SATU

3.1K 109 0
                                    

"Wuihh!!! Queen Class dateng bro!"

"Etdah, mana?"

"Tuh!"

"Makin cantik aja sih La!"

Bis antar jemput SMA Jaya Abdi sudah berhenti di depan gang rumah Ila. Ila berjalan biasa sambil menggendong tas ranselnya dan masuk kedalam bis. Pemandangan seperti ini sudah biasa ia lihat setiap pagi berangkat sekolah, seperti biasanya teman temannya selalu mensanjung dirinya yang tak ada apa apanya. Mungkin hanya dengan julukan Queen Class, bisa merubah segala yang ada.

Sorot mata temannya terutama laki laki, mengarah padanya, dan ini yang paling membuat orang lain iri pada Ila, dan Ila tak suka itu. Ara sudah stay di kursi favoritnya, segeralah Ila menyusul dan duduk di samping Ara.

Selalu saja, Ara dengan tampang gembulnya dan kepalanya disenderkan ke dekat jendela untuk tidur sebentar. Ya, Ara mempunyai berat badan lebih daripada Ila, pipinya gembul dan memakai kacamata, tetapi Ila tak mempermasalahkan sama sekali. Terkadang , terlalu peduli hanya membuat sakit.

"Fans lo makin bejibun aja deh La"

Ila terduduk disamping Ara sambil tersenyum. "Yang tulus paling juga dikit"

"Kebiasaan deh, kenapa selalu cuek sih La? Padahal mereka semua itu peduli sama lo" Kelihatannya sepagi ini Ara emosi, dan mulai menegakkan kepalanya kembali.

"Mereka bukan peduli, tapi terobsesi"

Ara terdiam, kalau sudah begini apa boleh buat? Selalu saja Ila bisa mengalahkan segala omongan yang dilontarkan.

"Beauty and the beast banget! Asli hahaha!"

"Ngaca dong, jangan berdiri di samping Queen Class!"

Ara terus berjalan di samping Ila, banyak sindiran datang jika dua orang ini sedang keluar kelas bersama untuk istirahat. Awalnya, Ila tak peduli, tetapi makin lama makin melunjak, dan terkadang sikap peduli sedikit -mungkin lebih baik.

Ila berbalik, mendatangi tiga orang perempuan. "Hai, perbuatannya bisa diperbaiki gak? Maaf, yang kesinggung bukan Ara, tapi gue. Karena Ara adalah temen gue, gue yang lebih sakit dari pada dia. Ngerti? Ya, itu sih kalau lo mau berpikir"

Tiga perempuan itu terdiam, menunduk dan tak berani berkata. Mungkin selama ini kebanyakan orang begitu. Tak berani berkata di depan, jika ada yang masih seperti itu, tolong diperbaiki lagi.

"Gue permisi" Ila tersenyum dan pergi meninggalkan tiga perempuan yang sudah tertunduk malu.

Ara mengunyah bakwan-nya, mulutnya bergoyang, pipinya naik turun, sambil berkata. "Aphhha... yangg lo lakhuiin sih La?"

"Ditelen dulu, ga baik."

"Hng... Jadi, apa yang lo lakuin sih?"

Ila menusuk siomay-nya. "Apanya?"

"Lo marahin mereka?"

Ila mengedikkan bahu. "Kalau udah tau, kenapa masih tanya?"

"Memastikan doang"

Ila mengangguk sambil melanjutkan makannya. Selalu begitu, tetapi, Ara sangat beruntung memiliki Ila.

Bel masuk tanda istirahat selesai menggema, Ila berjalan disamping Ara, tatapan itu sudah biasa, bahkan ada yang terang terangan bicara di depan mereka berdua. Ara terkesan takut dan Ila tak akan pernah membiarkan itu terjadi. Dengan gaya biasa, Ila memasukkan kedua tangannya kedalam saku rok, sedangkan Ara berjalan biasa sambil menundukkan kepala.

"Heh gembul! Lo pindah gih! Gue mau duduk sama Ila!" Ujar Adoy sambil menyentak Ara.

"Tetep disini Ra" ujar Ila dengan tatapannya tertuju pada buku.

"Awas aja ya lo mbul!" jawab Adoy yang tak terima karena Ara lebih mendengarkan apa kata Ila.

Ara mengembuskan napas pelan. "Mending gue pindah aja deh La"

Ila terdiam, kalau seperti ini berarti tandanya Ila sedang badmood atau kesal.

Sikap Ila selalu dingin dengan orang yang mengganggu dirinya, dan seketika ia bisa luluh atau lembut jika orang itu berusaha baik padanya. Ila tau, jika julukan dirinya di kelas mungkin terlalu tinggi, tetapi sama saja, itu semua tetap sama, jika pada ruang lainnya ia merasa di rendahkan.

Ila berjalan sepanjang gang, ia memasukkan tangannya kedalam saku rok, tapakan sepatunya terdengar –itu karena saking sepi daerah lingkungannya. Sudah ada keluarga yang menunggu dirinya dirumah, sebenarnya bukan menunggu melainkan merampas, merampas semua hak dirinya yang tak pernah ia dapatkan.

Kriekkkkk.......

Bahkan untuk pagar seperti ini pun merasa sakit jika dipaksa untuk terus di dorong, apalagi dirinya yang harus menahan semua sakit yang ia dapatkan cuma cuma.

"Kemana aja kamu Laaaa!!! Baru pulang?! Kelayapan? Hah?!!!" Ila menutup mata begitu mendengar teriakan Ibunya dari depan pintu.

"Maaf bu, tadi Ila kerja kelompok sebentar"

Plakkk.........

"Adik kamu keliaran kemana?! Dan kamu masih sempet buat pergi pergi segala macem?!" Teriak Ibunya di depan Ila sambil menoyornya.

Sudah biasa, mungkin –diam adalah cara terbaik untuk menenangkan perasaan. Dan ini yang disebut Queen Class diluar sana?

Ibunya menendang kakinya sampai Ila terduduk dilantai, dan menjambak rambut anak kesayangannya ini –dulu mungkin begitu.

"Maafhh...bu...." Ujar Ila sambil sesenggukan, percuma jika semua suara ia habiskan, nyatanya Ibunya akan tetap begini.

"Maaf La, tapi Ibu ga suka kamu begini! Ibu gak mau kamu seperti adik kamu!" ujar Ibunya sambil pergi berlalu.

Ila masih terdiam dan menahan air mata, lalu beranjak berdiri dan berjalan sempoyangan, fisik Ibu memang sehat, jiwa dan raga juga tak apa. Tetapi terkadang, cara menyampaikannya yang selalu salah.







***









TBC

Queen Class [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang