1. Nggak Peka

24.1K 789 109
                                    

"Jangan suka mempersulit hal yang sebenarnya mudah. Kalo bisa to the point, kenapa harus ngode?"


"Pagi!"

"Lo nyapa gue?"

"Enggak, gue tadi nyapa cicak-cicak di dinding yang baru pada bangun tidur." ucap orang itu nyeleneh.

Vira hanya menggumam samar dan mengangguk perlahan. Ia tidak terlalu menghiraukan itu. Ia kembali larut dalam novelnya. Baginya lembar-lembar fiksi itu lebih menarik ketimbang omongan nyeleneh Dean.

Ya, cowok yang baru masuk kelas dan menyapa Vira tadi adalah Dean. Ia adalah teman sekelas Vira. Partner debat dalam hal tidak jelas dan tidak penting.

"Dasar nggak peka." cowok itu mencibir sambil berlalu dan duduk dibangkunya di barisan paling belakang.

Vira semakin bingung. Sebenarnya ini orang ngomongin siapa sih. Ia segera menghampiri Dean ke barisan paling belakang, tempat favorit para perusuh di kelas, Dean salah satunya.

Ia duduk di depan Dean. Menghadap ke belakang menatap cowok itu yang kini asik dengan game nya. "Jadi sapaan tadi buat gue?"

Dean mengangkat kepalanya melihat Vira sekilas, lalu kembali pada game nya. Vira hanya tersenyum geli melihat respon temannya itu. Dean tak bereaksi apa-apa. Sedari tadi ia hanya sibuk memainkan game di ponselnya.

"Tinggal bilang 'iya itu buat lo' gitu aja susah amat sih." ucap Vira menyindir. "Gak usah kayak cewek, apa-apa gengsian." ia kembali ke bangkunya dan kembali membuka lembaran novelnya.

Dean mendengus mendengar sindiran dari Vira. Ia memasukkan ponselnya ke dalam saku seragamnya dan berdiri hendak keluar kelas. Saat ia melewati Vira, ia sengaja mendekatkan mulutnya ke telinga Vira, membisikkan sesuatu. "Nggak peka tuh ya nggak peka aja." ucapnya meledek.

'Nggak Peka'
Dua kata itu memang selalu dipakai teman-temannya untuk mengejek Vira. Vira bukannya tidak peka, ia bahkan dulu adalah orang yang sangat peka, bahkan kelewat peka.

Tapi itu dulu. Sebelum sebuah kejadian yang membuat Vira akhirnya menutup hatinya dan tidak berniat membukanya lagi. Trauma? Bukan, Vira bukan trauma. Lebih tepatnya ia ingin menjadi tidak peduli pada apapun yang sewaktu-waktu bisa membuatnya sakit. Cinta dan Harapan, misalnya? Entahlah..

Ia membalas pernyataan Dean tadi dengan kata-kata yang membuat Dean diam dan menutup mulutnya. "Kalo lo bisa to the point, kenapa harus ngode? Inget De, lo tuh cowok. Nggak pantes buat ngode dan ngejaga gengsi."

Dean menghentikan langkahnya di depan Vira. "Gitu ya? Paham banget sih masalah kayak gini, pengalaman yaaa?" ucapnya dengan wajah meledek.

Vira diam. Ia sedang tidak ingin berdebat dengan Dean pagi ini. Setelah merasa tak ada respon dari perempuan itu, Dean pergi meninggalkan kelas, biasanya ia akan pergi ke kantin untuk mengisi perutnya, ia tidak sempat sarapan di rumah tadi.

Perempuan itu kini hanya menghembuskan nafas pelan. Ia menutup novelnya dan menyimpannya ke dalam tas. Ia melirik jam tangannya sekilas. Baru pukul 06.20. Kelas masih sangat sepi, bahkan saat ini hanya dirinya yang ada di kelas.

Ia kembali teringat tentang ucapan Dean. 'Dasar nggak peka'.
Ucapan itu berlalu lalang di kepalanya. Ia menopang dagu dengan tangannya, menatap lurus ke depan papan tulis sembari terus berpikir ucapan Dean tadi.

Ia bukannya tidak peka, sebenarnya ia tahu bahwa sapaan itu untuknya. Yaa memangnya untuk siapa lagi, di kelas ini pun hanya ada dirinya sejak tadi. Ia juga tidak sebodoh itu untuk percaya bahwa Dean memberi sapaan kepada seekor cicak. Punya ilmu apaan Dean bisa bahasa hewan. Ajaib.

Stupid Feeling  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang