Sakit,Sulit,Berat

800 62 7
                                    

Mulmed diatas Rio, ya. Tapi kalian bisa bayangin Rio sesuai imajinasi kaian sendiri kok.
No sider, budayakan vote sebelum membaca ya...

Enjoy reading 😇

🍁🍀🍁

MEISYA POV

Hujan rintik menemani langkahnya, aku masih berdiri memegang erat payung putihku. Aku masih menatapnya, ia menghentikan langkahnya sebentar dan menoleh ke arahku. Aku hanya bisa tersenyum, saat seulas senyum ia lontarkan sebagai bunga perpisahan ini.

Kurasa dia akan baik-baik saja, tapi kuakui aku tidak sedang baik-baik saja. Dia kembali melangkah, entah mengapa rasanya sangat sulit tuk kuutarakan. Jika boleh memilih, aku tak ingin ia pergi.

Punggungnya itu, masih kutatap lekat. Baru kusadari arti dari kata cinta, dan baru kumengerti betapa ini sangat berat. Apa aku memang sudah sangat mencintainya? Rasa nyaman itu tumbuh begitu saja, dan aku... aku tak tau apa bisa jarak membatasi kita.

Pelukannya masih sangat segar kurasakan, bahkan parfumnya yang khas masih berbaur dengan udara di sekitarku. Tapi Rio, dia kini sudah berada di dalam bis dan duduk di samping jendela menatapku. Dia tersenyum, tapi aku bisa melihat keresahan dalam tatapannya. Akupun begitu kawatir, akankah cerita kita akan kembali berbeda.

🍁🍀🍁



"Mey?"

"Ara? Lo ngapain di sini?" aku sedikit bingung saat Ara tiba-tiba muncul.

"Gue baru dari butik nyokap, gak sengaja mampir ke sini. Lo sendiri?"

"Nyantai aja sih, lagi pingin nyokelat," jawabku seadanya, kafe ini memang sudah menjadi tempatku berteduh dari hujan di waktu senggang. Entah mengapa, aku merasa nyaman di tempat ini. Ayah sering mengajakku ke sini, dulu.

Ara ambil posisi duduk di sampingku, ia memanggil pelayan untuk memesan segelas cokelat panas.

"Rio gi mana?"

"Dua jam tadi dia berangkat," sahutku pelan, melihatku yang tertunduk menatap gelas, Ara memasang wajah cemasnya.

"Are you Ok?" lirihnya, yang kubalas dengan senyum singkat dan anggukan kecil.

"Berapa lama?"

"Cuma sebulan, kok."

"Emm," Ara mengangguk mengerti.

Aku menatap luar jendela kafe ini, di depan genangan air mulai menghiasi jalan-jalan berlobang. Aku hanya sedang berpikir, apa Rio akan sampai dengan selamat? Aku yakin, teman-temannya pasti menjaganya, dia juga cowok yang kuat yang pastti bisa menjaga dirinya sendiri. Tapi entahlah, segitu kawatirnya aku sekarang.

Ternyata benar kata orang, kita akan menyadari satu hal setelah kita merasa kehilangan.

"Mey, nyokap nyuruh gue balik nih. Lo mau gue antar sekalian apa gimana?" Ara membuyarkan lamunanku.

"Lo duluan aja deh, masih ujan. Gue tunggu reda aja."

"Gue bawa mobil, kok."

"Gak usah, Ra. Gue masih mau di sini."

"Ok, deh. Gue duluan ya."

"Hm, hati-hati."

Ara mulai melenyap setelah keluar dari pintu kafe ini, sebuah lagu "Payung Teduh mengalun di dalam kafe membuatku semakin mager di sini. Hujan masih setia menghiasi langit untuk bumi, dan kali ini hujan mengirimkan satu perpisahan singkat padaku. Dulu, aku selalu tak suka pada hujan. Aku selalu menghindarinya, kurasa wajar saja sebagai manusiawi yang sering terepotkan karena hujan, tapi tanpa tersadar... hujan membawa banyak kenangan untukku.

Ndrrtttt... ponselku bergetar. Aku melihat ada satu notif WA dari Rio, segera aku membukanya.

"Cepet pulang, jangan menunggu hujan yang gak pasti kapan redanya."

Aku menyincing satu alisku sedikit merasa bingung, dari mana Rio tau soal hal ini. Oh... pasti Ara yang kasih tau, baru aja beberapa jam pergi, ehh mata-mata sudah bersiaga.

"Aku udah di rumah."

Balasku berbohong, tak lama ponselku bergetar lagi.

"Bohong, aku bisa liat kok kamu sekarang lagi duduk di kafe. Padahal minumnya udah habis."

Aku merasa bingung berlipat kali, nih cowok kenapa bisa tau. Aku mencoba celingukan menoleh ke segala arah di sekelilingku, tapi aku segera berpikir logis kembali. Jelas-jelas tadi aku melihat Rio masuk ke dalam bis, manamungkin dia di sini. Tapi kok bisa tau?

Ndrrrttttt.

"Gak usah di cari, aku kan selalu ada di hatimu?"

Aku sedikit tertawa geli membaca satu pesan ini, dia memang selalu berhasil bikin aku ketawa dengan lelucon gombalnya walau garing. Etttss, tapi kok dia tau lagi?

"Sebenernya kamu lagi di mana?"

Kubalas lagi pesannya, tapi lama tak ter-read. Aku masih melirik layar ponselku, tapi dia tak membalasnya juga.

🍁🍀🍁

Thanks untuk yang selalu lanjut baca ceritaku ini,
Kebahagiaan author tuh silaat si reader menyukai tulisannya.. 😊
Jadi, tolong kasih vote n comment kalian ya....

Saran kritiknya ya untuk chapter ini..

See you next chapter 😊😊😊

Bukan Pemeran Utama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang