Sampai di rumah, aku mengistirahatkan badanku di depan ruang TV. Mama sedang sibuk di dapur bersama pengurus rumah kami, Bi Iin. Papa sepertinya sudah pulang dan sedang berada di kamarnya. Mandi, mungkin.
Aku mengganti-ganti channel TV. Enggak ada yang menarik bagiku. Beberapa acara gosip yang menayangkan pernikahan selebriti, juga skandal-skandal pejabat yang ada main dengan selebriti kontroversial di Indonesia. Aku menguap beberapa kali karena bosan.
Eh, itu bukannya perempuan di cafe Infinity ya? Yang lagi bareng sama 3 temennya itu loh? Ooh.. baru nikah sama artis cowok paling seksi se Indonesia toh!
“Lagi nonton apa, say?” Tanya sebuah suara berat yang tiba-tiba saja sudah duduk di sebelahku.
“Ini pap, gosiiip.. biasa hehe..” jawabku sambil cengengesan. “Eh, pa.. cewek itu tadi Rana ketemu loh di cafe. Tapi enggak sadar aja kalau ternyata dia lagi terkenal..” aku menunjuk layar TV.
“Oooh dia? Cantik gak?” Papa cengengesan sambil menatap layar dengan minat tinggi.
“Siapa yang cantik, pa?” Di belakang kami, mama bertanya dengan nada datar.
“Eh.. mama dong yang paling cantik sampai kapanpun..” jawab papa berkelit. Mukanya jadi merah karena menahan malu. Aku tak kuasa menahan tawaku. Papa yang melihat reaksiku hanya mendelik kesal.
“Gak ikutan loh, yaa.. Rana mendingan ganti baju dulu!” Aku segera ngibrit dari ruang TV yang bakalan memanas sebentar lagi.
“Eh, non.. ada kiriman bunga tuh dari.. siapa ya? Saya lupa. Cowok yang pasti! Udah bini taro di kamar,” Bi iin mneghentikan langkah kakiku untuk ,enaiki tangga.
“Oh iya, bi? Makasih deh..” aku langsung lari menuju kamarku.
"Ehem.. yang udah punya pacar.." goda mama tanpa bisa di tahan lagi.
Sejak aku turun dari kamar, mama memang seperti ingin mengatakan sesuatu, namun tertahan juga dengan hal lain. Tapi, akhirnya aku tahu apa yang ditahan—omongan ini—dan apa yang menahannya—pelototoan peringatan papa—sudah aku duga, mama tak akan tahan.
“Ma..” papa memperingati. “Rana masih kecil,” tegasnya.
“Dia udah remaja, pa.. dan wajar dong kalau punya pacar,” kata mama tidak kalah tegas.
“Iya.. oke, dia masih remaja. Tapi, bukan berarti harus pacaran. She’s too young for that. Do you get it?” Wah! Papah sudah mulai menggunakan bahasa inggris nih, berarti ini sudah gawat.
“Ma, pa, please.. aku belum punya pacar dan kalian gak usah berdebat mengenai aku seperti gak ada aku di sini!” Tegasku.
Mama dan papa menatapku melongo dan keduanya malah tersenyum. Mama bahkan terlihat seneng melihat sikapku—yang menurutku—kurang ajar ini. Mereka berdua bukannya menanggapi malah meneruskan makan mereka.
“Kenapa sih?” Tanyaku agak jengkel.
“Engga, mamamu bener.. kamu udah besar sekarang,” jawab papa menggulum senyum.
“Haha.. geer ya?” Goda mama.
“Iihh… kebiasaan deh!” Nada suaraku langsung manja.
Aku tutrun dari kursiku menuju kursi mama dan papa. Saat berada di tengah-tengah mereka, aku langsung memeluk bahu mereka. Mereka berdua hanya terkejut di detik pertama dan tertawa-tawa di detik selanjutnya.
“I love you, guys and I mnean it!”
KAMU SEDANG MEMBACA
between Kirana, friendship, and Love (completed)
Teen Fictionkirana. karel. fabian. ucup. persahabatan antar lelaki dan perempuan itu enggak pernah murni! yakin? awalnya sih Kirana merasa yakin, hubungan antara sahabat-sahabatnya itu tanpa ada rasa sama sekali. tapi, cinta kan gitu.. datang gak di jemput, pul...