Yang Jauh Di Sana

809 62 7
                                    

Sebagai pembaca yang baik, jangan lupa vomment-nya yaaaaa 😊

Enjoy reading....

🍁🍀🍁

AUTHOR POV

Meisya menyincing payungnya yang terlipat rapi dengan ujungnya yang masih meneteskan air, hujan baru saja reda, iapun memutuskan untuk pulang. Soal Rio, itu hanya keisengannya. Ternyata di kafe tadi ada Angga yang sedang nongkrong di lantai 2, dia melihat Meisya dan mulai ngerjain dengan memberitahu Rio. Entah mengapa, Meisya kecewa karena Rio gak bener-bener ada di sana.

🍁🍀🍁

Meisya duduk di samping jendela bus, menatap luar yang terguyur hujan gerimis. Pintu kaca bus tereffect indah dengan percikan hujan, mengeblurkan pemandangan di luar. Hawa dingin ini membuat Meisya sedikit tak nyaman, dia lebih menyukai pagi hari yang cerah dengan sengatan hangat mentari dibanding gerimis yang setia dengan udara dingin yang menusuk ini.

Payungnya masih tersimpan di dalam tasnya, ia pikir hujan seperti ini tak akan membuatnya basah. Setelah bis berhenti di halte dekat sekolahnya, Meisya segera turun tanpa payungnya. Ia berlari kecil menuju gerbang sekolah menerobos gerimis ini, kedua telinganya tersumbat dengan earphone putih yang mengalunkan lagu favoritnya.

"Mey?" suara Ara membuatnya menoleh, sahabatnya itu kini berlari mendekatinya.

Meisya hanya tersenyum ramah menanggapi Ara yang kini berjalan di sampingnya, rasa sepi tanpa Rio mungkin memang mulai merasuk dalam hari-hari Meisya, tapi kehadiran sahabat satu-satunya ini lebih mewarnai harinya. Untuk soal kesepian, Meisya adalah gadis yang dulu berteman dengan sepi. Jadi ini bukanlah hal asing baginya, hanya saja satu perasaan berbeda hadir menjadi pendamping kesepian, orang biasa menyebutnya rindu.

Setelah meletakkan tasnya di kelas, Meisya keluar menuju perpustakaan. Sekolah belum begitu ramai, tapi ada satu hal yang harus ia kerjakan. Setelah membuka pintu perpustakaan dengan kunci cadangan yang ia bawa, Meisya segera membuka gorden dan jendela di sana. Lalu ia mematikan lampu yang cahaya sudah kalah oleh sinar matahari yang menerobos jendela.

Tiba-tiba langkah seseorang membuat Meisya menoleh ke arah pintu, seorang gadis sedang berdiri di sana. Melihat siapa gadis itu, Meisya langsung kembali menuju rak buku untuk memulai kerjaannya. Merasa dicuekin, gadis itupun mendekat.

"Dasar, lo emang gak tau malu apa emang gak punya rasa malu,ha?" cibiran itu keluar dari mulut cewek itu, menolehpun Meisya tidak.

"Heh!" teriak cewek itu sambil menarik bahu Meisya hingga membuatnya menghadap ke cewek itu.

"Apa sih mau lo?" lirih Meisya datar.

"Lo masih tanya apa mau gue? Rio! Gue mau Rio yang lo ambil dari gue!" cewek itu adalah Sisil, lagi-lagi ia kumat seperti ini. Mungkin karena dia sadar Rio sedang tak ada di sini.

"Ambil?? Lo bilang ambil barusan?" Meisya malah bertanya balik sambil menyincing satu alisnya.

"Emang lo pikir Rio barang, apa? Yang bisa lo pungut-buang seenaknya," lanjut Meisya yang membuat Sisil terbakar emosi.

"Lo emang bener-bener-"

"Heh!!!" tiba-tiba seseorang menahan emosi Sisil, seorang Angga kini datang mendekati mereka.

"Ngapain lo di sini, bocah?" serunya sambil berdiri diantara Meisya dan Sisil.

Sisil hanya menatap geram ke arah Angga dengan geram.

"Apa, apa?! Lo mau apa sekarang?" lanjut Angga berwajah nantang, apalagi tinggi badan Angga yang jauh lebih tinggi di banding Sisil menciutkan gadis di depannya ini.

Bukan Pemeran Utama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang