DUA PULUH ENAM

931 28 0
                                    

Tetap pada hatimu, dimana hatimu berkehendak maka lakukan-QS


"Oy Tongg, tunggu gue napa!" teriak Kiki sambil memarkir sepeda motornya, jadwal rutin baru Kiki setiap pagi adalah menjemput Ila.

"Letoy banget lo jadi cowo! Cepetan dong!" bentak Ila sambil menghentakkan kakinya. Duh, untung pacar.

"Masyaallah mba, sabar napa, gue masih markir motor, kalau ga diparkir nanti di marahin bapak kepala sekolah." Ujar Kiki mengepet Ila.

"Aduh KI! Mulai deh! Lepas anjrit!"

"Abis, gue gemes liat lo jutek mulu. Rasain dah gue kepetin!" tawa Kiki sambil terus berjalan.

"Mampus!" teriak Ila lalu berlari meninggalkan Kiki.

Kiki mengerang kesakitan, kakinya bukankah pertama kali kena injakan baday Ila, entah keberapa namun tak kebal juga. "Dasar letong! Istirahat mampus lo! Argh.."

Semua murid baru saja tahu, jika Kiki dan Ila sudah sedekat ini, pasalnya dulu Ila paling anti gituan, banyak sih yang deketin tapi ya gitu, ada aja cara buat nolak mereka. Dengan bantuan Ara, semua masalah Ila kelar, cowok yang mengusik kehidupan pribadinya berangsur menghilang dan menjauh, yang tak tulus juga mulai tidak mendekat. Entah, untuk kali ini hanya Kiki yang bertahan. Semoga saja, dia di antara tulus dan benar – benar serius.

"Pagiiiii Raaaa...." sapa Ila dengan senyumnya yang mengembang.

Ara mendongak, kembali tersenyum. "Pagi, tumben semangat?"

"Yailah, orang semangat di katain tumben, orang lesu di katain ngga ada semangat idup. People jaman now"

"Gue tanya dih, sewot amat lo La" sindir Ara.

Siapa yang tahu? Perasaannya pada Agnen bukanlah perasaan suka, namun perasaan kagum yang tumbuh ketika ada di dekatnya. Dan, Ara masih tetap sama, masih berangan untuk mendapatkan Agnen. Begitulah hidup, jika ada yang di perjuangkan, maka harus ada yang kehilangan.

Ila ngakak, "Hahaha, ya maaf deh."

"Eh, btw, lo udah jadian? Deket banget keliatannya, bukannya dulu Agnen yang deket sama lo?" selidik Ara mengintimidasi Ila.

"Lah? Napa lo kepo Ra?"

Ara memalingkan wajahnya tanda tak suka, sahabatnya itu selalu begitu, mudah menyerah, tak ingin ngotot untuk ingin tahu lebih. "Yaudah sih, lagian lo bukan anggep gue temen lagi kan ya."

"Eh gitu aja ngambek, iya gue ceritain, tapi mulut lo jangan berandalan keceplosannya."

"SIAP!" teriak Ara bahagia.

Eki dan Rizal sedang sibuk, mereka bertarung, teriak – teriak sendiri, emosinya naik turun, membuat orang lain takut mendekatinya. Ya, mobil legend-lah satu – satunya game yang mampu membuat dunia dan seisinya tak ada apa – apa. Dan begitulah, Devon dan Kiki selalu bercengkrama sendiri. Lebih tepatnya sih, Kiki cocok dengan Devon, tetapi Eki dan Rizal-lah yang selalu melengkapi. Perbedaan itu indah bukan?

"Bangsuttt....." geram Eki sambil menendang kursi di depannya.

Rizal terbahagia sekarang. "Yaudah kali, anak soleh mah udah keliatan"

"Anjir lo, curang tadi, bentaran nyokap gue telpon njer. Lo gedek bener seenak jidat"

"Itu urusan elo, mau nyokap lo telpon, bokap lo e-mail, yang penting gue tetep main" sewot Rizal tak mau kalah.

Lalu, dengan kekuatan bicaranya, Eki membalas dan menggepuk kepala Rizal. "Gue ga mau tau! Gak adil!"

