DELAPAN

1.5K 64 0
                                    

Kiki mendesah kasar sambil menjatuhkan dirinya ke kasur lebar itu, mengambil ponsel dan melihat jam, ternyata jam menunjukkan pukul 3 sore. Entah mengapa, dirinya mulai tertarik dengan Ila, tak tau dari sudut pandang apa dan hasutan dari siapa, perasaan itu mulai ada di dalam dirinya. Dan jika Ila sedang menunjukkan sikap yang membuatnya cemburu, pasti dirinya langsung badmood atau segala macam, ia juga tak tau jika itu hanyalah perasaan cinta atau sekedar kagum. Wajar, Kiki sedang bosan sekarang, karena paman dan bibinya sedang bekerja dan kakaknya sedang berada di rumah sakit. Akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi Ila, walau sebenarnya ia tak tau nomor ponsel Ila.

"Gila, gimana gue mau nelpon? Nomor aja kaga gablek" ujarnya sembari menepuk jidatnya sendiri.

Nen gue minta nomornya Ila dong?

-send

Tunggu bentar,

Nih 082336752015

Thanks yoi

-send

Dengan cepat, ia langsung menelepon nomor Ila, tak banyak basa-basi dan gengsi segala macam, tujuannya hanya untuk memastikan Ila, dirinya agak penasaran semenjak kelakuan Deon malam itu, yang menurutnya sangat jarang terjadi.

Drrtt....

Ila menutup matanya, memastikan agar dirinya bisa tertidur dengan pulas dan tidak memikirkan masalah yang barusan terjadi, Deon sedang menenangkan Ibu dan otomatis Ila terbaring sendiri di kamarnya. Mendengar jika HP nya berbunyi, Ila langsung mengambil di samping meja dekat tempat tidurnya, sambil memegang perutnya yang sekarang masih sakit. Sejujurnya, ia agak kesusahan, ingin rasanya memanggil Deon, tetapi Ila takut untuk menyakiti hati adiknya karena tidak bisa menjaga Ibu dari kelakuan Ayahnya tadi.

"Kalau ngga bisa, usahain buat minta tolong" ujar Deon mengambil HP Ila dan memberikannya.

"Akhh...."

Deon langsung duduk di samping Ila, memastikan Kakaknya tak apa-apa. "Eh? Lo ngga apa-apa?"

Ila menutup matanya sambil meringis kesakitan, sungguh rasanya sangatlah sakit. "Ngga, gue ngga apa-apa," ujarnya sambil mengangkat telponnya.

Ia sempat mengernyitkan matanya sesaat, nomor tak dikenal membuatnya enggan untuk menjawab, biasanya juga Ila tak pernah mengangkat nomor yang tak dikenal.

"Hal..oo?" tanya Ila lirih dan Deon masih terdiam di samping Ila.

Kiki tersentak kaget, ia kira Ila akan langsung me-reject nya namun ternyata tidak. "Halo?"

"Siapa? Kiki?...." ucapnya sambil menahan rasa sakit di bagian perutnya.

"Lo ngga apa-apa?" sahut Kiki memastikan, karena suara Ila menurutnya seperti orang yang sedang kesakitan.

Deon yang mendengarnya segera merampas HP Ila, bagaimanapun juga Kakaknya sedang sakit, tak mungkin ia membiarkan seseorang mengganggunya.

"Apa...an sih lo Yon? Sshhh..."

"Gimanapun juga gue masih tetep Adek lo, masih punya rasa kasihan sama lo. Mending lo tidur aja, gue juga ngantuk dan mau balik ke kamar" ucapnya sambil pergi dan menaruh HP Ila di meja belajar yang agak jauh dari kasur Ila.

Ila pun menggeram,"Nyebelin banget lo!"

Kiki yang merasa janggal pun mendengus kesal, "Tuh kan bener, perasaan gue ngga enak. Gue udah tebak dari awal kalo telponnya bakal di matiin"

Esoknya di sekolah, Ila memutuskan untuk tidak masuk dahulu, dan persiapan lombanya tinggal satu hari lagi, perutnya masih sangat sakit dan kemungkinan dibuat jalan pun tidak bisa. Kiki menancap gasnya cepat, ingin sampai ke sekolah dan melihat bagaimana keadaan Ila, pasalnya wanita itu yang membuat hati Kiki berdegup kencang tak karuan. Ya, memang begitu lelaki, sekalinya untuk jatuh cinta akan memperjuangkan sebisa mungkin, jika sudah mendapatkannya dan berhasil memperoleh di depan mata, akan dilepaskan begitu saja. Dan kali ini seseorang berdoa agar Kiki tak seperti itu untuk yang kedua kalinya. Mungkin bukan kedua kalinya bagi Kiki, tetapi yang pertama kalinya dan kedua kalinya tersakiti.

Setelah merapikan rambutnya, Kiki berjalan masuk ke kelas Ila, tidak ada seorang pun disana, kosong melompong –pasti Ila belum datang, yakinnya dalam diri.

