"Sahabat yang baik, tidak akan mengorbankan persahabatan hanya demi seorang perempuan."
***
Dean melangkahkan kakinya menuju ruang loker milik kelas dua belas di sekolahnya. Ia ingin menemui seseorang yang telah ia curigai sejak kemarin, yang menjadi dalang dibalik berubahnya sikap Vira padanya.
Dean tahu jika kakak kelasnya itu sedang berada di ruang loker atas informasi dari temannya, yang mengatakan bahwa kelas XII IPS 2 --kelas Eza-- memang memiliki jadwal olahraga hari ini. Jadilah ia memutuskan untuk ke ruang loker, karena mereka pasti sedang menyimpan pakaian olahraga mereka di sana, dan menggantinya dengan seragam batik SMA Nusantara.
Dean berdiri bersandar pada kusen pintu masuk ruang loker sembari menatap Eza yang sedang sibuk memasukkan bajunya ke dalam loker miliknya.
"Lo ngomong apa sama Vira kemarin?" tanya Dean langsung. Membuat Eza, yang memang sedang sendirian di ruangan tersebut, langsung berbalik menghadap Dean.
Eza tersenyum remeh. "Penting banget emangnya buat lo?"
Dean berusaha menahan emosinya saat menghadapi seniornya ini. "Gue nanya buat dijawab. Bukan buat dikasih pertanyaan lagi."
Bukannya menjawab, Eza malah berbalik dan kembali menyibukkan diri dengan membereskan lokernya. Melihat tak ada tanda-tanda Eza akan menjawab pertanyaannya, Dean maju beberapa langkah mendekati Eza.
Setelah menutup lokernya, Eza berbalik menatap balik Dean di hadapannya. Tatapan adik kelasnya itu menyiratkan bahwa ia sedang menahan emosinya. Eza menghela napasnya pelan sembari menyender di loker miliknya.
"Gue cuma ngomong, apa yang seharusnya gue omongin." ucapnya santai. Tidak ada nada emosi seperti yang Dean lakukan.
"Apa, Za? Lo bilang ke Vira, supaya dia jauhin gue? Iya?!" Dean berucap dengan nafas memburu. Tangannya mengepal kuat berusaha menahan emosinya untuk tidak meninju wajah Eza saat ini juga.
Sejak kemarin, ia sudah berpikir bahwa memang Eza lah dalang dari semua ini. Awalnya, Dean tak berpikir bahwa Eza pelakunya. Namun, ia ingat bahwa sebelum ia datang menghampiri Vira di ruang musik kemarin, ada Eza juga di sana bersama Vira.
Ditambah kejadian di masa lalunya dengan Eza, membuat Dean yakin bahwa Eza lah pelakunya. Karena, Dean tahu persis, orang seperti apa Eza sebenarnya.
"Gue cuma nggak mau Vira sakit hati, De."
Dean tersenyum sinis. "Lo nggak mau Vira sakit hati, atau lo takut Vira lebih deket sama gue, ketimbang sama lo?" tanyanya sarkastis. Dean sudah mengetahui kalau sepertinya Eza mulai tertarik kepada Vira.
Dan kalau Eza pikir Dean akan tinggal diam, Eza salah besar.
"Kalo iya kenapa?" jawab Eza menantang. Ia tidak takut sama sekali jika harus menerima tinjuan dari Dean.
Dean menghela napasnya berat. "Lo gila apa?! Apa belum cukup yang dulu-dulu buat lo?! Hah?!" ucapnya dengan nafas memburu. Dadanya naik turun menahan emosi yang sudah melingkupinya sejak tadi.
"Gue cuma mau ngelindungin Vira supaya nggak sakit hati karena lo bukan cuma suka dan sayang sama dia aja. Tapi sama Risa juga."
"Alasan lo!" Dean langsung memberikan satu bogeman di pipi kiri Eza. Hal itu membuat Eza jatuh tersungkur sambil terus memegangi pipinya. "Lo boleh ambil Kak Dinda dari gue, Za. Tapi untuk kali ini, gue nggak akan biarin lo ambil Vira dari gue! Gue nggak akan ngalah lagi untuk yang satu ini, Za."
Setelah puas memberi satu tinjuan di wajah Eza, Dean pergi meninggalkan cowok itu yang masih duduk tersungkur dengan rasa nyeri yang menjalari pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid Feeling [COMPLETED]
Novela JuvenilKamu tahu bagaimana rasanya jatuh pada harapan yang kita ciptakan sendiri? Seperti naik rollercoaster. Setelah diterbangkan dengan tingginya, lalu dihempaskan begitu saja saat tahu harapan itu tidaklah nyata. Sakit? Sudah jangan ditanya. Pasti sakit...