(8) Kenyataan Pahit...

40.8K 1.9K 26
                                    

Saya mau minta maaf karena kemarin saya gak bisa update. serius pertama, saya lupa kalau kemaren itu senen (efek keasikkan libur), kedua saya nggak bisa buka watty kalo lagi asik di ajak wara-wiri sama pacar nonton kontes burung sama keliling pasar burung ( Efek punya pacar penggila burung). jadi.. untuk menebus kesalahan saya yang mungkin tak termaafkan akhirnya saya pilih update hari ini, semoga tidak mengecewakan ya...
Jangan lupa vote & komennya, otreeeee

Kecup sayang,

bebyZee

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Emily terus berjalan menuju mobilnya tak menghiraukan teriakan seseorang yang terus saja meneriaki namanya sejak ia keluar dari Hall.

                “EMI!! BERHENTI!!”

                Berhenti? Memangnya kau siapa bisa memerintahku seenaknya, sewot Emily membatin. Ia terus berjalan ke arah mobilnya yang terparkir sejak pagi di basement Hall.

                “EMILY!! KU MOHON BERHENTI!!!”

‘Ayolah Emi.. kau berhenti saja, dia pasti punya alasan yang jelas mengapa dia bisa berduaan dengan wanita itu.’

                Suara-suara di kepala Emily menyangkal semua batinnya yang saat ini memang memilih untuk mementingkan egonya. Ya.. sejak ia berurusan dengan Alvero Syah Jibran, Emily praktis berubah menjadi wanita yang lebih mementingkan kepentingan orang lain tidak seperti Emily beberapa bulan yang lalu yang egois dan tidak pernah peduli urusan orang lain.

                Emily menekan automatic key mobilnya lalu memasukkan tas dan beberapa barang-barang keperluaannya di jok belakang sedan BMW putih miliknya.

                “Emily kita harus bicara,” ujar Vero yang ternyata berhasil mencekal lengannya dan membuat Emily kini benar-benar menatap pria itu. Tatapan membunuh yang sejak beberapa saat yang lalu ia pasang kini ia tampilkan kembali dihadapan Vero yang tak henti-hentinya membuat hidupnya berantakan.

                “Bicara apa? apa yang mau kau bicarakan?” tanya Emily dengan nada jengkel. Vero terdiam sambil mengatur nafasnya yang ngos-ngosan sehabis mengejar Emily.

                “Kau pasti salah paham bukan soal wanita di koridor itu dan perkenalan kita tadi di depan Farid dan Fahrani,” jawab Vero yang mengakui beberapa kesalahannya. Emily mendengus sebal lalu menampilkan senyum mengejek dihadapan Vero.

                “ Dengar Alvero Syah Jibran sang CEO ternama, kau tahu jelas kalau kita tidak pernah memiliki hubungan spesial apapun termasuk berteman, itu sudah menjelaskan kalau aku tidak butuh penjelasan apapun darimu, aku bukan pacarmu atau bahkan istrimu yang harus merengek minta penjelasan. Aku hanya partner kerja adikmu. Ingat itu!” jelas Emily yang membuat cekalan tangan Vero perlahan terlepas. Tatapan pria itu berubah, ia tak lagi menatap Emily dengan penuh permohon.

                Vero kini menatap Emily dengan mata sayu dan senyum meringis.“Ya… kau benar, nggak seharusnya aku capek-capek mengejarmu seperti ini, kita bahkan tidak berteman, Ya.. kau benar, kalau begitu permisi,” Vero pun beranjak pergi setelah mengatakan apa yang seharusnya ia katakan dan Emily hanya bisa terpana dengan tubuh melorot hingga ia terduduk disamping mobilnya. Matanya memanas dan air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.

                Emily menangis..

untuk pertama kalinya..

karena dia.. Alvero..

****

                Vero masih bergeming di dalam mobilnya setelah perdebatannya dengan Emily beberapa saat yang lalu. Sejak wanita itu berhasil melukai ego-nya sebagai laki-laki yang tidak pernah mengemis cinta pada siapa pun. Vero kembali mengingat ekspresi Emily ketika memaparkan semua kenyataan padanya. Kenyataan bahwa mereka memang tidak memiliki hubungan apa pun bahkan untuk sebuah pertemanan.

The True Desire ( Jibran Series )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang