"Karena kita memang nggak pernah tau, orang yang kita suka itu hatinya buat siapa."
"Jangan cepet baper, dia spesial nggak cuma ke kamu."
Setelah bel pulang sekolah berbunyi sekitar lima belas menit yang lalu, Vira memutuskan untuk mampir ke ruang musik. Ia ingin mengambil cardigannya yang tertinggal saat acara Dies Natalies sekolahnya beberapa hari yang lalu.
Cewek itu berjalan terburu-buru sambil sesekali menengok jam tangannya. Ia takut jika ruang musik sudah ditutup oleh penjaga sekolah, mengingat saat ini sudah pukul setengah lima sore lebih sedikit.
Langkahnya terhenti kala melihat dua orang yang begitu familiar di ingatannya. Bahkan salah satu diantara kedua orang itu sedang mengisi separuh dari pikirannya.
"De, balikin ih."
"Ambil sendiri coba,"
"Itu punya gue, balikin nggak?"
"Ngggak."
"Astaghfirullah, Dean!"
Dilihatnya, Risa sedang berusaha mengambil buku harian berwarna pink dari tangan Dean. Dean juga tampak sedang mempermainkan Risa dengan cara berjinjit dan menolak memberikan buku itu kepada Risa.
Mungkin menurut sebagian orang, itu akan terlihat biasa saja. Namun tidak bagi Vira. Ada sesuatu yang berbeda kali ini saat melihat Dean seakrab itu dengan Risa.
Vira menggelengkan kepalanya cepat, mencoba untuk tidak berpikir yang tidak-tidak.
"Eh, hai, Vir."
Vira yang semula sedang ingin membuka pintu ruang musik, mendadak menutup kembali pintu itu dan menengok ke arah sang pemanggil tadi.
"Hai, Ris." Vira berusaha tersenyum semanis mungkin. Meskipun pikirannya dipenuhi dengan berbagai pertanyaan mengenai kedua orang itu.
"Tumben udah sore gini mampir kesini?"
Baru saja Vira ingin menjawab, namun semua kalimat yang ingin ia keluarkan seperti tersangkut di kerongkongannya saat dengan tiba-tiba Dean merangkul Risa. Seperti rangkulan persahabatan sih, namun entah kenapa begitu berbeda di mata Vira.
Risa yang merasa risih langsung menyingkirkan lengan Dean yang berada di pundaknya. "Lepasin, De. Ketek lo bau banget, sumpah."
"Halah, kaya ketek lo nggak bau aja." balas Dean. Ia kemudian mencubit hidung Risa, yang membuat cewek itu makin kesal dan berancang-ancang melempar Dean dengan sepatunya.
Vira mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ke arah manapun, yang penting tidak ke arah kedua orang itu. Entah mengapa ia merasa jengah dengan pemandangan di hadapannya ini.
Apakah ia cemburu? Entahlah, untuk hal itu, ia masih belum mengetahui apakah ia cemburu atau tidak. Ia masih gengsi mengakui perasaannya.
"Ada urusan sama Kak Eza?" tanya Risa setelah Dean masuk ke dalam ruang musik.
Vira menggeleng perlahan. "Nggak kok. Gue mau ambil cardigan gue yang ketinggalan."
Risa hanya mengangguk mengerti. Keduanya kemudian masuk bersama ke dalam ruang musik. Mereka hanya mengobrol seadanya, karena di dalam kelas pun, keduanya tidak begitu akrab.
Suasana ruang musik tampak sepi. Hanya ada Eza yang sedang membereskan beberapa laporan dan Dean yang tampak sedang mengambil tas nya, diikuti dengan Risa yang juga melakukan hal yang sama dengan Dean.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid Feeling [COMPLETED]
Ficção AdolescenteKamu tahu bagaimana rasanya jatuh pada harapan yang kita ciptakan sendiri? Seperti naik rollercoaster. Setelah diterbangkan dengan tingginya, lalu dihempaskan begitu saja saat tahu harapan itu tidaklah nyata. Sakit? Sudah jangan ditanya. Pasti sakit...