"Diam-diam, aku selalu berharap agar kamu tidak pernah pergi."
"Congrats, De. Lo berhasil mengacaukan rencana gue buat hibernasi hari ini."
Dean berkacak pinggang memperhatikan cewek di sampingnya yang daritadi cuma ngedumel nggak jelas. "Pagi-pagi tuh olahraga, bukan ngedaprak di kasur terus."
Vira mencebikkan bibirnya. Ingin sekali rasanya ia mendorong cowok yang sedang jogging di depannya ini ke dalam ring basket di lapangan kompleksnya.
Bayangkan saja, Vira harus mengorbankan waktunya untuk hibernasi hanya karena ulah Dean yang tiba-tiba mengajaknya untuk olahraga pagi ini.
Padahal hari ini Vira cuma pengen istirahat, diam di rumah menikmati hari libur. Badannya terasa sangat pegal akibat beberapa hari terakhir ia dipaksa untuk latihan bernyanyi. Belum lagi puncak acara tadi malam yang terasa begitu melelahkan untuknya.
Huuaaaahhhh Vira butuh istirahat hari ini...
Dan dari kegiatan jogging pagi ini, yang Vira lakukan cuma jalan lesu sambil ngedumel gara-gara dia masih ngantuk. Dia biarin Dean jogging duluan, walaupun sesekali cowok itu berhenti dan menyeret Vira supaya ikut lari.
"De, udah dong. Capek, kita pulang aja ya?" pinta Vira dengan wajah memelas. Berharap Dean mengasihaninya.
Dean tertawa pelan. "Lo tuh cewek, tapi disuruh olahraga kok males banget."
Sinting emang. Daritadi Vira memohon supaya bisa pulang pada Dean, dan yang dijawab cowok itu daritadi cuma itu-itu aja.
Cewek itu akhirnya duduk selonjoran di aspal jalanan kompleksnya. Demi apapun, dia capek banget. Pagi-pagi gini dia udah disuruh lari keliling kompleks sebanyak tiga kali. Sedangkan luas kompleksnya itu udah nggak kehitung lagi.
Dean sih enak, udah biasa olahraga, terlebih dia sering main basket sama teman-temannya. Beda banget sama Vira yang memang orangnya mageran, olahraga di sekolah aja niat nggak niat, boro-boro mau olahraga pas libur gini. Duh, mending tidur kali.
"Lo mau lanjut lari, atau gue seret sampe rumah?"
Good. Penawaran yang luar biasa bagus untuk Vira. Rumahnya saja bahkan masih sekitar satu kilometer jauhnya, mau jadi apa dia kalau diseret sampai rumah? Kalau dia milih buat lari, tapi dia udah capek pake banget.
Ndak sanggup hayati mas, ndak sanggup..
Vira masih saja diam sambil menekuk kakinya dan memainkan tali sepatunya. Bikin Dean jadi gemas dan tanpa aba-aba apapun langsung narik tangan cewek itu supaya bangun. And it's sooo hurt. Sumpah tenaganya Dean nggak main-main. Demi apapun tangannya berasa mau putus.
"Aduh aduh, sakit bego! Ihhh si bego, ini sakit banget anjir," ringis cewek itu setelah ia berdiri. Terpaksa untuk berdiri sih lebih tepatnya.
Dean cuma perhatiin Vira yang sedang meluruskan tangannya. Mencoba menghilangkan rasa sakit akibat tarikan ekstra darinya.
Saat menyadari sedang diperhatikan, Vira langsung melirik tajam cowok itu. "Apa lo liat-liat?!" ucapnya ketus.
"Sakit nggak?"
"Sakit lah, pake nanya segala."
Dan begonya si Dean, dia ini malah cuma ngangguk-ngangguk aja. Nggak ada niatan nolong atau apapun gitu. Yang kaya gini nih, yang halal buat digampar bolak balik sama Vira.
"Tolongin, ih."
Dean mengernyit bingung, ia harus menolong seperti apa. Mau pijitin di tengah jalanan kompleks gini? "Mau ditolongin gimana? Dih peak banget."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid Feeling [COMPLETED]
Teen FictionKamu tahu bagaimana rasanya jatuh pada harapan yang kita ciptakan sendiri? Seperti naik rollercoaster. Setelah diterbangkan dengan tingginya, lalu dihempaskan begitu saja saat tahu harapan itu tidaklah nyata. Sakit? Sudah jangan ditanya. Pasti sakit...