Maaf ya kalau update-nya sore banget, maaf juga karena tulisan saya makin gaje, mendadak gairah nulis saya berkurang. apa saya butuh refreshing? apa saya butuh ketemu Ghanim biar tahu apa yang saya mau? *Plaaak* #makinngaco
Bab ini masih Bab Galau, kamis nanti mungkin baru ada perubahan mood saat Vero pergi ke Turki. oke deh tanpa berlama-lama, silahkan dinikmati ^_^Love,
bebyZee
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Vero berjalan terhuyung menuju mobilnya. Fikirannya dipenuhi oleh sosok wanita yang baru saja mengancamnya. Ya.. ia di ancam untuk tidak lagi menghubungi wanita itu. Tapi bagaimana bisa? Hari-hari bosannya hilang berganti keceriaan yang menyenangkan jika berada disisi wanita itu.
Tangan Vero mencoba menekan tombol automatic key mobilnya tapi tidak bisa. Tangannya bergetar dan tubuhnya melorot jatuh tepat disamping mobilnya. Kedua lututnya ditekuk setengah dan ia menundukkan wajahnya seolah tengah menutupi betapa rapuhnya seorang Alvero Syah Jibran.
“Sialan kau Emily,” Ucapnya lirih.
****
Vivian menatap wajah Kakaknya dengan dahi berkerut saat sambungan Video callnya tersambung. Dia tidak pernah melihat wajah Vero sefrustasi itu selain saat Ayah mereka meninggal. Vivian mencoba menerka-nerka, apakah sang Kakak sedang patah hati? Atau sedang ada masalah di perusahaan sampai kakaknya terlihat sangat berantakan dan membuatnya cemas.
“Kakak kenapa? Ada masalah di perusahaan Ayah?” tanya Vivian dengan nada khawatir. Vero berusaha merapikan tampilannya. Rambut yang acak-acakkan serta janggut yang tak di cukur sudah pasti membuat siapa saja yang melihatnya akan bertanya hal yang sama seperti Vivian.
“Aku baik-baik saja Vi, Ibu gimana?” tanya Vero mencoba mengalihkan pembicaraan. Vivian melirik kea rah pintu.
“Ibu baik, sedang ngobrol sama Bibi Rahmah, Kakak jadi kan lebaran di sini?” tanya Vivian mengingatkan janji sang Kakak yang mengatakan akan menghabiskan libur lebaran di Turki.
“Pasti, Aku rindu Ibu dan tentu saja kamu, gimana kuliahmu? Lancar?” Vivian tersenyum lebar lalu menganggukkan kepalanya.
“Lancar kak, aku juga rindu kakak, Ibu apalagi setiap hari selalu cerita gimana ya Kakakmu, gimana ya.. makananan Kakakmu, gimana ya.. kakakmu laku nggak ya.., selalu seperti itu setiap hari,” ucapan Vivian yang menirukan gaya Ibunya membuat Vero tertawa.
“Ya.. selalu seperti itu, ketakutan sekali kakakmu ini tidak laku, tenang saja, kalau sudah saatnya Kakak akan bawa calonnya ke hadapan Ibu,” sahut Vero dengan senyum yang sedikit membuat perasaan Vivian tenang.
“Beneran ya Kak, nanti aku bilangin ke Ibu kalo kakak udah punya calon,” sahut Vivian sambil terkekeh.
“Kita lihat saja nanti,” Vero pun mengedipkan matanya pada Vivian yang membuat adiknya tertawa terbahak dibuatnya.
****
Vero menutup dokumen terakhir yang harus ia tanda tangani. Sudah hampir sebulan sejak pertemuan terakhirnya dengan Emily dan Vero lebih memilih menghabiskan semua waktunya dengan kesibukan di kantor dan sesekali pergi ke Pub untuk menikmati suasana yang lebih rileks.
“Pak, Jasnya mau di taro dimana?” tanya Melanie –Asisten Pribadi Vero- saat memasuki ruangan Vero.
“Di restroom saja, habis ini saya langsung ganti kok, kamu bisa pulang Melanie, maaf harus merepotkanmu mengambilkan Jas saya,” jawab Vero.
KAMU SEDANG MEMBACA
The True Desire ( Jibran Series )
RomanceNote : Open Private Alvero Syah Jibran adalah pria perfeksionis yang mendadak hidupnya terasa hambar. ia bosan dan jenuh dengan kehidupannya setelah di tinggal adik dan Ibunya yang memilih menetap di luar negeri. tapi Vero mendapatkan sedikit hibura...