Derik rem bus mengisyaratkan untuk berhenti, Meisya muali bersiap turun. Saat ia turun dari bus tersebut, nampak Rio yang sudah berdiri di halte dekat sekolah sedang menunggunya. Senyum Rio mengembang seketika setelah menemui gadis yang ia tunggu baru saja turun dari bus, Meisya hanya mengangkat senyuman simpulnya dan berjalan pelan mendekat.
"Mulai besok, biar kujemput," ucap Rio saat Meisya sudah berdiri tepat di depannya, hanya anggukan kecil yang Meisya lontarkan.
Mereka berduapun berjalan bersama menuju gerbang sekolah, Meisya yang awalnya berjalan tepat di samping Rio tiba-tiba berjalan lambat hingga posisinya tepat di belakang Rio. Riopun menoleh Meisya yang hanya berjalan menunduk di belakangnya.
"Ck," decakan kecil terdengar, perlahan Meisya mengangkat tundukannya. Dan sedetik itu pula, Rio langsung mengenggam tangannya dan menariknya kembali untuk berjalan berdamping dengannya.
"Semua ngliatin kita, Rio," lirih Meisya memprotes dan mencoba melepas genggaman itu.
"Sejak kapan Meisya-ku mempedulikan orang lain? Semua juga udah pada tau, kalo kamu milikku, Mey."
"Kamu bilang akan selalu bersamaku," cibir Rio di sampingnya, Meisya hanya terdiam dan menurut.
Saat berjalan di koridor tak jauh dari kelas, tiba-tiba seorang cowok berlari menghampiri mereka sambil berteriak memanggil nama Rio. Spontan keduanya menoleh.
"Ada kabar baik, Man! Besok, kita akan mulai proses pembuatan single baru dan video clip pertama kita. Lo mesti siap-siap, ok? "
Mendengar ucapan cowok tinggi ini, Rio dan Meisya langsung tersenyum berbinar secara bersamaan.
"Ok, jam berapa?"
"Jam 2 kita udah standby di sana."
"Em, berarti gue gak bisa anter pacar gue pulang dong," Rio berpikir sejenak sambil menoleh Meisya.
"Gak papa, Rio." Potong Meisya yang langsung di sahut senyuman sumringah dari cowok di samping Rio itu.
"Besok gue tunggu di ruang musik jam setengah satu, ok?"
"Ok deh, thanks man!" sahut Rio sambil tos genggam dengan cowok itu.
Kini Rio menatap gadis mungil di sampingnya, tatapannya dengan lembut menatap sepasang mata di bawah poni kecilnya.
"Padahal baru aja beberapa menit tadi aku bikin janji buat jemput, tapi kayaknya mulai besok aku akan sering absen sekolah," resahnya mengeluh di depan Meisya, tapi Meisya membalasnya dengan setarik senyum simple-nya.
"Gak papa," sahutnya pelan.
"Terserah, gak papa. Kamu selalu bilang gitu," gerutu Rio dengan nada ngambeknya, Meisya hanya tersenyum dingin.
Merekapun berjalan menuju kelas mereka.
🍁🍀🍁
"Wihhh, bentar lagi jadi artis nih," seru Angga sewaktu berada di kantin bersama Rio, karena beberapa pasang mata menatap Rio dengan terkagum.
"Heh, gue ini musisi bukan artis," elak Rio cuek sambil mengaduk jus jeruknya dengan sedotan.
"Intinyakan sama, lo makin populer aja. Iri gue," cicit Angga yang hanya di balas senyuman miring oleh Rio.
"Tapi gue ngerasa, di lain kebahagiaan gue atas mimpi gue ini, gue juga ngerasa gue enggan untuk jadi seperti ini," celetuk Rio dengan nada serius.
"Kenapa?"
"Lo tau kan, waktu gue buat Meisya akan semakin sulit tau nggak."
"Heh, Bro. Belum-belum aja lo udah mikir kek gini, gi mana ngejalaninya ntar. Gue sih yakin-yakin aja kalau Meisya gak bakal mempermasalahin hal sesepele ini, tuh cewek kan punya jalan pemikiran yang panjang, dia juga selalu berpikir dewasa. Jadi gue rasa, gak ada yang perlu di permasalahin." Saran Angga yang kali ini terdengar lumayan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Pemeran Utama
Ficção AdolescenteAku ingin bercerita sebentar, tentang laki-laki bergitar putih itu. Dia yang telah menjadi pemeran utama dari cerita yang berawal dari gitar putihnya, cerita yang mungkin memang tercipta menjadi milik kita. Dia seperti matahari, terlalu menyilaukan...