"Mungkin dia tahu kalau kita menunggunya, tapi dia tidak pernah mau tahu itu. Kenapa? Karena dia sama sekali tidak menginginkan kita."
*****
Hampir 3000 kata, siap? Tambah semangat atau malah bosen?
Jangan lupa klik bintang di pojok kiri bawah ya :)Happy Reading :)
*****
Nadine baru saja masuk ke dalam mobil jemputannya ketika mengingat bahwa ia telah melupakan sesuatu. Ia segera mengambil ponselnya untuk segera mengabari seseorang yang baru saja ditemuinya tadi.
"Kita langsung ke rumah Vira aja ya, Mang." pinta Nadine, masih dengan ponsel yang ia tempelkan di telinganya, menunggu seseorang menerima panggilannya. Mang Dedi, selaku sopirnya hanya mengangguk dan mulai menjalankan mobilnya menuju kediaman Vira.
Butuh waktu beberapa detik sampai panggilan darinya diterima oleh Dean.
Iya, Nad? Gue udah mau on the way ke Vira nih.
Kayaknya lo jangan langsung ke sana deh, De. Lo pergi ke mana dulu kek gitu terserah.
Memangnya kenapa?
Jadi, kan, Vira tuh lagi dalam suasana hati yang nggak enak sekarang karena masalah kalian ini. Logikanya aja deh, dia pasti nggak mau ketemu atau denger apapun dari orang yang bersangkutan sama masalah ini. Termasuk lo.
Yaelah, terus gimana dong? Gue pengen ini cepet selesai, Nad.
Lo pulang dulu aja deh. Pikirin apa yang bakal lo omongin ke Vira nanti. Sekarang, gue bakal ke Vira duluan buat liat kondisi dia gimana dan ngatur cara supaya kalian bisa ketemu.
Gue serahin semuanya sama lo deh, Nad. Gue blank banget pas lo ceritain semuanya tadi.
Okey. Nanti gue kabarin lagi ya, gue udah sampe rumah Vira nih.
Thanks, Nad.
Tanpa mengucapkan apapun lagi, Nadine langsung saja memutus panggilan. Ia langsung memasukkan ponselnya ke dalam tas saat mobil yang ia tumpangi sudah berhenti tepat di depan rumah Vira. Sopir keluarganya ini memang sudah hafal rumah teman-teman terdekatnya, termasuk Vira.
"Makasih ya, Mang. Aku pulangnya kemungkinan sore. Nanti aku kabarin." kata Nadine saat baru saja turun.
Mang Dedi tersenyum sembari menganggukkan kepalanya. "Siap, Mbak."
Nadine menghela pelan setelah mobil tersebut mulai melaju kembali. Ia kemudian langsung memasuki halaman rumah Vira yang gerbangnya memang kebetulan sedang dibuka. Nadine tersenyum ramah pada seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri di teras rumah dengan pakaian rapih seperti hendak bepergian.
"Siang, Tante." Nadine menyapa wanita itu dengan ramah seraya tersenyum.
"Siang, Nad." Mama Vira tersenyum hangat kepada Nadine setelah ia memasukkan ponsel yang sedari tadi digenggamnya ke dalam tas tangan di atas meja teras. "Kamu kok nggak bareng Melia sama Luna? Mereka udah sampe sekitar dua puluh menit lalu."
"Aku abis ada urusan sebentar, Tan. Makanya baru nyusul ke sini."
Mama Vira hanya mengangguk atas respon yang diberikan sahabat putrinya ini. "Ya udah deh, kalo gitu kamu langsung masuk aja ya. Tante mau pergi reunian dulu sama temen SMA." Riana —mama Vira— kini sudah mengambil tas tangannya dari atas meja dan mulai bersiap untuk pergi.
Nadine mengangguk sembari tersenyum. "Iya, Tante." ucapnya kala wanita paruh baya itu mulai berjalan meninggalkan pekarangan rumah. Setelahnya, ia menghela napas pelan dan mulai memasuki rumah Vira. Rumah yang juga sudah dianggapnya dan sahabatnya yang lain sebagai rumah kedua mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid Feeling [COMPLETED]
Fiksi RemajaKamu tahu bagaimana rasanya jatuh pada harapan yang kita ciptakan sendiri? Seperti naik rollercoaster. Setelah diterbangkan dengan tingginya, lalu dihempaskan begitu saja saat tahu harapan itu tidaklah nyata. Sakit? Sudah jangan ditanya. Pasti sakit...