Junex mengendap-endap mengitari luar pagar menuju belakang Sayon. Ia tidak langsung menuju gerbang utama sekolah. Kini ia telat dua jam ke sekolah. Aksi terlambat memang tidak dilaksanakan lagi, karena itu adalah janji yang harus dipenuhinya terhadap Joe. Tapi entah mengapa, terlambat menjadi penyakit akut baginya. Ia menjadi lebih lambat bangun pagi. Sampai-sampai Cecilia dan Antonio yang membangunkannya saat subuh-untuk latihan fitness-kelelahan setengah mati. Ia juga menjadi lambat berjalan semenjak seringnya ia melakukan aksi itu. Dan ia sadar itu sekarang.
Entah bagaimana mulanya, Junex sudah berada di atas tembok. Ia sudah berdiri di atas ketinggian dan sebentar lagi akan melompat ke bawah.
"Hei, kamu sedang apa?"
Saking terkejutnya membuat Junex ingin jatuh. Ia benar-benar oleng setelah melihat Pak Joe berada di luar kompleks. Lalu jatuh memasuki kompleks.
"Awas," kata Joe dan langsung buru-buru berlari menuju gerbang utama sekolah.
Junex membuka matanya perlahan-lahan. Kenapa ini? Kenapa tidak sakit? Apa ia sudah mati? Atau ada seseorang yang menolongnya dengan langsung menangkapnya seperti adegan-adegan sinetron? Tidak. Ia mulai membuka matanya dengan benar.
Junex melihat ke bawah. Ia tidak menginjak tanah. Ia melayang. Oh, tidak... Ini artinya, ia meninggal. Ya, ampun... secepat itu. Aku belum melakukan apa-apa tapi kenapa aku harus meninggalkan keluarga dan sahabatku secepat ini?.
"Tidak! Aku sudah mati. Aku sekarang arwah," jerit Junex sambil menangis menjadi-jadi sambil menutup mukanya. "Kenapa harus terjadi, Tuhan?"
"Hei, kenapa kamu menangis?" kata Joe tiba-tiba muncul dengan pandangan heran kepada siswa itu.
Junex membuka wajahnya. "Pak Joe..." katanya bingung, lalu menangis lagi. "Aku sudah mati, Pak Bro. Aku sudah mati. Aku melayang-layang." Kemudian sikapnya melunak dan bingung kembali. "Tapi... Aku kan hantu? Kenapa Bapak bisa melihatku?"
Joe terbahak-bahak. "Nenek-nenek yang ketabrak bemo, lalu sempat-sempat-nya joget kemudian mati tiba-tiba, tahu kalau kamu sekarang tersangkut. Hahahah."
Tersangkut? Junex mendongak ke atas. Topi hoodie-nya tersangkut. Mungkin pada sebuah paku beton. Jadi... Ia tidak mati? ia masih hidup!
Tawa Joe semakin pecah begitu Junex sedang bersenang-senang sambil tergantung di dinding. Saat Junex kesenangan seperti itu membuat dirinya terlihat seperti wayang, membuat perut guru itu geli.
"Pak Bro. Tolong aku," kata Junex dengan mencoba sedikit meronta, tapi malah membuat topi hoodie-nya terkoyak lalu membuatnya panik. "Oh, tiiidaaak! Hoodie ala skull-ku!"
"Hahaha... Lucu juga kamu seperti pajangan begini," kata Joe yang nampaknya menikmati kondisi ini. Ia mengamati Junex dari setiap sisi.
"Pak Bro. Please..."
"Enggak. Aku akan biarkan kamu menempel kayak cecak aneh di situ."
"Ini bukan cecak. Ini namanya setan yang nempel di dinding, Pak," kata Junex dengan marah yang meluap-luap.
Joe tertawa sekilas, lalu menghampiri Junex. Ia langsung memeluk lutut cowok itu, mengangkatnya sedikit tinggi untuk melepasnya dari paku. Setelah berhasil, ia memeluk pinggang cowok itu, lalu memanggul anak itu di bahunya.
"Kok aku nggak diturunin?" kata Junex saat gurunya itu malah membawanya ke tengah lapangan. Sekejap ia sadar mungkin Joe akan membawanya ke tempat hukuman karena telat lagi. "Pasti bapak mau hukum aku ya?" kata Junex tiba-tiba.

KAMU SEDANG MEMBACA
Daydream*
Roman pour AdolescentsMenjadi transformasi paling berbeda di keluarga bukanlah hal yang mudah bagi Junex. Ayahnya, Antonio adalah polisi. Ibunya, Cecilia adalah polwan. Kakaknya, Tommi adalah polisi muda. Adiknya, Ria, bercita-cita menjadi polwan, serta adik bungsunya, D...