"Tumben lo dateng pagi Ki?" ujar Eki menatap langsung Kiki di depannya sambil melepas headsetnya, kebiasaannya setiap pagi selalu begitu.

Kiki mendengus sambil melempar tasnya ke arah muka Eki, "Palelu benjol, gue biasa kali dateng pagi, cuma perbedaan waktunya aja yang beda bro"

"Elah lo mah apaan kutil, biasa juga dateng hampir bel belagunya ngalahin Mimi peri" sahut Eki tak terima.

Kiki langsung menoyor Eki, mungkin hanya Eki korban toyoran Kiki semata, "Yang penting gue rajin, dateng ke sekolah buat belajar. Ngga kaya lo, dateng ke sekolah bawa buku dua doang, pulpen modal nyomot, di kelas kerjaannya main Mobil Legend, cita-cita jadi polisi, iya polisi. Tapi, polisi tidur!"

Eki langsung mencak-mencak, "Kalem bro, gue gini karena gue terlalu pinter, gue kasian sama anak kelas kalo mereka kalah saing sama gue. Tar lo juga cengo lagi, gue kerjain semua soal Matematika lo, hehe"

"Serah apa kate lo goblok, btw lo tau rumah Ila ga?" tanya Kiki mumpung ingat, 8 panggilan tidak aktif untuk Ila, entah HP nya mati atau sengaja nomornya ganti untuk menghindari Kiki.

"Ya gatau lah, lo kate gue emaknya apa?" jawabnya ketus, "Eh? Lo mau gebet dia? Tuh kan, lo kecantol dia juga!" tawanya pada Kiki.

"Main fitnah aja lo, dosa! Gue tuh mau ngasih materi ke dia.... yaa.. mungkin dia belum tau materinya?" padahal, Kiki pun bingung mau belajar bab berapa.

Eki mengangguk dan tersenyum devil, "Oh, perasaan lo keamrin puyeng gara-gara ga tau bab berapa deh, kok sekarang sosoan mau ngasih materi?"

"Sialan lo" dengan malu, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Jam pertama sudah berganti, Ara mulai mendesah khawatir, berulang kali ia mencoba menelepon Ila, tetapi hasilnya tetap sama.

Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif....... tutt.......

Dengan kesal, Ara langsung mematikan ponselnya, dan ini panggilan ke 17 kalinya, tak ada keterangan apapun mengapa Ila tak masuk. Ara ingin cepat-cepat pulang dan pergi ke rumah Ila, sebenarnya tak banyak yang Ara ketahui tentang Ila, yang hanya Ara tau adalah Ayah kandung Ila yang sudah meninggal dan Ibunya menikah lagi yang sekarang menjadi Ayah tirinya. Selain itu, Ila tak membiarkan Ara tau –dan Ara juga tak ingin tahu lebih, takutnya jika Ila terganggu dan mulai tidak nyaman. Masalah Deon, Ara juga tau sedikit dari Ila, karena waktu itu Ila pulang cepat untuk mengurusi masalah Deon yang berada di Kantor polisi, dengan begitu –Ila hanya menceritakannya sedikit, seakan hidupnya tak boleh ada yang tau.

Bel istirahat berbunyi sangat cepat, entah ini sudah pergantian jam pelajaran ke berapa, yang penting Ara bisa langsung keluar kelas dan ijin ke BK untuk pulang karena ada masalah pribadi. Disaat Ara membereskan bukunya, Kiki datang tepat di depan mejanya, Ara juga tau kalau Kiki akan khawatir sama seperti dirinya –padahal Kiki pun tidak di anggap siapapun oleh Ila.

"Ila kemana?" tanyanya sambil mengatur napasnya sejenak, Ara memberi kesempatan untuk Kiki bernapas.

"Gue ga tau, di..aa....ga...adaa... kabar"

Kiki menjambak rambutnya kasar, "Sekarang, lo mau kemana?!"

"Eh...gue? hm, kerumah Ila" ucapnya dengan gugup, pasti Ara akan begitu dan jangan heran.

"Gue ikut! Ayo!"

"Tapi......." gelagap Ara yang langsung menyusul Kiki yang lebih dulu meninggalkan dirinya.

"Apa sih? Udah diem, tunjukin aja jalannya, gue mau panggil taksi"

"GUE BELOM IJIN BK! DAN GERBANG DEPAN DITUTUP!" tegas Ara sambil memejamkan matanya dan menyentak Kiki secara paksa.

Kiki menepuk jidatnya, "Oh iya! Udah gini aja, masalah BK besok aja! Dan kita loncat aja lewat gerbang belakang" saking khawatirnya dan rsa ingin tau, ia akan begitu.

"Lo pikir gerbang belakang tingginya sepinggang apa?! Bisa langsung loncat?. Sekarang, terserah lo deh! Gue mau ijin BK!" dengan tampang kesal, Ara berjalan berbalik sambil menghentakkan kakinya tanda kesal.

"Argh! Mau kerumah Ila aja harus debat sama si dugong!" dengus Kiki naik darah.





***



Nah. Penasaran ngga? TBC ya!

IDLINE : rgnerynti

Queen Class [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang