03 Kano dan Vean

24K 1.4K 71
                                    

Lalu aku bisa apa ketika kau tak pernah luluh dengan segala caraku?

Awan sudah mulai gelap tapi perempuan itu belum juga beranjak dari tempatnya. Ia masih menangis memikirkan tentang semua perbuatan dan perkataan Dave selama ini, apa dia begitu buruk di depan mata Dave sampai lelaki itu tidak pernah mau memandangnya untuk semenit saja.

Perempuan itu mengusap air matanya ketika mendengar mobil berhenti di depannya.

"Lo ngapain disini? Cari sensasi?" ucap lelaki itu setelah keluar dari mobilnya.

"Lo kalau ngomong gak bisa di filter dikit ya?"

"Gue males tanggung jawab kalau entar lo baper,"

"Maksudnya?"

"Otak udang kayak lo mending gak usah nanya."

"Gue kira lo cuma cuek doang ternyata pede juga ya."

Lelaki itu memutuskan duduk di samping perempuan yang masih menatap kendaraan berlalu lalang. Dia bingung kenapa perempuan itu masih ada di halte bus padahal sekolah sudah bubar dua jam lalu.

"Jadi ngapain lo masih disini?" Lelaki itu bertanya lagi,

"Lagi mikir."

Lelaki itu tertawa memegang perutnya, "Gue kira cewek gak punya malu kayak lo gak pernah mikir,"

Perempuan itu menatap lelaki di depannya seperti menimbang-nimbang sesuatu. Wajah tampan dengan mata berwarna coklat yang bisa menghanyutkan siapa saja yang menatapnya pantas saja hampir semua perempuan di SMA Bangsa menyukainya tapi sayang itu semua sirna jika mendengar kata-kata pedas yang keluar dari bibirnya itu.

"Orang nanya itu dijawab bukan diliatin, ati-ati naksir."

"Gue naksir sama lo? Paling juga lo yang naksir gue." jawab wanita itu sambil tersenyum.

"Fix lo emang gak punya malu Ve," Vean yang mendengar perkataan Kano hanya membalasnya dengan cengiran saja.

"Coba aja dave kayak lo."

"Jangan samain dia sama gue." ketus Kano.

"No, gue mau nanya deh kenapa sih Dave gak pernah bisa ngehargain gue?" Vean menunduk memainkan sepatunya.

"Lo minta dihargain berapa?"

"Gue serius kali,"

"Sebenernya apa sih yang lo suka Dave?"

"Dia itu cahaya gelap buat gue dan gue pingin jadi alasan buat dia jadi terang."

Kano beranjak malas menoleh ke belakang.

Terang? Ketika hidup kamu gelap kenapa kamu berpikir membuat warna pada hidup orang lain.

"Buruan! Gue gak mau ya dibilang banci gara-gara ngebiarin lo disini."

Vean masih menatap bingung wajah Kano yang berubah, apa dia salah bicara tentang Dave?

Kano malas jika harus melihat wajah Vean yang seperti itu wajah yang masih sama seperti dulu.

"Lo ngajak gue balik?"

"Hem, buruan!"

Selama perjalanan Vean hanya melihat ke jendela.

Canggung hanya itu yang dia rasakan sekarang karena bingung harus memulai obrolan dari mana, ini pertama kalinya dia dan Kano berada dalam satu lingkup yang sama.

"Sampai kapan lo mau ngelamun?" ucap Kano mencoba memecah keheningan.

"Gue bingung mau ngomong apa, eh tunggu rumah gue lurus."

"Iya gue tau,"

"Huh? Lo tau, darimana? Terus sekarang kita mau kemana?"

"Gue laper."

Vean hanya mengangguk patuh mendengar perkataan Kano.

Sin' cafe

"Mau pesan apa?"

"Juice apel satu, juice melon satu, nasi goreng, mie nyonyor, sama rainbow cakenya dua." pelayan itu mencatat semua pesanan Kano lalu pergi meninggalkan Kano dan Vean yang mengutak ponselnya sedari tadi.

"Banyak banget? Gue gak laper."

"Emang gue nawarin lo? Tapi karena lo udah bilang gitu tandanye lo laper."

"Kok bisa?"

"Cewek kan gitu kebanyakan gengsi," Kano berucap singkat lalu mengecek ponselnya di sakunya.

Vean tidak percaya melihat tingkah kano yang tiba-tiba berubah. Padahal dulu mereka tidak pernah bertegur sapa, mungkin hanya beberapa kali Kano berbicara ketus padanya saat dia memberi Dave coklat atau kue.

"Lo gak demam,kan No?" Vean mengecek dahi kano.

"Gak!"

Sepertinya dugaan Vean salah kano masih tetap sama seperti satu tahun lalu saat mereka satu kelas MOS. Tapi ada yang berubah, Vean merasa mengenal sosok Kano tapi dimana itu dia tidak ingat.

***
Baca juga SEGREDO.

DaVean (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang