DUA

2.5K 100 0
                                    

"Semua bisa gue lakuin kalau gue mau, kenapa? Ada masalah sama lo?"

Ila memandang seseorang didepannya ini, dari tadi selalu mengganggu aktivitasnya, dengan cara memaksa ikut Ila untuk lomba Matematika. Dan tak mungkin –karena Ibunya pasti akan sangat khawatir.

"La, please... Lo itu Queen Class dan segalanya pasti bisa. Tapi, kenapa untuk ini enggak?"

Ila menggeram. "Lo itu budek atau apa sih Ki? Gue bilang enggak untuk yang ini!"

"Pasti lo punya alasannya kan La?"

"Terserah lo! Gue capek ngomong sama lo!" Ujar Ila lalu pergi meninggalkan Kiki.

Kiki mengembuskan napas kasar, sambil mengacak rambutnya pelan. Apa yang harus ia lakukan?

Dengan langkah cepat, Ila masuk kedalam kelas, tak peduli tatapan laki laki yang memandangnya takjub. Toh, dia akan tetap kekeuh untuk tak terlibat dalam lomba itu. Ibunya sangat sayang kepada Ila, tetapi jika terlalu lelah atau khawatir –pasti ibunya akan bertindak seenaknya, Ila sadar jika sebenarnya Ibu kehilangan sosok Ayah yang sangat berarti dalam hidupnya.

Tepatnya, empat tahun lalu, Ayah Ila bekerja sebagai tukang penggiling Kelapa di pabrik terbesar se-Jawa Barat, tetapi tiba tiba kecelakaan terjadi dan merenggut nyawa sang Ayah. Lebih sakitnya lagi, perusahaan menutup kasus ini dan tak ingin media mengetahuinya, dengan cara memberi gaji yang besar setiap tahunnya kepada Ibu, itu membuat Ila merasa sangat tak adil. Berawal dari situ, Ibu Ila mulai berubah, disebut gila tidak, hanya saja terlalu banyak kekhawatiran, apalagi Adiknya yang suka mabuk mabukkan dan seenaknya. Cukup hancur dirinya dirumah, dan cukup tersanjung dirinya di sekolah.

Julukan dirinya sebagai Queen Class cukup membuat Ila senang, tetapi jika mengingat beban hidupnya, rasanya sebutan itu berubah menjadi pecundang.

"Maaf bu, tetapi saya tidak bisa." Ujar Ila sambil memandang Wali kelasnya.

"Jelaskan pada saya, apa alasannya, Ila"

Diembusnya napas panjang. "Ibu saya butuh perawatan bu, dan saya yang harus menjaga Ibu"

"Apa perlu? Sekolah membiayai perawatan Ibu kamu untuk dibawa ke Rumah Sakit?"

"Tidak bu, mungkin hanya dengan uluran tangan saya, Ibu saya bisa segera sembuh"

Bu Aning tersenyum tulus. "Baiklah, tetapi jika kamu berubah pikiran, Ibu sangat sedia mengurusnya"

"Baik bu. Terimakasih"

Ila keluar ruangan dengan merepalkan tangan dan berpikir cemas, sebenarnya sangat disayangkan Lomba itu, tetapi Ibunya sangat membutuhkan dirinya sekarang. Kalau sudah begini, Ila tak tau harus berbuat apa, apalagi Ila harus memenuhi kebutuhan keluarganya. Adiknya yang jarang pulang dan Ibunya yang terlalu over.

Tiga laki laki menghadang dirinya, Ila masih santai lewat diantara mereka.

"Wah, ini nih Queen Class itu? Pantes, cantik banget jir"

"Hahahaha, namanya juga Queen Class, ogeb."

"Tau nih. Dimana mana mah mening kek ginian"

Ila memejamkan matanya dan tangannya masih tenggelam di saku rok-nya.

"Kenapa? Kaget liat gue? Apa gue se-sempurna itu?"

Terdengar suara derapan kaki yang berjalan mendekat ke arah mereka ber-empat. Ila tak melihat karena ia membelakangi suara itu, dan pastinya orang itu teman laki-laki yang sedang menghadangnya sekarang ini.

Ila membalikkan badan, terkejut sambil mengarahkan kepalanya ke belakang. "Kiki?"

"Apa lo se-sombong itu buat tingkat Queen Class?"

