16. menangis

253 5 0
                                    

"Gue hiks.. kan hiks.. mau hiks.. nerima di..diaa huaaahh…" kataku untuk kesekian kalinya.
Karel hanya memelukku dan mengusap-usap punggungku pelan. Sejak aku bertemu di gym dan aku tiba-tibq saja menangis, tidak sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Hanya tangannya yang besar yang terus memelukku untuk menenangkanku. Hari ini tidak ada satupun murid sekolahku menggunakan gym. Saat aku menemui Karel pun, gym dalam keadaan sepi.
Setelah kesal dan sakit hati karena perlakuan yang Rizky lakukan padaku. Tidak ada satupun yang aku pikirkan. Aku mulai berjalan linglung dan tiba-tiba saja, aku mendengar seseorang sedang bermain basket. Karel! Pikirku. Tanpa banyak pikir, aku masuk gym dan mendekatinya. Air mata yang sejak tadi aku tahan tiba-tiba saja langsung membuncah keluar.
Di depan Karel-lah aku langsung mencurahkan segala hal yang baru saja terjadi. Di dalam pelukannya juga, aku menangis bertambah keras. Dia seperti tidak peduli cairan dari hidung dan mataku membuat baju seragamnya menjadi basah. Dia hanya berdiri disini bersamaku.
Begitu menangis selama setengah jam, air mataku kering. Tapi tangan Karel tidak berhenti mengelus-elus punggungku. Aku menguraikan pelukan kami dan menatap matanya lama. Dia hamya membalas tatapanku dengan emosi yang seperti ditahan.
“Elo kok ada di sini?” Tanyaku agak serak.
“Habis ulangan Kimia. Gue gak bisa jawab satupun soal itu. Yaa gue asal-asalan dan dalam setengah jam langsung gue kasih kertasnya sama tuh guru..” jawabnya setengah melamun. “Kalau kimia tuh berwujud orang, mungkin ngeri banget yah?” Katanya sambil cengengesan. Aku langsung tertawa terbahak-bahak.
“Iya, terus kamu ajakin aja tuh main basket. Kali aja bisa menang!” Candaku. Karel menatap ke langit-langit, berfikir.
“Ngeri ya? Mendingan tetep berupa soal deh.. eh, tapi itu juga.. enak yaa ngetawain yang bingung!” Kata Karel. Aku mengangguk-angguk sambil meneruskan tawaku.
“Mending elo ngetawain gue deeh.. daipada kayak tadi lagi. Repot gue..” Karel tersenyum simpul padaku.
“Maksud elo gue ngerepotin?” Tanyaku sewot. Aku melepaskan pelukannya dan agak menjauh dari Karel. Aku berkaca pinggang agar terlihat meyakinkan.
“Yaa.. dikit, tapi—”
“Oh.. kalau gitu nanti-nanti gue gak akan datengin elo lagi deh!” Kataku tambah sewot.
“Eh, kok gitu? Emang ada cowok yang gak bakal ilfeel kalau liat elo begitu? Iihh..” serangnya sambil menjulurkan lidah.
“Eeeh.. ngelunjak! Mentang-mentang ikutan karate elo sok-sok bilang gitu, gitu?” 
“Berisik loo.. kalau gak senyum-senyum sendiri, elo tuh pasti nangis atau ngajak gue debat terus yaa!”
“Biaaaar..” teriakku dan membalas juluran lidahnya. “Ya ampun! Gue lupa!” Teriakku lagi.
“Apaan? Ganja? Selama ini elo pengedar? Gak ngajakin nih lo..” katanya cengengesan lagi.
“Elo tuh, gue serius nih!” Tegurku. Karel menggaruk-garuk kepalanya—yang aku yakin—tidak gatal.
“Apaan?”
“Gue kabur dari pelajaran!”
Ruangan gym tiba-tiba sunyi. Baik dari aku ataupun  karel tidak mengeluarkan suara. Kemudian kami tertawa lepas untuk kesekian kalinya

between Kirana, friendship, and Love (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang