"Sekeras apapun kamu berfikir tentang hati dan perasaan, akan tetap menjadi sia-sia. Karena hati selalu punya cara dan aturan mainnya sendiri."
***
Vira mematut dirinya di depan cermin dan memeriksa make up tipis yang dikenakannya malam ini. Mamanya sudah berkali-kali mengetuk pintu kamarnya agar ia segera keluar, namun mengapa ia jadi deg-degan dan tidak berani keluar kamar begini.
Entahlah, padahal ia juga belum tahu pasti siapa seseorang yang sudah menunggunya, tetapi feelingnya mengatakan bahwa itu Dean.
Ah, feeling macam apa itu. Vira menepis jauh-jauh pikirannya mengenai hal itu.
Ia memberanikan diri melangkahkan kakinya keluar. Dengan langkah hati-hati, karena ia juga masih sulit menyeimbangkan langkah dengan jenis sepatu high heels seperti ini.
Ia berdiri mematung saat melihat siapa orang yang sudah menunggunya di ruang tengah rumahnya. Ia sampai harus mengerjapkan matanya berkali-kali untuk memastikan kalau penglihatannya tidaklah salah.
Harapannya benar.
"Gue tau gue ganteng," ucap cowok itu dengan pedenya. Membuat Vira tersadar dari kebisuannya menatap cowok tersebut.
Vira jadi salah tingkah sendiri. Ia sampai tersandung karpet di ruang tengah saat hendak berjalan mendekat ke arah cowok itu. Beruntung cowok tersebut dengan sigap menangkap tubuh Vira agar tidak jatuh.
"Makasih," ucap Vira canggung setelah bisa berdiri sendiri.
Sialan nih cowok, kenapa gue jadi deg-degan gini. Ucap Vira dalam hatinya.
Bagaikan pertolongan dari Tuhan, kedua orang tua Vira datang mencairkan suasana canggung yang tiba-tiba terjadi di antara keduanya.
"Eh, Dean. Apa kabar kamu? Om jarang liat kamu kesini," ucap Alvian sembari duduk di sofa.
"Dean beberapa kali main kesini kok. Kamu aja yang nggak pernah di rumah." sambar Riana sebelum Dean menjawab pertanyaan Alvian tadi.
Alvian hanya menatap istrinya itu sambil tersenyum menggoda. "Bilang aja kamu kangen, kan?"
Sudah biasa Riana menjadi sensitif begini kalau menyangkut masalah dirinya yang lebih sering di luar rumah karena masalah pekerjaan.
"Nggak usah geer kamu," ketus Riana sambil menaruh beberapa toples cemilan di atas meja.
Vira hanya geleng-geleng kepala dengan tingkah orang tuanya.
Setelah basa-basi sedikit, Vira langsung mengajak Dean untuk langsung berangkat. Vira sudah tidak kuat berada disitu karena kedua orang tuanya terus saja mengejek dirinya dengan Dean. Dan entah kelewat bego atau apa, Dean sendiri malah ikut tertawa.
"Kenapa lo yang jemput gue?" tanya Vira langsung saat mobil mereka sudah berjalan meninggalkan halaman rumah.
"Kenapa lo nanya gitu?"
Vira berdecak. Penglihatannya tertuju pada lampu-lampu led yang dipasang di pohon-pohon di pinggir jalan. "Tinggal jawab aja sih."
"Gue nggak ada pasangan buat kesana,"
"Terus?"
"Berhubung lo jomblo garis keras gitu kan, makanya gue ngajak lo." ada nada mengejek dari ucapan Dean barusan.
Dean tertawa kecil melihat perubahan eskpresi dari perempuan di sebelahnya itu. Vira itu moody, hal sepele yang menurut orang lain biasa saja, bisa membuat mood nya seketika berada di level terendah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid Feeling [COMPLETED]
Genç KurguKamu tahu bagaimana rasanya jatuh pada harapan yang kita ciptakan sendiri? Seperti naik rollercoaster. Setelah diterbangkan dengan tingginya, lalu dihempaskan begitu saja saat tahu harapan itu tidaklah nyata. Sakit? Sudah jangan ditanya. Pasti sakit...