"Kalo nggak suka, jangan kasih perhatian lebih. Perasaan cewek tuh kayak triplek. Tipis."
-Stupid Feeling-
I don't want to let this go
I don't want to lost control
I just want to see, the stars with youLagu The Fault In Our Stars milik Troye Sivan mengalun dari handphone milik Vira yang ia letakkan di atas meja belajarnya. Membuat sang pemilik yang sedang sibuk mencari rumus dari PR Kimia nya itu menghela nafas pelan. Ia lupa untuk mengaktifkan mode silent di handphone nya.
Vira mengerutkan keningnya melihat nama yang tertera di handphone nya. "Dean? Tumben banget nelpon."
Ia menggeser tombol berwarna hijau pada layar handphone nya dan menempelkan handphone nya di telinga kanannya.
"Ha-"
"Halo? Vir, bantuin ngerjain PR Kimia dong? Gue nggak tau cara ngerjainnya gimana. Lo sendiri kan tau, Bu Nina itu kalo jelasin kayak kereta lewat. Nggak pake rem. Labas aja semua diterjang."
Vira mendengus saat ia baru saja mengangkat telpon, rentetan kalimat panjang tanpa jeda dari Dean langsung menyambutnya. Membuat ia menjauhkan handphone nya dari telinganya.
Kadang suka nggak mikir, dia sendiri aja ngomong kayak kereta lewat. Ngaca mas.. ngaca..
Di seberang sana, Dean mengernyitkan dahinya bingung. Tak ada jawaban dari Vira.
Ia melihat ke layar handphone nya sebentar, memastikan bahwa panggilan masih tersambung."Vir? Lo masih idup kan?"
"Otw! Lagi sakaratul maut nih." jawab Vira asal sambil meremas kertas di meja nya. Gereget dengan orang seperti Dean.
"Mau gue bimbing baca dua kalimat syahadat nggak? Biar lancar gitu."
"Taik!"
"Kucing yang menempel di pipimu."
Vira sudah mengambil ancang-ancang untuk menutup telepon dari Dean. Namun, Dean lebih dulu bicara kembali sebelum Vira sukses menutup telepon nya.
"Nggak usah sok imut dengan ngambek dan mau nutup telepon, dah. Muka lo nggak cocok soalnya. Haha." ucap Dean tertawa mengejek diujung sana.
Vira mendengus kesal.
"Astaghfirullahalaziim!! Laa Haulaa Walaquwwata!! Dean Ardana anaknya Tante Devina sama Om Rian! Mau lo apa sih? Hah?""Nyontek, Vir. Kan dari awal nelpon juga gue udah bilang. Itu kuping apa cantelan panci, sih?"
"Sekali-sekali gunain tuh otak buat mikir. Biar nggak lumutan."
Dean yakin, pasti wajah Vira saat ini sudah memerah menahan emosi. Ia tertawa membayangkan wajah perempuan itu. Menurutnya, wajah Vira itu imut-imut menggemaskan minta di tampol.
Ia pernah mengutarakan pendapatnya pada Vira mengenai wajah perempuan itu. Dan hasilnya? Malah ia yang kena tampol Vira. Dengan ia bilang seperti itu ke Vira, sama saja ia membangunkan badak tidur. Bringas anjir.
"Aelah, Vir. Jangan pelit-pelit dong, ntar kalo kuburan lo sempit, mau lo lebarin pake apaan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid Feeling [COMPLETED]
Ficção AdolescenteKamu tahu bagaimana rasanya jatuh pada harapan yang kita ciptakan sendiri? Seperti naik rollercoaster. Setelah diterbangkan dengan tingginya, lalu dihempaskan begitu saja saat tahu harapan itu tidaklah nyata. Sakit? Sudah jangan ditanya. Pasti sakit...