"Dia nggak suka sama kamu. Dia cuma kesepian, dan kebetulan ada kamu. So, buang jauh-jauh harapan yang sebelumnya kamu taruh itu. Percuma, dia nggak akan peduli."
***
Siang ini, Dean hendak mengembalikan tempat bekal milik Vira dan Risa yang tadi pagi diberikan kepadanya. Ia menyampirkan tas nya di bahu kiri, kemudian melompat dari kursi di tribun lapangan.
Ia memang sudah berada di lapangan itu sejak sepuluh menit yang lalu untuk sekedar duduk dan menikmati wi-fi sekolahnya yang sudah berhasil dibobolnya menggunakan skill hacker terpendamnya.
Baru saja Dean akan melanjutkan langkahnya keluar dari lapangan indoor sekolahnya itu, sebuah bola basket berhenti tepat diujung sepatunya. Ia mengernyit sembari mengambil bola itu. Siapa yang main basket saat pulang sekolah begini? Anak-anak klub basket pun tidak ada jadwal latihan hari ini.
"Oper sini, De." sahut seseorang yang baru menampakkan wajahnya beberapa meter di depan Dean.
"Bukannya lo udah pulang, Bim?"
Bima mengambil alih bola yang dipegang Dean, kemudian menggiring bola tersebut menuju ring basket. "Males pulang gue. Nyokap lagi ngadain arisan di rumah." Bola yang dilempar Bima meleset dari ring, dan kembali memantul di lapangan. "Lo sendiri?"
"Gue mau balikin tempat bekal Vira sama Risa, nih. Mereka masih ada latihan di ruang musik."
Bima mengangguk mengerti, kemudian ia duduk di tengah lapangan. Diikuti dengan Dean yang juga duduk di sebelah Bima.
"Tumben nggak sama Wisnu? Biasanya kalian udah kayak orang homo."
Bima terkekeh geli. "Najis banget." Ia menghela nafasnya pelan. "Dia mau ngajak Melia jalan, katanya."
Hampir saja Dean menjatuhkan rahangnya karena terkejut. "Wisnu? Lah, dia kapan deketnya sama Melia?" tanyanya heran. Ya, karena yang ia tahu pun, Wisnu itu seperti dirinya dan Vira dahulu, sering ribut tidak jelas dalam berbagai hal. Tetapi, kenapa akhir-akhir ini ia sering mendengar kalau Wisnu mulai dekat dengan Melia?
Pasti ada yang disembunyikan sahabatnya itu.
"Makanya, jangan sibuk nyakitin cewek mulu." ucap Bima. Dean menaikkan kedua alisnya, tak bisa menangkap jelas maksud sahabatnya itu.
Dean menegakkan posisi duduknya. "Nyakitin cewek, maksud lo gimana sih?"
"Ngasih harapan ke dua cewek sekaligus, apa nggak bisa disebut nyakitin?"
Oke. Kalimat yang dilontarkan Bima memang sedikit pedas dan menohok bagi Dean, walaupun sebenarnya, Bima mengatakan hal itu bahkan sambil tertawa kecil. Tidak ada kesan serius sama sekali. Tetapi, sangat terasa berbeda kesannya di hati Dean. Ia merasa kalau, ucapan Bima tersebut, memang ada benarnya juga.
Dean langsung bangun dan membenarkan posisi tas di panggungnya. "Lo mau ke mana?" tanya Bima sembari ikut berdiri.
"Ruang musik." jawab Dean cepat.
"Mau nemuin Vira atau Risa?" Pertanyan yang dilontarkan Bima tadi seketika membuat Dean yang baru saja melangkah, terpaksa kembali berhenti.
Dean menghela nafasnya berat. Kemudian memilih untuk mengabaikan Bima dan melanjutkan langkahnya menuju ruang musik. Ia akan menemui kedua perempuan itu.
Bima tersenyum tipis melihat kepergian sahabatnya itu. Jujur saja, ia tak ingin Dean menjadi cowok berengsek yang mencintai dua perempuan sekaligus.
***
"Mau ngomong apa, Kak?" tanya Vira sembari duduk di sebelah Eza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid Feeling [COMPLETED]
Novela JuvenilKamu tahu bagaimana rasanya jatuh pada harapan yang kita ciptakan sendiri? Seperti naik rollercoaster. Setelah diterbangkan dengan tingginya, lalu dihempaskan begitu saja saat tahu harapan itu tidaklah nyata. Sakit? Sudah jangan ditanya. Pasti sakit...