"Kamu mungkin nggak pernah tau, sikap kamu yang seperti itu yang bikin aku ngerasa ada sesuatu yang beda."
"Jadi kemaren yang nganterin lo pulang si Dean?" tanya Melia sambil membawa seporsi mie jablay yang baru dipesannya di kantin Mbak Juminten.
Vira menatap Melia memberi jawabannya. "Gue nggak punya pilihan lain, Mel. Si Nadine aja malah minggat duluan sama Aldo." ucapnya sambil melirik ke arah Nadine yang sedang sibuk mengunyah cireng favoritnya.
Nadine menoleh dengan tampang polos. "Apaan?"
Pletak!
Satu jitakan mendarat di kepala Nadine. Itu merupakan ulah Vira yang sudah kesal setengah mati pada Nadine. Disaat Vira sedang kesusahan, Nadine malah membiarkannya sendirian. Duh, dasar sahabat."Aldo juga kemaren buru-buru mau anter nyokapnya check up ke rumah sakit, Vir. Makanya nggak bisa anter lo pulang. Kemaren aja gue sampe dzikir, baca ayat kursi segala macem saking Aldo bawa mobil udah kayak balapan sama Marq Marquez." jelas Nadine membela diri.
"Udah lah, lagian kan kemaren juga lo udah dianter sama Abang Dean." ledek Luna terkekeh sambil menyenggol lengan Vira.
Vira mendengus ketika lagi-lagi diledek oleh sahabatnya. Apalagi diledek tentang hubungannya dengan bekantan arab bernama Dean. Padahal hanya sekedar pulang bareng, tapi ledekannya seolah-olah Vira sudah jadian dengan Dean. Tepok jidat dah, meladeni tipe sahabat seperti ini.
"Najisin banget, sih."
Luna tertawa. "Nggak usah sok najis, deh. Kemakan omongan tau rasa." ledek Luna lagi.
Vira menggeser mangkuk miliknya kepada Luna. "Omongan kok dimakan. Mie jablay noh makan, biar kenyang."
"Udah-udah, nggak usah ngomongin jablay ya, nanti ada yang kesindir." lerai Melia sambil melirik Nadine yang sedang memainkan handphone nya.
Nadine melirik kepada Melia, lalu dengan kesal, ia melempar Melia dengan remukan gorengan yang ada di meja. "Sialan lo, Mel."
Vira yang sudah jenuh dengan pembicaraan tak berfaedah dari sahabatnya itu pun mulai berdiri untuk meninggalkan kantin terlebih dahulu. "Gue duluan, ya."
Vira melangkahkan kakinya meninggalkan kantin setelah sahabatnya mengiyakan saat ia bilang ingin duluan ke kelas tadi.
Ia berjalan dengan santai sambil memainkan handphone nya untuk menghilangkan rasa gugupnya ketika berjalan di depan orang banyak yang seolah sedang memperhatikannya.Vira memang termasuk orang yang bisa dibilang tidak suka menjadi pusat perhatian. Ia bahkan selalu gugup dan tidak percaya diri saat berjalan di tengah kerumunan orang. Maka, untuk menurunkan rasa tidak percaya dirinya, ia sering mengalihkan pandangannya dengan cara memainkan handphone atau sekedar membaca buku atau novel.
Langkahnya terhenti saat sebuah bola berhenti tepat di depan ujung sepatunya. Ia menatap bola itu sebentar sebelum mengambilnya. Ia mengedarkan pandangannya ke arah lapangan, mencari siapa yang sudah melempar bola ke arahnya.
Seseorang tiba-tiba datang dan mengambil bola yang dipegang oleh Vira. Membuat Vira kaget dan menoleh ke arah orang itu.
"Thanks, ya." kata orang itu sembari mengambil bola yang dipegang oleh Vira.
Vira lantas mengerjapkan matanya. Lalu menganggukkan kepala sebagai jawaban. Tanpa permisi atau mengucapkan kata apapun lagi, orang itu langsung pergi meninggalkan Vira yang masih saja berdiri di pinggir lapangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid Feeling [COMPLETED]
Fiksi RemajaKamu tahu bagaimana rasanya jatuh pada harapan yang kita ciptakan sendiri? Seperti naik rollercoaster. Setelah diterbangkan dengan tingginya, lalu dihempaskan begitu saja saat tahu harapan itu tidaklah nyata. Sakit? Sudah jangan ditanya. Pasti sakit...