TUJUH

1.5K 71 0
                                    

Ila berjalan jalan malam untuk menikmati udara malam, ia sengaja membeli obat tidur karena susah tidur akhir-akhir ini. Cara terbaik untuk nilainya tetap bagus adalah tidur dengan pola yang baik, tetapi hal itu lama tidak terjadi dengannya. Ayahnya juga sering berkunjung akhir-akhir ini, itu semakin membuat Ila bingung tak karuan, kepada siapa Ibunya di titipkan nanti? Apa yang harus ia lakukan sekarang?. Akhirnya, Ila memutuskan untuk berkunjung ke Club sebentar, menemui Deon dan membicarakan hal ini.

Deon sedang duduk termenung di taman seberang Club, yaa agak jauh dari tempat laknat itu.

"Yon!" panggil Ila tersenyum.

Deon menoleh dan mendapati kakaknya yang sedang membawa kresek berisi botol obat. "Kak Ila kenapa disini?"

Ila duduk di samping Deon, "Jadi, kakak mau titip Ibu sebentar ke kamu"

"Apa?!"

"Kenapa Yon? Ga apa-apa kan?"

"Yaudah, sampe kapan lo pergi?" pasrah Deon.

Ila tersenyum, "Emm, mungkin semingguan"

"Lama banget? Acara apaan sih?"

"Lomba Matematika"

Deon terlihat emosi, "Lomba begituan lama? Lebih mentingin lomba daripada Ibu? Iya?!"

"Bukan gitu Yon, maksud kakak....." teriak Ila dan Deon pun melengang pergi.

Ila tau ini memang sulit, tetapi tak apa, setidaknya adiknya ingin kembali ke rumah dan menjaga Ibunya sesaat. Malam semakin larut, Ila harus bersiap untuk tidur, ia ingat bahwa tadi ia membeli obat tidur dan dengan cepat Ila menelan obat tidur dan merebahkan dirinya di kasur. 15 menit kemudian Ila masih membiarkan matanya terbuka, sangat sulit untuk memejamkan matanya dan terlarut dalam indahnya mimpi, tanpa basa-basi pun ia langsung meneguk 2 butir obat tidur sekaligus.

***

Sekolah mengadakan rapat dadakan untuk murid Jaya Abdi yang mengikuti lomba Matematika, termasuk Ila saat ini yang tergesa gesa berlari menuju ruang Osis. Dengan gerakan kilat, ia langsung membuka pintu ruang Osis, sudah lumayan telat karena menurut perintah dijadwalkan sekitar 10 menit yang lalu.

"Maaf saya telat..." ujar Ila ngos-ngosan.

"Ngga apa-apa, silahkan bergabung La" jawab Agnen, dan rapat dilanjutkan.

"Jadi begini, aturan yang harus kita patuhi disana udah gue siapin dan kalian siap ga siap harus menerima" Agnen mengomandani semuanya, dan membagikan selembar kertas satu persatu dengan cepat.

"Aturan pertama, kalian diharuskan makan tepat waktu di kantin sekolah"

"Bisa dimengerti?" yang lain mengangguk mantap, padahal di lubuk hati terdalam sudah mengatakan sumpah serapah.

"Oke, Aturan kedua. Jika ada pengumuman dadakan untuk berkumpul, kalian harus siap sedia note kecil dan bolpoin"

Lainnya masih mengangguk dan menyimak kertas masing-masing sambil mendengarkan apa kata Agnen,

"Lanjut, Aturan ketiga. Memakai fasilitas yang ada dengan baik, membersihkan asrama setiap hari dan akan ada pengecekkan setiap hari juga, jika ada yang melanggar maka sanksi akan menyusul"

"Dan, Aturan ke empat, yang terakhir tapi berat adalah, dilarang pergi lebih dari jam 8 malam, setelah jam 8 malam kalian masih ada diluar asrama maka sanksi akan menyusul" terang Agnen dan tak menyurutkan semuanya untuk mendengus napas kasar.

"Nen, ga bisa diganti apa ya?" ujar Ruth tak terima.

"Aturan tetap Aturan Ruth"

"Kita berangkat lusa, dan yang sepakat buat ikut lomba adalah Kiki, Ila, Ruth, gue dan Dio" lanjut Agnen menjelaskan dan yang lain mengangguk pasrah.

Setelah keluar dari ruang Osis, Ila merasa sedikit pusing, yah mungkin efek dari obat tidur semalam yang ia telan banyak. Kiki cepat-cepat keluar dan menyusul Ila terlebih dahulu.

"La? Lo sakit?" ujar Kiki menyamai langkah Ila.

Ila tidak menggubris, dan masih terus berjalan.

"Muka lo pucet gitu? Ke UKS yok?"

"Gue ga apa-apa Ki! Ganggu aja sih!" jawab Ila ketus, dan dengan sigap Kiki mendorong Ila menuju UKS, Ila sempat memberontak tetapi apa daya Ila yang lemah dan Kiki yang kuat darinya?

"Apa-apaan sih lo Ki!" gertak Ila sesampainya di Uks.

"Gue cuman mau perhatiin lo doang sih La, emang salah?" Kiki mengambil obat pusing dan segera menyuruh Ila berbaring di kasur Uks.

Ila tetap kekeuh untuk berdiri dan menolak sikap perhatian Kiki, tak mungkin Kiki tulus terhadapnya setelah kejadian beberapa hari lalu tentang lomba itu.

"Gak usah sok peduli sama gue Ki! Udah ah gue mau balik ke kelas!"

Dan seketika, Kiki mendorong Ila sampai terhimpit ke tembok, Ila menatap mata Kiki dengan intens dan begitu juga Kiki yang menatap mata Ila sangat dalam. Ila bingung harus melakukan apa, tubuhnya seketika kaku dan mulutnya tiba tiba bisu.

"Eh, eh sorry... Lo sih dibilangin susah" ujar Kiki sambil mengusap tengkuknya salah tingkah, begitupun dengan Ila yang salah tingkah juga.

"Em.... yaaa...yaudah gue balik aja ke kelas"

"Eits ga bisa, minum dulu obatnya, gue tau lo pusing soalnya keliatan banget waktu di ruang Osis" katanya santai.

Ila meneguk dengan perlahan, Kiki di hadapannya sedang menatapnya penuh jail, dan Ila merasakan seperti di himpit sesuatu besar, sangat tak karuan ditatap seperti itu, apalagi dengan orang yang jelas-jelas membencinya, bahkan Ila pun juga lebih membenci Kiki.

"Gueee.....balik dulu Ki, thanks obatnya" ujar Ila cepat-cepat meninggalkan Uks.

Ila berjalan cepat agar sampai rumah dan mempersiapkan persiapan untuk lomba, ia harus menghubungi Deon juga, agar segera menemani Ibu di rumah. Begitu masuk pagar rumahnya, ia kembali tercengang melihat motor Ayahnya sedang terparkir disana, dengan langkah cepat dan tak memerdulikan sekitar Ila langsung menghambur ke Ibunya. Hal yang biasa terjadi sering terjadi lagi akhir-akhir ini, entah ada gerangan apa Ayahnya selalu datang ke rumah sesering ini.

"Mau Ayah apa!" tanya Ila mencoba melindungi Ibunya yang ketakutan.

"Bilang sama Ibu kamu buat cari uang lebih banyak! Istri cuma bisa nyusahin! Sama saja seperti anaknya!" terdengar parau suara Ayahnya, untuk sekarang Ila tak bisa berpikir jernih.

"Kalau Ayah butuh uang! Kenapa nggak cari sendiri! Kenapa!"

Plak....

Tamparan mendarat di pipi Ila, bahkan tamparan kali ini terkesan lebih biasa daripada sebelumnya, yang artinya tamparan itu terasa biasa karena seringnya mendapatkan tamparan lebih dari Ayahnya.

"Terus yah! Sampai Ayah puas dan nggak ganggu kami lagi! Sudah cukup untuk Ibu!" teriak Ila tak kalah parau dari sang Ibu.

"Anak kurang ajar!" dan saat itu juga kaki Ayahnya melayang untuk perut Ila yang sedang terduduk untuk melindungi Ibunya.

Ibu Ila teriak histeris dan menjambak rambutnya sendiri, lalu pergi ke kamar dan mengunci pintu, Ila yang terkena tendangan itu langsung tesungkur hebat sambil memegangi perutnya, hidungnya yang terkena sepatu Ayahnya juga ikut berdarah. Melihat itu, Ayahnya langsung pergi dengan membawa hasil uang dari Ayahnya yang sudah meninggal, Ila tau bahwa uang itu satu-satunya yang menghidupi mereka selama ini, tetapi dengan serakah Ayah tirinya mengambil harta yang dimiliki Ila untuk bertahan hidup beberapa bulan kedepan.

Dengan lemah Ila bangkit lalu bersender pada tembok sambil membersihkan darah di hidungnya, tangan kirinya untuk memegangi perut yang entah bagaimana rasanya saat ini. Ila merasa jika ada seseorang yang masuk, ternyata itu Deon, dan tepat sekali karena Ibunya sedang teriak histeris lalu Ila tergeletak lemah begitu saja.

Maafin kakak Yon. Sekian kalinya kamu pulang, pasti sesuatu yang membuat kamu sakit sedang terjadi, entah itu Ayah atau Ibu yang membuat kamu sakit, atau juga Kakak yang membuat kamu semakin terpuruk.




Queen Class [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang