat Farabi itu ganteng, juga tipe bad boy yang sering di incar perempuan-perempuan di sekolah nya.
"Heh! Heh!" Acong menyemprot Farabi ketika tangan laki-laki itu masih bertengger manis di pergelangan tangan Grafisa. "Calon pacar gue di pegang-pegang!"
"Ngimpi bego lo." Jawab Farabi acuh, kemudian mengeluarkan ninja nya yang terpakir diantara beberapa motor lain nya. Selagi menunggu Farabi mengeluarkan motor, Grafisa berbicara. "Cong mau cariin gue tanah ga?"
"Buat apa?"
"Buat bersihin najis soalnya tadi abis di pegang anjing." Farabi jelas mendengar hal itu, sambil mendorong ninja nya keluar, anak laki-laki itu kemudian berbalik dan menatap tajam Acong yang sedang tertawa ngakak.
"Ca, lo ada apilikasi ojek online kan?"
"WOIT BAPERAN ATUH INI AKANG FARABI!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Nunca
Ficção Adolescente[SEBAGIAN PART DI PRIVATE] Apakah takdir selalu seperti ini? Menyakitkan? Grafisa tidak mengerti, mengapa semua nya harus sementara, ketika kita mau hal itu untuk selamanya? Tidak, Grafisa sama sekali tidak mengerti. Takdir selalu selucu itu, membua...