DUA PULUH DUA

863 35 2
                                    

Menangislah.
Jika itu mampu membuat rasa sakitmu mereda. Setidaknya sedikit-QS


Sasa tersenyum melihat kedatangan Kiki lagi, Sasa pasti tahu kalau Kiki tidak akan pernah meninggalkannya, begitu pula dengan Sasa yang tidak akan pernah meninggalkan Kiki. Untuk saat ini itu hanyalah opini teruntuk mereka berdua.

"Ada apa Ki? Kenapa?" tanya Sasa penuh heran. Pasalnya Kiki berwajah lelah dan kusam, seperti tak ada semangat hidup.

"Lo. Tau Alda?"

Sasa sedikit berpikir. "Ah iya, Alda mantan kamu kan?"

Kiki mengangguk, pasrah, entah ada hal apa yang membuat perasaannya kembali goyah. "Gue takut kalau dia rebut kebahagiaan gue sama lo dan sama temen - temen gue"

"Kenapa takut Ki?"

Kiki merepalkan tangan, kembali mengingat kalau dia akan berusaha menjaga perasaan itu, perasaan yang dulu pernah ada di Alda dan dirinya.

"Gue takut.."

Sasa tersenyum, memberi semangat. "Jangan takut, perasaan bisa berubah seiringnya waktu. Kalau perasaan kamu udah ngga ada buat Alda, kenapa harus dipaksa?"

"Sa, gue cuma takut kalau dia bertindak bodoh untuk melukai orang terdekat gue"

"No. Alda baik, aku tau dia, kamu tau dia. Ngga ada yang berubah" tegas Sasa memastikan dan membuat Kiki tenang.

Kiki memeluk Sasa, mengucapkan sebuah kata manis yaitu Terimakasih, tanpa Sasa disisinya pastilah dirinya akan terpuruk, tak tahu akan mengeluh kepada siapa.

"Ila gimana?"

Kiki tersentak, melepas pelukannya ke Alda. "Eh?"

"Iya. Kok eh? Dia gimana?"

"Kesalahan terbesar gue adalah kepengen tahu kehidupan dia Sa, apa gue salah?"

"Ya ampun sejak kapan sahabatku yang satu ini melow? Hahaha, tenang aja, perempuan itu kepengen dijaga, kepengen seseorang yang disayang itu tau tentang kehidupannya. Jadi, Ila pasti ngga marah, dia cuma kesel, kesel atas sikap kamu yang terlalu freak deketin dia dengan cara begitu" Sasa tertawa lepas, melihat temannya ini sedang gelisah.

Tenang saja. Sasa dan Kiki tidak memiliki perasaan apapun, hanya sebatas teman, dan mereka tahu cara berteman yang baik. Seterusnya akan begitu, dan juga mereka sudah membentengi diri sendiri untuk tidak suka satu sama lain. Sejujurnya, Sasa pernah mengagumi Kiki, tetapi ia tahu bahwa itu hanya perasaan suka terhadap teman yang baik, selebihnya ia ikhlas dan melepaskan perasaan tersebut. Dan Kiki? Ia sayang terhadap Sasa, melebihi dari seorang teman.

Apa kalian tahu akan kalimat tersebut?

"Gue harus?" Kiki menaikkan alisnya sebelah.

"Yaudah deketin Ila sewajarnya, jangan kepoin doang tapi ya bantu."

Di lain sisi Ila melayani pelanggan, sore ini sangat membludak, bahkan tidak seperti biasanya, mungkin malam ini ia akan kelelahan.

"Ila, gue pesen milkshake coklat satu ya!" kebetulan yang pesen Devon, Ila mengangguki.

Setelah membuat pesanan Devon, Ila mengantarnya, bertemu dengan Devon bukanlah suatu hal yang buruk, temannya Kiki itulah notabenenya, dan seketika ia ingat Kiki walau hanya sekilas.

"Thank's ya La" dan dibalas senyuman dengan Ila.

Tak terasa jam kerja Ila sudah habis, waktunya ia pulang di hari yang begitu malam, dan betapa terkejutnya Ila sewaktu Devon masih berada dikursinya tadi. Saking sibuknya Ila, ia tak menatap setiap pelanggan, begitulah ceritanya.

"Loh, Devon, Lo masih disini?" kaget Ila menghampiri Devon.

Devon mengangguk. "Iya, kenapa?"

"Ah engga, perasaan udah dari tadi sore deh disini?"

Devon terkekeh. "Iya rencananya gue mau ajakin lo ngobrol, eh malah keduluan sama pelanggan"

Ila bergumam sedikit. "Oh, jadi ada perlu sama gue? Hal apa?"

Mereka mengobrol di cafe yang sama, saling memperhatikan, tapi tak menunjukkan wajah suka.

"Tapi itu bukan urusan gue" ucap Ila nge-gas.

Ia tak tahu perasaannya kepada siapa kini. Agnen atau bocah itu.

"Gue minta tolong La. Untuk kali ini aja"

"Hah. Untuk kali ini tapi kalau udah keterusan ya bukan untuk kali ini aja" desis Ila kesal

Devon tahu perasaan Ila. Sewajarnya ia berkata begitu.

"Kenapa bukan dia langsung yang bilang? Dan malah lo?"

"Gue bikin rencana ini sama yang lain. Dia ngga tau." ujar Devon memastikan Ila.

"Apa dia tau kalau mantannya bakal berbuat kaya gitu?"

Dengan tatapan tajam, Devon berusaha menjelaskan lebih detail. "Iya, gue tahu karena bokap gue sama nyokapnya sahabatan."

"Oh..."

"Jadi, lo mau?" tanya Devon lagi.

Ila tak paham ia tak mau menanggung resiko ini semua. "Gue ngga minat"

"Laa, tolong, ini mau gue sama temen - temen ngebuat dia bahagia,"

"Tapi, lo salah, lo ngebahagiain dia dengan cara kebohongan" serobot Ila.

Devon mengetuk kubu jarinya di meja, memutar otak sehingga Ila mau menerima rencana ini.

"DEV, denger ya, gue ngga mau tanggung resikonya, gue belum kelar selesaiin masalah gue, kenapa gue harus bantu masalah orang?"

"Sorry, gue ngga bisa" Ila hendak beranjak pergi, tetapi ditahan oleh kata - kata Devon yang menusuk hatinya.

"Sebagai gantinya, gue sama yang lain jagain ibu lo 24 jam. Deal?"

Ila berbalik, menatap tajam Devon. "Apa?"

"Iya La, ini gantinya, kita adil, lo bakal bahagia dan Kiki juga bahagia. Lo ngga jahat, gue sama yang lain juga ngga jahat. Tapi ini cara satu - satunya biar dia bebas dari masa lalunya. Apa lo ngga tergerak untuk bantu temen yang udah bantu lo juga?" blam!

Itulah yang Devon ucapkan. Membuat Ila sedikit menimbangkan perkataannya.

"Oke kalau gitu. Deal, demi ibu gue dan demi sahabat lo"














Tbc.

Hola! Icha kembali! Apa kabar di tahun 2018? Apa kalian sehat? Semoga ya aamiin.

sorry for belated update, karena saya sebentar lagi mau UNBK huhu. Iya saya mau naik SMA, masih kecil banget kan.

yaudah kalo gitu jangan lupa vote & comment.

Arigatou!

Queen Class [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang