Kutu Perpus

759 58 11
                                    

Bukan siapa yang terlihat baik, tapi siapa yang bisa membuat kita merasa lebih baik.

🍁🍀🍁

Meisya menata buku di dalam perpustakaan dan mengganti beberapa lebel buku yang sudah rusak, dia sendiri karena hari ini Ara ada kelas tambahan. Meisya mengambil kemucing di sudut ruangan, saat di dekat jendela dia mencoba nengok keluar. Senyuman simpul terlukis di wajahnya sekilas, saat ia dapati Rio yang sedang bermain bola di lapangan.

Tak lama sepertinya Rio menyadarinya, cowok tinggi itu mendongak ke atas, ke arah jendela perpus di lantai dua. Dia melambaikan tangan saat melihat Meisya yang memang sedang memperhatikannya, Meisya sempat terkejut betapa jelinya mata Rio. Tapi tak lama, Rio nampak berlari keluar dari lapangan, Meisya kehilangan pandangannya saat cowok itu memasuki koridor.

Tak pikir panjang lagi, Meisya kembali menuju ke arah rak buku. Cekleekkk... tiba-tiba pintu terbuka.

"Rio???"

Cowok tinggi itu tiba-tiba sudah berada di depan pintu perpus, senyumnya mengembang bersama peluh yang membasahi rambutnya. Dia mendekati Meisya.

"Ngapain ke sini?" protes Meisya sambil mengambil air mineral di kulkas mini milik perpus.

"Emangnya gak boleh nyamperin pacar sendiri?" sewot Rio sambil menerima air mineral yang di sodorkan Meisya.

Rio meneguk air itu doyan, wajahnya seperti terlihat begitu lelah.

"Tumben main bola?" celetuk Meisya sambil membersihkan rak-rak dari debu.

"Masih mending aku mainin bola, daripada mainin perasaan?" ucap Rio melucon, Meisya hanya tersenyum miring mendengarnya.

"Sekali-kali keluar dong, main di lapangan kek, ke kantin kek, di taman kek," sindir Rio membuat Meisya meliriknya sinis.

"Kakek-kakek gak usah bawel, ya," lirih Meisya sambil kembali sibuk dengan kemucingnya.

"Masak tiap hari di perpus mulu, kayak kutu perpus aja," sindir Rio lagi, kini Meisya meliriknya sinis.

"Kalau ke sini cuma mau ngeledek, mending keluar gih," sewot Meisya membuat Rio terkekeh menang.

Dia mendekat ke arah Meisya dan menjewer satu pipinya, Meisya meringis sedikit meronta.

"Gini dong, seneng liat kamu marah dan bawel. jangan cuek-cuek," protes Rio di sampingnya.

"Iseng banget, sih. Ngatain kutu perpus, cuek-lah, apalah... mending kamu ganti baju sana, bau asem," ucap Meisya sambil menatap ke arah Rio yang masih mengenakan seragam olahraga dan berkeringat itu.

"Bales dendam nih, pakek ngata-ngatain," lirih Rio memasang wajah cemberutnya.

Meisya jadi tersenyum menatapnya, cowok di depannya ini sungguh berarti baginya.

🍁🍀🍁

"Mey!" Rio berlari di tengah lorong kelas mendekati Meisya.

Gadis dengan tas ransel putih tulangnya itupun berhenti.

"Main, yuk." ajak Rio langsung.

"Ke perpus dulu, ya. Sama telfon mama dulu," jawab Meisya.

"Ishhh," Rio menghela nafasnya sambil memasang wajah cemberut, Meisya hanya tertawa geli melihat ekspresi Rio. Meisyapun menarik lengan Rio untuk mengikutinya ke perpus, akhir-akhir ini dia sedikit manja.

Meisya mengunci pintu perpus sebelum meninggalkan ruangan ini, suasana sekolah sudah mulai sepi. Rio masih setia berdiri di sampingnya, untuk menunggu kutu perpusnya ini.

"Kutu perpus," cibir Rio saat Meisya sibuk mengunci ruangan ini, Meisya menoleh singkat.

"Dulu katanya kelinci putih, sekarang malah kutu perpus. Gak ada yang bagusan dikit apa?" sahut Meisya, Rio hanya cengengesan di sampingnya.

Meisya memasukkan kunci perpus ke saku roknya, mereka menuju parkiran untuk pulang. Meisya sudah menelpon mamanya untuk ijin keluar dengan Rio, tapi sepertinya Meisya ingin pulang dulu untuk ganti baju.

Setelah mengantar Meisya pulang, Riopun bergegas pulang untuk ganti juga, setelah itu dia akan kembali menjemput Meisya. Fan kali ini, Meisya sudah siap dengan kaos putihnya yang berbalut jaket hitam, dan juga tas ransel putih dengan rambut yang ia ikat rapi.

"Hufttt," Meisya menghela nafasnya gusar sambil melirik jam tangannya, dia sudah menunggu Rio hampir setengah jam.

Tak lama, yang ditunggupun peka. Motor berwarna hitam dan putih itu telah berada di depan gerbang rumahnya. Rio melepas helmnya dan turun menemui Meisya yang berdiri di depan pitu rumahnya, wajahnya terlihat asam.

"Udah nunggu lama?" tanya Rio sambil berjalan mendekat, Meisya tak menyahut dan masih memasang wajah cemberutnya.

Rio meneliti ekspresi itu, dan senyumnyapun mengembang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rio meneliti ekspresi itu, dan senyumnyapun mengembang. Rio nampak bahagia sekali melihat Meisya marahan seperti ini, wajah itu sungguh membuatnya gemas.

"Lama, ya??? maap," ucap Rio sambil tangannya merangkul di bahu Meisya.

Meisya masih tak bicara, tapi langkahnya mulai mengikuti langkah Rio. cowok di sampingnya ini memang selalu berhasil membuatnya tak bisa berkata apa-apa, Rio adalah yang mengubah hidupnya. Riolah yang membuatnya merasa jauh lebih baik.

🍁🍀🍁

Hai, akhirnya bisa up lagi...
Pingin segera ending karena sepi banget...😢

Tapi kalo aku bikin cerita baru, ada yg minat gk yaaaa😰

Tunggu kelanjutannya ya,
Jgn lupa vommentnya...

Thankyouuuu 😊😊😊😊

Bukan Pemeran Utama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang