"Inilah mengapa aku terlalu takut untuk merasakan bahagia bersamamu. Karena setelah kebahagiaan itu, pasti akan ada luka baru yang kamu berikan."
***
Ramainya kantin siang ini membuat Vira dan Melia enggan ke tempat favorit para siswa saat istirahat tersebut. Mereka memilih untuk duduk di selasar kelas sembari memakan pancake yang dibawa dari rumah oleh Melia.
"Gue sama Nadine mau ke kantin. Kalian ikut nggak?" Luna berdiri di hadapan Vira sambil membenarkan ikatan rambutnya. Diikuti dengan Nadine yang baru keluar dari dalam kelas.
Vira menggeleng cepat. "Nggak, deh. Panas-panas gini kantin pasti rame."
Kedua bola mata Nadine berputar. "Yaelah, kalo mau sepi mah lo ke kuburan aja, Vir." Aneh-aneh saja, pikir Nadine. Mana ada kantin sepi saat jam istirahat? Keduanya kemudian berjalan menyusuri koridor kelas untuk menuju kantin. Sungguh, perut mereka sudah tak bisa diajak kompromi siang ini.
"Eh, eh, eh, gimana tadi malam?" tanya Melia antusias dengan mulut masih penuh dengan pancake.
"Nggak gimana-gimana lah."
"Bukan gitu maksud gue, cumi." Melia gemas dengan sahabatnya itu. "Maksud gue, dia gimana? Romantis kah, atau justru tetep nyebelin kaya biasanya?" lanjut Melia.
"Ya gitu." jawab Vira apa adanya. Membuat Melia rasanya ingin menarik rambut Vira yang hari ini digerai dengan dihiasi kepangan kecil di sisi kiri rambutnya. Melia jadi bingung sendiri, sejak kapan sahabatnya ini jadi suka menghias rambut begini.
Setelah menghabiskan pancake, Melia menutup kotak bekalnya dan meletakkannya di sebelahnya. "Eh, by the way, gue rada bingung deh sama tuh kunyuk." Melia mengalihkan topik pembicaraan. Vira mengernyit bingung di sebelahnya.
"Kunyuk? Dean, maksud lo?"
"Siapa lagi?" cewek itu memutar bola matanya malas.
"Bingung kenapa?"
Melia agak bingung menjawabnya. Ia takut Vira akan tersinggung nanti. "Gimana ya, Dean itu kaya deket sama lo. Seolah-olah ngasih harapan gitu kan. Tapi, disisi lain, dia juga deket sama Risa."
Vira menaikkan kedua bahunya. "Gue lebih nggak ngerti, Mel."
Melia mencebikkan bibirnya. Terlalu rumit juga hubungan sahabatnya dengan cowok itu. Yang ia tahu, Dean itu dulu bisa dibilang terlihat seperti anti cewek. Ia tidak pernah melihat atau mendengar Dean dekat dengan cewek. Bahkan sepengetahuannya, cewek yang paling dekat dengan Dean itu hanyalah sahabatnya ini, Vira.
Dean selalu bersikap cuek dengan cewek lain, namun jika sudah berhadapan dengan Vira, Dean berubah menjadi Dean seperti jika cowok itu berhadapan dengan teman-teman cowoknya. Dean akan menjelma menjadi cowok yang hangat, humble, dan bersikap jahil saat dengan Vira.
Mungkin karena mereka sudah lebih dulu dekat di tempat les nya semasa SMP.
Namun yang membuat Melia tidak mengerti sekarang adalah, sejak kapan cowok itu dekat dengan Risa? Seumur hidup ia berteman dengan cowok itu, ia tidak pernah melihat Dean dekat dengan Risa sekalipun.
Lalu sejak kapan kedua orang itu menjadi dekat? Apakah berawal dari chatting? Atau memang sudah dekat, namun merahasiakan kedekatannya? Melia makin bingung saja. Masalah ini terlalu rumit untuk ia pikirkan.
Tiba-tiba, Melia menyenggol siku Vira beberapa kali. Membuat Vira yang sedang mencari ujung kabel headset nya yang kusut itu mendongak menatap Melia dengan kening berkerut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid Feeling [COMPLETED]
Roman pour AdolescentsKamu tahu bagaimana rasanya jatuh pada harapan yang kita ciptakan sendiri? Seperti naik rollercoaster. Setelah diterbangkan dengan tingginya, lalu dihempaskan begitu saja saat tahu harapan itu tidaklah nyata. Sakit? Sudah jangan ditanya. Pasti sakit...