"Woy jaran! Ngapa lo pukul gue anjer!" Rizal tak mau kalah, lalu menggepuk balik kepala Eki.

Bayangin, segede gitu masih aja kaya bocah.

"YA pokoknya ga adil! Udahan! Lo juga harus kalah!"

Rizal melotot, matanya hampir keluar. "Mana bisa?! Enak aja lo! Emang ini dunia milik lo?"

"Gue kalah gara – gara elo bangsut!" Eki masih saja tak terima.

"Kenapa gue bego! Jelas – jelas nyokap lo telpon! Dongo banget jadi bocah!"

Luna yang ada di depannya terusik, cewek itu selalu saja mendapat masalah dengan mereka berdua, kalau ga Eki ya Rizal, sama – sama nganjingin sih.

"WOY!" ujar Luna sambil menggebrak meja, membuat keduanya terdiam dan pongo.

"Bisa diem ga! Mau? Gue lempar pake sepatu baru gue?!" teriak Luna, padahal hanya terpaut dengan meja saja.

Lumayan, sepatu baru Luna ada heels-nya, walau dikit doang tapi kayanya manteb buat di gepuk ke kepala Eki dan Rizal.

"RASAIN LO! KENA KAN SAMA MAK LAMPIR!" ucap Devon keras, Kiki hanya terkekeh pelan, ada saja perbuatan temannya yang membuat mak lampir kelasnya marah.

Eki terkekeh pelan. "Ampun Lun, noh si Rizal yang bikin rame"

Rizal membelalakkan matanya, tak terima. "Apaan anjing, kok gue?! Elo tuh!"

"Lo lah! Lo yang curang! Temen bukan?!" wah kalau udah nyangkut tentang game dan teman, udah susah nih.

"Lah? Kenapa di sangkut pautin sama yang laen sat!" Rizal tak terima, Eki selalu saja membuat onar.

Luna berteriak kembali, "WOY BABIK! Gue udah bilang kan? Jangan berisik! Malah di lanjut! Budek?!"

Keduanya menyengir. "Heheh, sorry ya Lun..."

"Elo sih!"

"Ya elo lah Ki!"

"MULAI LAGI?!"

"Kaga Lun, astagfirullah"

Jitep dah lu berdua hahahak!

"Jadi, lo udah jadian?" tanya Devon, aslinya dan aslinya sih Devon malah yang merencanakan, dan akhirnya berjalan mulus. Tetapi ternyata malah Kiki yang menjadikan Ila pacar duluan, padahal permintaan Devon ke Ila adalah Ila yang harus menarik Kiki dengan berbagai cara.

Syukurlah, Ila tidak bersusah payah melakukan hal itu. Demi apapun, ternyata Alda perlahan ingin membunuh Kiki. Perkataan Alda benar, bahwa ia akan menjadikan Kiki jatuh cinta lagi padanya, jika Kiki sudah memiliki kekasih, maka Alda akan melepaskan, tetapi jika Kiki masih sendiri, Alda akan bertindak. Bagaimanapun Alda tetap tak berani, tak ada yang tahu dengan jalan pikirnya.

Mungkin, Alda ingin Kiki bahagia, tetapi cara yang di pikirnya salah.

Ila, sudah tahu akan alasan yang di berikan Devon, Ila menyanggupi secara fisik, secara batin mungkin ia akan terluka. Bahwa Kiki, masih memiliki perasaan pada Alda. Maka dari itu, sekarang Ila hanya bisa mendukung Kiki dengan cara terus berada di dekatnya.

"Udah, dan lo tau dia mau nerima gue gara – gara apa?" cengir Kiki pada Devon.

"Apa?" selidik Devon, jangan sampai itu membuat Ila tak nyaman.

"Karena gue mau nerima maafnya kalau dia jadi pacar gue"

"Jadi, Ila nerima lo gara – gara itu?" tanya Devon khawatir.

Kiki mengangguk. "Lagian, gue bimbang, gue ga tau, gue belajar buat ngga berengsek. Tapi, Alda masih kebayang di pikiran gue"

Devon menepuk bahu Kiki. "Lo akan tahu pada akhirnya Ki"









TBC

Vote & comment!

withlove,

ICha

Queen Class [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang