Seperti Angin

1.6K 112 49
                                    

Lo itu seperti angin, sekeras apapun gue coba ngejar lo. Tetep aja lo gagal untuk gue raih, lo hanya biarin gue merasakan bukan untuk memiliki.

🍁🍀🍁


"Meisya?" seseorang memanggilnya dekat, Meisyapun menolehnya. Seorang gadis bertmpilan elegan dengan rambut sebahu tiba-tiba mendekat. Meisya tak mengenalnya.

"Gue dengar lo deket sama Rio," celetuknya kini duduk di sampingnya, mendengar ucapan itu Meisya mulai membuang wajahnya malas. Dia menghembuskan nafasnya pelan, lalu berdiri pergi ingin meninggalkan gadis ini dengan menggantung ucapannya.

"Hey!" teriak gadis itu merasa dicuekin, tapi dia malah mengikuti Meisya sekarang.

"Lo tau? Gue bener-bener iri sama lo. Gue salah satu penggemar berat Rio lho," seru gadis itu tak menyerah dan terus mengikuti Meisya di sampingnya.

"Dan apa lo tau? Gue gak suka seseorang sok baik dan sok kenal dengan maksut tertentu, tolong biarkan gue sendiri," tekan Meisya membuatsenyuman di gadis ini menciut. Meisya melanjutkan langkahnya dan membiarkan gadis ini terdiam sendiri, tapi sepertinya gadis ini kecewa.

Kini Meisya berada di dalam perpustakaan yang cukup sepi, nametage sebagai komite perpustakaan itu masih terkalungkan manis di lehernya. Di jam istirahat ini, Meisya hanya sekedar menata beberapa buku yang berantakan. Para tangan pemalas memang jarang mengembalikan buku dengan benar, pikirnya.


"Meisya, biar gue bantu," gadis ini lagi, dia tiba-tiba datang padanya.

"Apa yang lo mau?" tanya Meisya to the point.

"Gue cuma ingin berteman sama lo, apa itu salah?"

"Gue gak mau berteman dengan orang yang menyalah gunakan kata teman untuk mengambil keuntungan, kalau lo berteman dengan gue hanya untuk Rio, maaf gue gak butuh teman semacam itu," jelas Meisya membuat gadis ini terdiam seketika, gadis itupun pergi dengan tatapan keki pada Meisya.


🍁🍀🍁


"Mey? Kamu gak sarapan, nak?" suara lembut itu merasuki konsentrasi Meisya yang sedang mengikat tali sepatunya.

"Meisya telat, Ma."

"Kalau begitu makan bekalnya di jam istirahat pertama saja, nanti siangnya makan di kantin," saran mamanya sambil mendekat, wanita setengah baya ini menyodorkan segelas susu cokelat hangat. Meisya beranjak dari tali sepatunya mengabil segelas susu itu dan langsung meneguknya habis.

"Meysa berangkat dulu, Ma."

"Hati-hati ya, nak."

Meisya tersenyum singkat hingga akhirnya dia keluar menerobos hujan, ya... pagi ini gerimis tipis sedang merajai pagi. Mau tak mau, ditemani payung kelincinya Meisya tetap melangkahkan kakinya ke sekolah.

"Gue benci hujan, mereka bilang hujan itu indah... hujan itu romantis. Tapi bagi gue, hujan itu merepotkan," gumam Meisya sambil berlari kecil menuju halte bus untuk mencegat bus pagi ini.

Tak lama bus umum yang membawanya telah berhenti di halte dekat sekolahnya, pintu gerbang masih terbuka dengan beberapa anak yang berlarian menerobos hujan. Meisya membuka payungnya lagi, dan segera menuju gerbang sebelum pak satpam menguncinya tanpa ampun.

Nafasnya sedikit ngos-ngosan, setelah di rasa aman dari hujan, Meisya menutup payungnya dan menitipkannya di pos satpam hingga payungnya kering nanti.

Bukan Pemeran Utama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang