DUA PULUH

1K 38 2
                                    

Aku tahu dimana harus memporsikan perasaan ini pada tempatnya, dan pada akhirnya aku tahu bahwa porsiku hanya muat untuk dirimu. Dan sekarang aku sedang merasakan porsi itu dengan semestinya. ~apa kalian paham akan kalimat ini?

"Sa..."

Gadis itu menoleh, ke arah sosok laki – laki berwajah putih, bermata elang, alisnya tebal, bibirnya berkata bak seorang malaikat.

"Kenapa Ki?"

Kiki tersenyum, gadis itu memang tak pernah hilang semangat, hidupnya selalu di ambang kesenyuman. Tawa renyah selalu Kiki dengar dari mulutnya, matanya berwarna gelap, sangat teduh.

"Udah nggak marah lagi kan sama aku?"

Cekikikan itu keluar dari mulut Sasa. "Haha, kaya anak kecil pake marah. Btw, gimana keadaan temen kamu yang sakit itu? Udah baikan?"

Sasa, gadis malang yang ditinggalkan ibunya seorang diri, tak tau dari mana ia berasal. Semenjak, Alda pergi ke London, Kiki hilang arah tak tau kemana dan alhasil tak sengaja bertemu Sasa di trotoar guna membantu ibu yang dagangannya jatuh. Dan, spontan Kiki terulur juga untuk membantu, matanya tertuju dengan mata Sasa. Dengan adanya gadis itu, Kiki sejenak melupakan Alda. Iya, dia mudah menjatuhkan hati.

Kiki mengangguk. "Iya udah, tapi aku ngga tau sekarang dia dimana"

"Lah? Gimana sih? Jadi laki itu yang tanggung jawab. Mau bawa pergi eh ga mau bawa pulang"

Iya. Dan lo selalu khawatir sama gue Sa.

"Iya iya, rencana sih aku mau kerumahnya"

Sasa bangkit dari duduknya, menggeret Kiki berdiri dan mendorong cowok itu dengan kasar. Menyuruhnya pergi menemui gadis sakit itu.

"Eh apaan." Kekehnya "Yaudah aku pulang, jaga diri baik – baik dan jangan sampe kangen" lanjutnya sambil mengacak rambut Sasa.

Kiki pergi dengan motor hitamnya membelah jalanan sore ini. Ila, itu di pikirannya dan ia bingung akan hal semacam ini. Sasa, ia adalah teman sekaligus keluarga yang bisa Kiki temui setiap saat, Alda ia masa lalu Kiki yang pantas untuk di lupakan dan Ila entah saat ini ia apa. Sungguh, perasaannya dibagi dua, namun ini bukan cinta. Ia tersadar akan Sasa dan ia sungguh penasaran dengan Ila.

Rumah luas dengan pagar lama itu tertutup rapat, terkesan tidak terawat, dan siapapun yang melewati rumah itu pasti tau akan ketidak harmonisan keluarga di dalamnya. Kiki masuk, mengetuk pintu berulang kali, tak ada jawaban dan tak ada sahutan, hanya decit burung yang terdengar dan embusan angin yang terasa.

Entah keberapa kali, ia penasaran dengan Ila. Selalu dia.

Nomor yang anda tuju-

Kiki mendesah, ia tak mengetahui segalanya tentang gadis itu. Ia hanya pernah mengajak jalan disaat bosan, ia hanya pernah menjahili Ila, ia hanya pernah melirik gadis itu dan ia hanya pernah tersenyum saat gadis itu mampu membuatnya penasaran.

Untuk saat ini, lagi – lagi ia tak tahu harus berbuat apa.

"Lo kemana aja ih! Lo ngga tau kalau gue udah dilema ngga mikir lo tar kalau lo kenapa – napa gimana terus gue harus ngapain" napasnya tak beraturan, mulutnya mengocehi gadis di sampingnya.

Ila terkekeh. "Haha gue baik – baik aja, kemarin sih kurang sehat. Btw, cerocosan lo cocok di jadiin novel Ra"

"Ena aja lo kalau ngomong. Dan, Kiki khawatir sama lo" bisik Ara pelan, tak ingin siapapun terdengar. Masalahnya, teman – teman sekelasnya hobby ghibah.

Queen Class [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang