"Mau ke mana?"
“Langsung ke kamar pa, besok ada ulangan..”
“Okay, jangan tidur terlalu malam ya?”
“Siap!”
Aku segera menaiki tangga dengan cepat. Mama dan papa hanya menatap kepergianku dengan senyum mengenbang di wajah mereka masing-masing.
Oke, aku ngaku. Aku gak akan belajar di kamar karema besok tidak ada ulangan. Lagi pula, barang untuk hari esok telah aku masukkan ke dalam tas dan siap dipakai besok. Jadi, sebenarnya ada sesuatu yang tidak sempat aku lakukan selepas ashar tadi.
Di atas mejaku sudah ada bingkisan—sebuah kotak berwarna hijau menyala—dan sebuah surat berwarna putih. Bunga mawar pun telah berganti dengan yang baru saat dia tiba-tiba ingin mengantarku pulang.
Aku membuka surat dengan pelan dan langsung tersenyum senang. Aku membawa surat itu di atas tempat tidur dan memeluknya. Hingga aku tidak sadar, aku langsung terlelap dalam buaian mimpi indahku.
######
"Kirana.."
Seorang lelaki dengan suara berat khas cowok memanggilku dari belakang. Fitri yang berada di sebelahku mematung. Aku hanya terdiam dan membalik. Seketika saja, bulu kudukku merinding. Disanalah mataku bertemu dengan mata tajam seorang cowok yang berbeda dengan semua cowok-cowok yang dekat denganku.
“Ian?” Sapaku yang lebih berupa pertanyaan.
“Nih, gue cuma mau ngasih ini. Gue disuruh Pak Iyus..” Fabian menyerahkan setumpuk buku tulis padaku. Aku menatapnya dengan bertanya. “Gue dapet hukuman jadi kacungnya dia. Sialan banget kan?” Katanya. Dia langsung pergi meninggalkan aku dan Fitri yang masih melongo.
“Dia ngomong sama elo, Na?” Tanyanya masih tidak percaya.
“Menurut elo ngomong sama tembok, gitu?” Tanyaku balik dengan kesal. Aku segera berbalik dan buru-buru menuju kelasku. Fitri berjalan denganku seperti orang yang baru saja bangun dari mimpi—well mimpi buruk sepertinya.
“Na, elo jauhin dia deh.. cuma cari masalah kalau deket sama dia..” kata Fitri memperingatiku. Aku mengangguk malas.
“Lagian, cowok troublemaker, jelek, pernah gak naik kelas, itu gak pantes buat orang kayak elo..” lanjutnya.
“Udah ah,ngatain orang aja bisanya lo!” Tegurku.
Saat sampai kelas,aku memberikan buku itu pada Ardhi dalam diam. Sudah sebulan lamanya aku dan dia tidak ngobrol. Tapi, aku tidak ingin mempermasalahkan hal yang sudah berlalu.
“Thanks..” katanya singkat. Aku hanya mengangguk singkat.
“Kir..”
“Ran..”
Aku menoleh dan mendapati Ucup serta Karel yanh mandi keringat. Mereka seperti baru saja melakukan marathon bersama. Aku hanya menatap mereka dengan pandangan bertanya.
“Kalian kenapa?” Tanyaku.
Fitri memberikan tissue pada Ucup untu mengelap keringatnya. Aku juga mengambil tissue milikku pada Karel.
“Tadi kamu diapain sama si Fabian itu?” Tanya Ucup terburu-buru.
“Hah?”
“Elo engga kena bentakkan atau masalah sama orang satu itu kan?” Tanya Karel yang sama khawatirnya.
“Hah?!”
Karel dan Ucup yang geram karena tidak mendapat jawaban dariku, langsung memberondong Fitri dengan pertanyaan yang sama.
“Eh, eh, jangan di jawab, Fit..” cegahku, sebelum Fitri mengeluarkan sesuatu yang berlebihan.
“Pertama, kalian lebay deh sama kayak si Fitri.” Aku mendapat delikkan darinya. “Kedua.. bukannya elo lagi sama Yuri yah? Melakukan just-god-know-whatever-it-is..” delikkan kedua diberikan Karel. “Dan terakhir.. bukannya kamu lagi latihan tanding sama sekolah tetangga ya, Cup?” Tanyaku yang dibalas pelototan oleh Ucup.
“Ya ampun, lupa gue!” Teriak Ucup dan karel bersamaan. Aku hanya terkikik melihat kelakuan mereka.
“Eh, tapi elo lebih penting..” Ucup mengangguk setuju.
“So, jawab pertanyaan kami!” Perintah Ucup.
“Fine.. dia cuma ngasih buku tugas dari pak Iyus kok!” Kataku mantap.
“Sialan., siapa sih yang kasih tau nih info!” Maki Karel.
“Tapi bener kan?” Tanya Ucup serius. Aku hanya mengangguk sembari tersenyum.
“Aku percaya sama kamu, so please.. this is last time I heard about you and him. Alright?” Pinta Ucup dengan lembut. Aku tersenyum mengiyakkan.
“Good.. sekarang gue bisa tanding lagi dengan tenang..” komentar Ucup mengelus-elus puncak kepalaku.
“Eh, ikut Cup.. gue mau nonton tuh pertandingan, dari tadi Kiran gak mau mulu nih..” keluh Fitri mendelikku lagi. Aku membalasnya dengan cengiran.
“Ada apa-apa bilang, Ran..” kata Karel nyengir. Dia pergi menyusul Ucup dan Fitri. Aku menatap kepergian mereka dengan geli. Mereka memang sahabat terbaik yang aku punya, walaupun agak lebay, batinku.
“Kirana?”
Sebuah suara berat dari belakangku membuatku merinding.
KAMU SEDANG MEMBACA
between Kirana, friendship, and Love (completed)
Teen Fictionkirana. karel. fabian. ucup. persahabatan antar lelaki dan perempuan itu enggak pernah murni! yakin? awalnya sih Kirana merasa yakin, hubungan antara sahabat-sahabatnya itu tanpa ada rasa sama sekali. tapi, cinta kan gitu.. datang gak di jemput, pul...