Kepala Joe benar-benar akan terbakar setelah melihat keenam pemberontak berjingkat-jingkat masuk gerbang.
"Berhenti!" Suara Joe begitu menggelegar. Kali ini suaranya mampu menyamai suara di balik mikrofon. Keenam siswa itu berhenti.
Joe merepet dan mengumpat sendiri, bahkan saat berjalan menghampiri kelima siswa itu. Ia benar-benar gemas melihat tingkah mereka pagi ini.
"Apa-apaan kalian ini? Apa kalian sadar ini jam berapa? Apa kalian masih merasa pantas masuk kelas?" bentak Joe membabi-buta.
"Pak, aku telat," lapor Junex polos.
Joe memukul kepala Junex dengan buku tebal berkali-kali seraya berkata, "Jangan mencoba membuatku mengatai nenek-nenek lagi!" Lalu ia melihat Elid yang sesungguhnya sudah bersiap-siap tertawa mendengar perkataannya, namun akhirnya ia nampak kecewa. Kemudian ia memukul kepala Elid pula dengan keras.
Elid memegang kepalanya. "Lho, kok aku juga dipukul, Pak."
Joe tidak menyahut. Ia juga tidak nampak menyesal telah melakukan itu. Sekarang ia mengamati Tobi sambil melipat tangan.
"Apa kamu sadar kamu bau apa?"
Tobi bingung, lalu menggeleng. "Maksud bapak?"
Joe memukul kepala Tobi kuat. "Kamu bau rokok, Anak Badung. Apa kamu tidak sadar itu berbahaya bagi kesehatan?"
Tobi meringis sambil mengelus-elus kepalanya. Ia masih bingung melihat sikap Joe. Entah mengapa hari ini guru itu begitu sensitif sekali.
Tanpa berkata apa pun guru itu langsung memukul kepala Mondi dengan kuat.
"Aduh, sakit, Pak," ringis Mondi. Joe nampak menikmati rengekannya.
Joe melihat Sacquin yang menunduk dengan lesu. Ia sebenarnya ingin menghukum anak itu. Tapi begitu melihat wajah polos siswa itu, ia menjadi tidak tega. Ia mendesah pelan, lalu menepuk-nepuk kepala Sacquin pelan. "Sacquin, kamu balik saja ke kelas," katanya simpul membuat semua mata melotot kepadanya, terutama Lea.
"Sebenarnya siapa sih cewek di sini?" kata Lea protes. Junex dan Elid menatap cewek itu sambil berbisik-bisik. Ia bisa mendengar mereka mengatainya sebagai cewek yang tidak dianggap.
Joe memukul kepala Lea dengan kuat. "Jangan banyak protes."
"Kami, Pak?" Junex dan Elid bertanya serentak dengan mata berkaca-kaca ala puppy eyes. "Kami juga masuk kelas kan?"
"Kalian dihukum," sahut Joe sambil buang muka.
"Nggak adil," pekik Elid dan Junex dengan membuang muka pula.
"Nggak apa-apa kok kalau aku dihukum, Pak. Aku juga telah melanggar aturan," kata Sacquin akhirnya sambil tersenyum.
Joe bingung melihatnya. Kenapa anak ini justru memilih dihukum bersama sahabatnya dibandingkan masuk kelas dan belajar?
"Ok, ok, ok," katanya seakan-akan pasrah. Ia menebarkan pandangannnya kepada kelima murid itu, mengkode kepada mereka supaya mendengar perkataannya dengan seksama. "Baiklah. Aku akan menghukum kalian. Dan aku pastikan kalian akan jera setelah melakukan ini. Kalian dihukum untuk membersihkan seluruh kamar mandi di Sayon."
Kelima siswa itu menganga seperti orang bodoh. Hanya terdengar kicauan burung.
"Seluruh... toilet... Sayon," kata Joe lagi dengan penuh penekanan terhadap kata yang dituturkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daydream*
Novela JuvenilMenjadi transformasi paling berbeda di keluarga bukanlah hal yang mudah bagi Junex. Ayahnya, Antonio adalah polisi. Ibunya, Cecilia adalah polwan. Kakaknya, Tommi adalah polisi muda. Adiknya, Ria, bercita-cita menjadi polwan, serta adik bungsunya, D...