(19) Penolakan!

31.3K 1.7K 35
                                    

Hai..Hai..Hai..

Maap ya kemaleman update-nyaa, tapi hari ini saya update agak banyakan kok! #ngeles

Semoga tetep suka dan mau membagi Vote, Komen dan Semangatnya untuk saya.

Silahkan dinikmati,

Love, bebyZee

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Malam ini Emily menghabiskan malamnya dengan secangkir kopi buatan Kevin. Ia tergila-gila dengan kopi buatan Kevin yang memiliki citra rasa yang luar biasa. Emily kehilangan kata-kata saat pertama kali ia datang ke kafe ini dan menyicipi kopi tersebut. sejak saat itu Emily jatuh cinta pada apapun yang dibuat oleh Kevin.

Kevin berjalan menghampiri Emily sambil tersenyum. Wajahnya terlihat sumringah membuat dahi Emily berkerut penasaran.

                "Kau masih lama disini?" tanya Kevin sambil membenahi kemejanya di bagian lengan. Emily mengangguk.

                "Aku tinggal nggak apa-apa kan?"

                "Kau.. mau kencan ya?" tanya Emily dengan nada menyelidik. Kevin hanya tersenyum simpul lalu meninggalkan Emily sambil melambaikan tangan.

Emily tertawa kecil melihat tingkat laku Kevin. Rasanya sudah saatnya sahabatnya itu memiliki pendamping dan Emily berdoa agar wanita yang memikat hati Kevin bisa membuat pria itu bahagia.

Emily menyeruput kopinya sambil bersandar pada punggung kursi. Mencoba menikmati setiap kesendirian yang selama ini selalu menemaninya. Seminggu yang lalu sejak terakhir ia menghubungi Skype Vivian. Ia tidak pernah lagi berkomunikasi dengan Vero. Pria itu seakan lenyap bagai di telan bumi. Tapi Emily yakin pria itu disana pasti bisa menjaga hatinya. walau terkesan naïf tapi saat ini Emily mencoba untuk mempercayai Vero.

Ingatan Emily berputar lagi saat Vivian yang menelponnya tak lama setelah ia berbincang dengan Vero. Vivian menjelaskan tentang pernikahannya yang serba dadakan. Pria yang menjadi suaminya adalah Ghanim Azman. Emily melotot terkejut saat mendengar Vivian menyebut nama pewaris tahta kerajaan bisnis keluarga Azman yang sempat menjadi klien mereka.

"Kau luar biasa Vi." Puji Emily tulus. Vivian merona dan tersenyum.

"Terima kasih, semoga kau menyusul Emi."

Sejak saat itu Emily sedikit demi sedikit mulai memikirkan topik tentang pernikahan. Tahun ini ia menginjak usia 30 tahun dengan  statusnya yang  masih sendiri. Emily tersenyum miris menyadari fakta menyedihkan itu. Mata Emily mengelilingi seluruh kafe yang malam ini terlihat ramai oleh para muda-mudi. Semua yang datang rata-rata pasangan kekasih yang terlihat asik memadu kasih dengan saling bertukar canda dan tawa. Sesekali ada yang terlihat tegang karena amarah tapi ada juga yang terlihat biasa-biasa saja. Kali ini Emily tersenyum lebih lebar. Ia ingin merasakan hal itu. berjalan sambil berpegangan tangan atau menikmati kopi bersama dengan mata saling memandang. Semua terlihat sederhana tapi membuat hati Emily menghangat karena bahagia.

Emily mengingat pertemuan pertamanya dengan Vero hampir dua tahun yang lalu. Ciuman pertamanya yang berhasil direbut oleh pria itu membuat Emily sempat kesal dan murka. Kehidupan yang biasa ia jalani seorang diri telah diobrak-abrik oleh pria asing yang kini tengah mengisi relung hatinya.

                Bagaimana pria itu tersenyum padanya saat berhasil membuat Emily kesal. Bagaimana pria itu mensabotase dirinya semudah ia membalikkan telapak tangan. Tanpa Emily sadari ia menyukai semua itu. dan setahun tanpa kehadiran pria itu rasanya neraka baginya. Emily tahu bahwa dirinya telah terpikat pada sosok tampan dan gagah pria itu. tapi mulutnya masih terasa kelu untuk mengakui bahwa ia telah jatuh cinta. Ia jatuh cinta pada Alvero Syah Jibran. Kakak dari sahabatnya sekaligus pria yang pertama kali berhasil mencium bibirnya.

The True Desire ( Jibran Series )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang