Junex, Elid, Lea, Mondi, Tobi dan Sacquin berjalan dengan santai saat gerbang mulai terlihat. Seperti biasa Joe sudah menunggu kehadiran manusia-manusia bengal seperti mereka. Si biang terlambat. Sosok Joe telah berdiri menjulang di gerbang, tapi kelima anak itu–saking asyiknya ngomong satu sama lain–acuh tak acuh, mengabaikan gurunya itu dan lewat begitu saja.
"Woooi, kalian, berenam! Berhenti!" kata Joe memakai to'a. Dengan santainya, mereka berhenti.
"Hai, Pak Joe. Aku telat lagi," kata Junex polos.
"Seandainya aku jadi nenek-nenek yang pakai sandal jepit sebelahan juga tahu kamu itu telat, Bego," kata Joe sambil memukul kepala anak itu dengan gulungan kertas. Elid sudah setengah mati cekikikan.
Joe memandangi Mondi, Sacquin dan Tobi satu per satu. "Kenapa kalian malah ikut-ikutan?" katanya dengan tidak habis pikir.
"Aku ikut berjuang melawan Jack Rose, Pak," sahut Mondi bohong.
"Aku..." kata Sacquin bingung mau ngomong apa. Entah kenapa Joe kasihan melihat wajah polosnya.
"Ya, sudahlah, Sacquin. Aku tahu kamu sebenarnya dipaksa oleh mereka. Kamu kembali ke kelas saja," kata Joe tidak tega.
"Sebenarnya siapa sih cewek di sini?" kata Lea memprotes kepada Joe.
Joe makin pusing. Sudah makin bertambah orang terlambat. Itu artinya, sudah bertambah pendukung Junex.
Sesuatu berbunyi di saku celana Joe. Ia merogoh dan mengambil ponselnya. Ia berbicara sebentar, lalu wajahnya seketika berubah. Ia langsung menatap Junex serius.
"Sepertinya Kepsek ingin berbicara dengan kalian," kata Joe dingin.
Deg.
Jantung Junex sekejap serasa ditabuh. Tubuhnya bergetar. Keinginan untuk bertemu sang Pemimpin sudah di ambang mata. Sepertinya Kepsek ingin berkata sesuatu, lebih tepatnya kenyataanya Kepsek akan berkata sesuatu.
Keempat sahabatnya menatap Junex dengan kepercayaan. Dukungan non materil ini begitu membantunya. Menciptakan semangat untuk menemui Kepsek.
☆☆☆
Dengan menjepit sebatang rokok di bibir, Pak Jack mencari sesuatu di saku celananya. Ia menemukan pemantik, lalu menyulut batangan itu hingga menciptakan asap di sekitarnya. Ia menghisapnya kuat-kuat, memenuhi paru-parunya, dan baru merasakan ketenangan yang sesungguhnya.
"Aku dengar kalian sudah terlambat lebih dari batasan. Meski tetap dihukum, kalian masih belum jera," kata Pak Jack sambil melihat dokumen-dokumen yang terlihat seperti melihat catatan dosa yang dilakukan Junex. "Junex, Elid, Lea... Mondi, Sacquin dan... Tobi."
Siapapun tidak berkata apa-apa, termasuk Junex. Ini belum saatnya, pikirnya. Ia terus menatap Kepsek dengan tegap, sebab ia menunggu saat yang tepat untuk mengatakan segalanya. Menunggu sampai Kepsek melihat keseriusannya.
"Sebulan lalu, kalian juga melakukan demonstrasi di depan kantorku. Apa kalian tahu yang kalian lakukan pada saat itu mengganggu tamuku?" kata Kepsek, tapi tetap Junex tidak menjawab.
"Apa masalahmu sehingga melakukan ini?" tanya Pak Jack akhirnya dengan menatap Junex.
Pertanyaan itu... Inilah saatnya...
"Apa bapak tahu apa yang dilakukan oleh siswa Jack Rose di luar kesadaran bapak sendiri?" kata Lea tegas. Tangan Kepsek yang semula sibuk kini berhenti. Kata-kata Junex seakan mematikan sarafnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daydream*
Teen FictionMenjadi transformasi paling berbeda di keluarga bukanlah hal yang mudah bagi Junex. Ayahnya, Antonio adalah polisi. Ibunya, Cecilia adalah polwan. Kakaknya, Tommi adalah polisi muda. Adiknya, Ria, bercita-cita menjadi polwan, serta adik bungsunya, D...