Ketiga temannya itu saling memandang, ternyata Kiki mengenal wanita yang bernama Zella Lavena –Queen Class yang labil. Karena memang Kiki mengenal Ila dan ketiga temannya tak pernah tau kalau Kiki mengenalnya.

"Kesombongan lo bakal menutup semua pancaran yang lo punya"

Mendengarnya, Ila maju tepat didepan muka cowok itu, walaupun Kiki lebih tinggi darinya. "Ini diri gue sendiri, makasih udah ngingetin. Tapi, gue punya alasan tersendiri buat ngungkapin semuanya"

Dengan langkah lebar, Ila meninggalkan keempat cowok itu. Tak peduli semua orang berkata, karena pada nyatanya hanya Ila yang merasa, bukan mereka semua.

"Jadi? Lo kenal Ila, Ki?" Tanya Devon. Lengkapnya –Devon Pradana.

"Kenapa lo kaga pernah cerita sih bro, cewe secantik itu? Mana pinter lagi" Lanjut Eki. Lengkapnya –Ekio Putra.

"Dia temen lo lomba atau gimana?" Terus Rizal. Lengkapnya –Rizal Damara.

Kiki menyenderkan punggungnya ke tembok. "Banyak omong ah lo pada"

"Apanya yang Queen Class? Dia sombong begitu." Lanjut Kiki .

Devon terkekeh pelan. "Dia ngga sombong, mungkin aja dia mengekspresikan dirinya dengan begitu"

Kedua temannya mengangguk setuju.

"Lagian, gue lihat, Ila gak seburuk yang lo bayangin." Ujar Rizal.

"Cewek begitu gak bakal bisa berubah" Ucap Kiki sambil meninggalkan ketiga temannya.

"Well, cepat atau lambat, pasti Kiki penasaran juga." Lanjut Eki.

"Apa yang lo lakuin sih kak?!"

Sekarang ini, Ila sedang berada di sebuah area Club untuk menjemput Adiknya. Ini terlalu sulit untuk Ila, tetapi apapun resikonya, Ila akan tetap melakukannya demi adiknya –Deon Lavardi. Musik berdentum keras, lampu lampu terkesan lebih redup, dan para wanita penghibur sudah meraja lela. Dengan menggenggam tas selempangnya erat, Ila berjalan pelan masuk kedalam Club, cukup sulit untuk menemukan adiknya dengan cepat dan membawanya pulang dengan selamat. Bau alkholol terasa amat biasa disini, dan Ila yakin bahwa orang orang yang duduk disana sedang lelah menghadapi hidup atau stress dengan pekerjaan.

Ila terlalu jauh masuk, dan samar samar ia melihat adiknya tertawa dengan wanita berpakaian nyeleneh.

"Pulang sekarang!" Gertak Ila dengan keras, walaupun dibandingkan suara musik yang terdengar, suara Ila tetaplah sangat kecil.

"Apa urusan lo? Hah!" Balas Deon tak kalah sengit.

"Deon! Apa lo ga mikir perasaan Ibu?" Ujar Ila sambil memfokuskan cahaya yang ada.

Deon mendengus dan menyeret kakaknya keluar area Club, ia paling sebal jika Kakaknya ikut campur masalahnya.

"Jangan urusin gue!" Lanjut Deon dan melepaskan tangan Ila dengan kasar.

Ila sudah biasa menerima perlakuan kasar dari Ibu maupun Adiknya. "Pulang Yon, apa lo tega sama Ibu?"

"Hahaha... Ibu aja tega sama kita, kenapa kita enggak? Asal lo tau kak! Gue terlalu sakit dirumah!" Ujarnya sambil menyenderkan punggungnya pada pohon yang agak jauh dari Club.

"Gue lebih sakit Yon! Setiap pulang sekolah, gue selalu kena pukul Ibu! Bukan lo doang, tapi –apa gue pernah ngeluh? Ibu selalu nyalahin gue kalau lo kelayapan Yon..." Ila meneteskan air mata perlahan, dan sayangnya bulir air matanya tak keluar, mungkin sudah tak tersisa.

Plakkkk.....

"Jangan urus gue! Gue gak peduli! Dan bilang sama Ibu kalau gue baik baik aja!" Ujar Deon sambil berlalu meninggalkan Ila yang memegang pipinya yang terasa panas.

Bahkan, gue lupa cara disayang dengan tulus- batin Ila bergetar.







***









Keep waiting-



Queen Class [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang