07 ToD

18.1K 1K 30
                                    

Sahabat itu adalah orang yang akan menjatuhkanmu dan yang akan mengulurkan tangannya saat itu juga.

Vean menghela napas gusar bagaimana dia bisa tahan berteman dengan kedua sahabatnya ini. Setelah melihat kamarnya yang sudah seperti kapal pecah lalu apalagi yang akan mereka perbuat sekarang. Satu tahun sudah persahabatan ini dijalin tapi Vean masih merasa belum siap mengatakan semua tentang dirinya.

"Ve ini siapa? Cantik." tanya Brina

"Dia kakak gue."

"Huh, lo punya kakak? kok kita gak tau ya." celutak Rossi asal.

"Dia udah pergi."

Kedua sahabat Vean mengernyitkan dahi mendengar perkataan Vean. Mereka bisa melihat raut wajah Vean yang berubah sayu. Meskipun sudah setahun mereka bersahabat, Vean tidak pernah mencurahkan masalah lain selain Dave kepada mereka. Senyum itu seperti benteng yang sengaja dibuat Vean untuk berlindung dari musuh agar mereka tidak bisa membaca strateginya.

"Ve," Brina dan Rossi menghampiri Vean lalu memeluknya. Mereka ragu Vean akan suka jika dianggap lemah seperti sekarang.

"Apaan sih alay deh," Vean kembali tersenyum melepaskan pelukan kedua sahabatnya itu, "Gue gapapa kok lagian gue juga gak inget kenangan apa yang udah gue buat sama kakak gue,"

Brina dan Rossi dapat merasakan vean mencoba membangun bentengnya lebih tinggi lagi. Agar tidak ada seorang pun yang bisa memasuki istananya.

"Udah ah melownya, gue bosen."

"Gimana kalau main ToD?" usul Rossi.

Mereka mulai memutar botol yang diambil Vean dari dapur.

"Ok truth or dare?" tanya Rossi enteng ke arah Brina.

"Dare lah," jawab Brina dengan penuh kebanggaan.

"Gue aja yang kasih tantangan," Brina menyadari sepertinya dia salah memilih melihat wajah vean yang begitu antusias sekarang, "Besok lo harus tembak Alex," Vean tersenyum menoleh ke Rossi yang sudah tertawa mendengar dare darinya.

"Gila aja lo, gak-gak gue ganti truth aja deh." Brina menggeleng-geleng mendengar dare dari Vean, yang benar saja dia harus menembak Alex mengingat dirinya adalah seorang perempuan.

Perempuan itu kodratnya menunggu bukan memulai tapi sekarang dia harus memulainya duluan cuma gara-gara dare yang bener aja.

"Ayolah Brin lo ga mau kan dianggap pengecut," Rossi mulai gentar melihat raut wajah Brina yang sudah lesuh.

"Ok."
Sekarang Brina hanya berharap tuhan berpihak padanya sehingga Alex akan menolaknya besok.

Brina mulai memutar botolnya lagi dengan semangat dia ingin balas dendam pada kedua sahabatnya itu.

"Apa?" tanya Brina ke Rossi.

"Dare."

Rossi bergidik ngeri melihat senyum licik di bibir Brina.

"Lo chat Gino sekarang terus lo bilang kalau lo udah suka sama dia semenjak SMP." Vean yang mendengar dare dari Brina hanya menatap bingung karena memang dia baru mengenal Rossi dan Brina saat SMA.

"Bentar-bentar jadi selama ini lo suka sama Gino?" Vean bertanya heran karena setaunya Rossi tidak pernah bertegur sapa dengan Gino.

"Vean sayang jadi, Rossi itu udah suka Gino dari MOS SMP katanya sih pandangan pertama." jawab Brina tertawa melihat tatapan Rossi yang ingin memakannya sekarang.

Rossi menatap kedua sahabatnya ragu mungkin saja sahabatnya akan mengganti darenya karena melihat wajahnya yang sudah berkeringat. Dia mulai mencari kontak line Gino yang didapatkannya sewaktu kelas 7 SMP dulu tapi kontak itu seperti kontak mati baginya karena dia tidak pernah berani mengechat atau mengelike status Gino.

Tangan Rossi bergetar ketika mengetik dare dari Brina. Dia bingung bagaimana harus bersikap besok jika bertemu dengan Gino.

Rossita Amrita
Gue suka sama lo semenjak smp.

Send tubuhnya bergetar menunggu balasan apa yang akan di terimannya nanti.

"Santai aja kali Ros ini udah saatnya lo ngomong ke dia tentang perasaan lo sama dia." ucap Brina enteng memegang bahu Rossi untuk menenangkan.

"Gue bingung kenapa lo gak pernah nyoba buat bilang sama Gino? Padahal menurut gue dia baik kok," sebenarnya Vean kasihan melihat Rossi yang masih menatap ponselnya ragu.

Rossi memang tidak sepertinya, dia lebih memilih memendam perasaannya dan menunggu orang itu menyadari sendiri keberadaannya selama ini. Tapi wanita juga punya emansipasi bukan untuk memulai lebih dulu.

"Lo gak tau Ve selera Gino itu tinggi jadi gue gak pernah berani sekedar buat nyapa aja," jawab Rossi menundukan wajahnya.

Ddrrrrrrttt drrrrtttt

Ponsel Rossi bergetar menampilkan line dari Gino yang membalas pesannya.

Ginano Arsyadi
Besok gue tunggu di taman sekolah.

Rossi menghela napas membaca pesan yang dikirim Gino barusan tapi tidak dengan Vean dan Brina yang justru tertawa puas.

Sekarang tinggal Vean yang belum kena ToD dari Brina dan Rossi.

"Dare." jawab Vean santai karena dia yakin kedua temannya pasti akan memberi dare yang berhubungan dengan Dave jadi dengan senang hati dia akan menerimanya. Tapi ternyata dugaannya salah betul.

"Besok lo harus ajak Kano pulang bareng dan lo harus bilang di depan Dave, Gino, dan Alex."

"Eh apa? kok Kano sih kenapa gak Dave aja?" tanya Vean heran kenapa Kano bisa disangkut pautkan olehnya.

"Terserah kita dong." jawab mereka bersamaan.

Vean menatap bingung kedua sahabatnya kenapa harus Kano?

DaVean (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang