Bodoh itu, ketika lo nyimpen perasaan lo sendiri.
🍁🍀🍁
Mata bulat Meisya masih menatap resah ke layar ponselnya, Rio langsung menutup teleponnya begitu saja.
Meisya memasukkan ponselnya kembali ke saku jas labnya bersama sobekan kertas kecil itu, tapi tiba-tiba pintu terbuka. Meisya segera berdiri dari duduknya, tatapannya lurus pada sosok tinggi yang kini berada tepat di depannya.
Senyuman cowok di depannya itu mengembang dengan tatapan teduhnya yang saling bertemu dengan iris hitam Meisya, langkahnya mendekat lenggang.
"Kenapa bisa sampai terkunci di sini?" satu pertanyaan itu terontar, tapi Meisya kembali menundukkan kepalanya dan diam.
Hm, Rio tersenyum miring melihat tingkah Meisya yang selalu seperti ini di depannya, Rio mengangkat ponselnya dan menunjukkan tampilan layarnya pada Meisya. Meisyapun mengangkat tundukannya, dengan jelas nomor teleponnya tertera di ponsel itu.
"Akhirnya gue dapetin nomor ini," celetuk Rio masih dengan senyumannya itu, Meisya menyorotkan tatapan kesal yang terlihat pasrah.
Rio memasukkan ponselnya ke dalam sakunya dan mulai menarik tangan Meisya untuk membawanya keluar, Meisya hanya mengikuti tarikan tangan itu. Tapi Rio menghentikan langkahnya saat menyadari ada yang aneh dengan Meisya, Rio menolehnya dan menatap teliti.
Diapun jongkok di depan Meisya, membuat Meisya sedikit terkejut sambil memegangi seragam roknya yang memang seatas lutut, tapi tidak begitu pendek.
"Kenapa bisa terluka?" tanyaRio lagi, Meisya masih menunduk diam.
"Huffttt..." Rio meghembuskan nafasnya pelan, lalu merogoh saku jaket hitamnya itu. Meisya mengambil selangkah mundur, Rio langsung mendongak menatapnya. Masih tanpa kata, Rio mendekatinya lagi dengan posisi yang masih terjongkok. Rio dapat membaca ketegangan di raut wajah Meisya, tapi ekspresi itu membuat Rio geli melihatnya.
"Gue gak sebrengsek yang lo pikirkan," ucapnya pelan sambil menempelkan sebuah plester di lutut Meisya yang berdarah, tak begitu parah karena itulah Rio memberinya plester tersebut.
Meisya terdiam dalam tundukan, Rio masih sibuk memasang plester itu pada lututnya yang tadi tergores. Lalu dia kembali berdiri, tatapannya lurus pada Meisya.
"Masuk ke kelas deh sana," pinta Rio lembut masih menatap Meisya yang terus menunduk, tapi akhirnya Meisya mengangguk pelan.
Meisya mulai melangkahkan kakinya, setelah dua langkah melangkah dia berhenti lagi dan berbalik menatap Rio.
"Thanks," ucap Meisya pelan, sebentar...dan berbalik pergi begitu saja.
Rio masih terbengong mendengarnya, sedetik berikutnya senyumnya mengembang memberi keindahan di setiap lekuk wajahnya. Entah bagaimana bisa gadis batu itu membuatnya merasa gila seperti ini, konyol tapi kejujuran hati bukanlah hal yang bisa dipungkiri.
🍁🍀🍁
"Kenapa lo?"
"Gue males pulang," sahut Angga datar, Rio mengangkat alisnya heran.
"Bokap nyokap lo tengkar lagi?"
"Lo aja bisa nebak," jawab Angga lesu, Rio mengambil posisi duduk di sampingnya.
"Lo ke rumah gue aja, ntar kalo nyokap lo nyari biar gue yang ngomong," tawar Rio, tapi Angga nampak berpikir sejenak.
"Lo tenang aja, Ngga. Lo ke parkiran dulu aja sekarang, gue ke perpus dulu. Tunggu gue di sana,"
"Eh," Angga menghentikan langkah cepat Rio.
"Lo mau ketemu sama cewek batu itu lagi?"
"Kenapa kalau ya?" tanya Rio enteng dengan tatapan nakalnya.
Angga menggeleng-gelengkan kepalanya sekilas, "Dari pada lo gangguin cewek itu gak jelas, mending lo pacari aja sekalian."
"Mau gue sih gitu," sahut Rio membuat Angga terheran.
Riopun telah melesat ke perpustakaan, tepat di pojok ruangan dia melihat Meisya dari luar jendela perpus, tapi dia tak sendiri. Tiga orang gadis memojokkannya di sana, Rio segera memasuki perpustakaan itu. Seorang gadis berambut sebahu mencengkeram kerah bajunya, dan seisi tasnya berantakan di lantai.
"Lo gak usah sok cantik, gue peringatin sama lo sekali lagi. Jauhi Rio," tekan gadis itu yang ucapannya kini bisa Rio dengar dengan jelas.
"Jauhin tangan lo dari dia!" tekan Rio membuat 3 gadis itu gelagapan. Muka gadis itu memerah padam, dengan gertakan rahangnya yang mengeras.
Rio kini sedang terjongkok memunguti buku dan beberapa barang Meisya yang berserakan di lantai, Rio memasukkan semua barang itu ke tas Meisya.
Tiga gadis itupun pergi menjah dengan tatapan keki pada Meisya, dan tetap saja... Meisya hanya menunduk seperti gadis lemah yang tak berdaya.
Rio berdiri dan menyodorkan tas putih itu padaMeisya, Meisya menerimanya dan langsung melangkah pergi. Tapi Rio menahan lengannya, dengan erat kini Rio menatapnya tepat di depan Meisya.
"Mey," lirihnya pelan, Meisya langsung mendongak menatapnya.
"Kenapa lo gak bales chat gue, telepon juga gak lo angkat. Dan barusan, harusnya lo hubungi gue kalo terjadi sesuatu."
"Gue udah pernah bilang sama lo, lebih baik lo gak usah ganggu gue," sahut Meisya, suaranya gemetar.
"Apa masalahnya sih?" kesal Rio, Meisya terdiam tak menjawabnya.
"Sebenernya apa yang lo mau?" tanya Meisya mengembalikan pertanyaan.
"Gue mau selalu di sisi lo,"
"Untuk apa? Lo hanya bikin semuanya menjadi kacau, gue capek harus melihat semua orang benci ke gue karena deket sama lo."
"Karena itulah gue mau lindungin lo, kalo lo sama gue. Gak akan ada yang bisa ngebully lo lagi," tekan Rio.
"Gue gak bisa, lo lihat sendiri kan. Gue dikunci di gudang OB, gue cuma debu di mata mereka. Dan barusan, gue selalu diancem sama mereka. Lo pikir hidup seperti itu mudah, lo pikir gue mau seperti ini terus? Gue sudah cukup tenang sendiri, jadi gue mohon... jangan ganggu gue lagi," isak Meisya mulai menangis, air mata itu membuat Rio tak berkutik lagi.
"Ok," sahut Rio pelan, dia melepas pegangannya pada Meisya dan membiarkan Meisya melangkah pergi darinya.
🍁🍀🍁
Suasana lorong sekolah masih sepi, Meisya berjalan sambil memegangi namtage perpusnya. Rio yang baru saja datang tanpa sengaja berpas-pasan dengannya, tatapan merekapun bertemu. Tapi sekejap Meisya langsung menarik pandangannya dan tertunduk, berjalan kembali melalui Rio begitu saja.
"Lo semakin bikin gue bodoh nyimpen perasaan ini sendiri."
🍁🍀🍁
Hallo,
Baru bisa update nih..
Thanks banget sama pembaca setia say it
Trus ikutin kelanjutan kisah Rio dan Meisya ya...Vote and commentnya jgn lupa...
Kasih krisarnya juga jika perlu,Oh iya, say it baru aja aku revisi tepat hari ini.(31 juli 2017)
Bisa baca lagi dari awal, atau yg baru baca bisa lnjut ke part selanjutnya...Aku revisi untuk merubah bahasa yg terlalu baku,jdi biar nyaman juga bacanya...
Ok, makasih ya udah sempetin baca dan kasih bintang kalian...tunggu krlanjutannya ya 😊
Salamku,
Kimmy ✌😇😊😇
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Pemeran Utama
Teen FictionAku ingin bercerita sebentar, tentang laki-laki bergitar putih itu. Dia yang telah menjadi pemeran utama dari cerita yang berawal dari gitar putihnya, cerita yang mungkin memang tercipta menjadi milik kita. Dia seperti matahari, terlalu menyilaukan...