17. Cowok-Cowok

265 3 0
                                    

Bel tanda pulang sekolah berbunyi dengan nyaring. Semua murid keluar dari kelas masing-masing dengan gembira. Mungkin karena sukses keluar dari jam pelajaran guru killer atau baru saja mengerjakan ulangan dengan sukses. Dari kelasku, aku melihat Fitri yang membawa dua tas. Tasku! Pikirku.

Dibelakang Fitri, ada Rizky yang hanya diam berjalan menyusuri koridor. Disekitarnya banyak anak-anak cowok yang saling bercanda tapi dia seperti tidak mengikuti hal tersebut.

“Woi! Udah dapet tas lo?” Karel tiba-tiba menghalangi ‘pengintaian’ yang sedang aku lakukan.

“Beloom.. minggir lo! Gue lagi ngintai si Fitri!” Kataku menunjuk Fitri.

Saat Karel meminggirkan tubuhnya, aku melihat ada seseorang yang menghampiri Fitri. Dia memberikan sesuatu padanya dan langsung berlalu. Adik kelas sepertinya. Pikirku lagi. Fitri sibuk memasukkan sesuatu itu pada tasku. Tiba-tiba ada cowok kedua yang menghampirinya lagi. Ucup!

Dia membantu Fitri membawakan tasku. Ia mengajak Fitri mengobrol dan melontarkan sesuatu hingga membuat Fitri tertawa. Ada rasa sakit di hatiku melihat keakraban yang terjadi pada Fitri dan Ucup. Mereka bahkan tidak cerita mereka sedekat itu!

“Kenapa muka elo merah gitu?” Tanya Karel membuat konsentrasiku buyar.

“Bukan urusan elo!” Bisikku tajam.

“Duileh.. jadi galak, tadi aja nangis—”

“Berisik lo!” Tegurku.

“Karel…”

“Ap— eh say..”

Aku berbalik tiba-tiba dan mendapati Yuri bersama Clarisse and the gang. Yuri memeluk lengan Karel dengan posesif dan defensif terhadapku. Sejak kapan Yuri dan Clarisse bersatu?

“Balik yuk! Aku sekalian mau makan siang dan gak apa-apa kan bareng Clarisse dan yang lainnya?” Tanya Yuri manja.

“Gak apa-apa sih.. tapi tau kan aku bawanya motor? Mobilmu gimana, say?” Nada Karel yang biasanya jail berubah terdengar romantis.

“Biar mereka yang bawa,” Yuri melemparkan kunci mobilnya pada salah satu gerombolan Clarisse.

“Duluan, Ran..” pamit Karel. Dia langsung berlalu bersama Yuri di rangkulannya.

“Emm.. elo bisa ikut kita-kita kok!” Clarisse bersuara dengan sangat centil.

“Hah?”

“Sorry, she is taken for this day..” sebuah suara berat terdengar dari belakangku. Aku buru-buru berbalik menatap orang yang baru saja berbicara.

“Eh.. oh.. gitu yaa.. emm.. see.. see you next time kalau git-gitu..” jawab Clarisse terbata-bata. Dia langsung ngibrit bersama antek-anteknya.

“Ayo! Lo pulang sama gue,” nadanya berupa perintah bukan ajakkan. Aku cemberut menatapnya.

“Enggak manis  ya ngajaknya!” Tegurku.

“Disini gue terkenal gak manis, what did you expact, girl?” Tanyanya serius.

“Sebuket mawar merah, boneka lucu, plus cincin permata!” Semburku kesal.

“Ah.. enggak deh makasih, elo yang untung, gue yang rugi!” Katanya. Muka gantengnya langsung tertawa terbahak-bahak. “Gue tunggu di tempat biasa..” katanya. Kemudian, dia pergi meninggalkanku sendirian.

Tiba-tiba saja aku sadar bahwa tempat aku berdiri ini sudah sepi. Aku mencari-cari Fitri untuk mendapatkan tasku. Oh, itu dia! Di depan taman sekolah. Tasku ternyata ada di sebelah tas dia. Aku berlari untuk mendapatkan tas tersebut.

“Eh, Na.. liat Ucup gak? Tadi dia pamit ke gue tapi sekarang orangnya gak balik-balik. Oh iya, nih tas lo.. berat banget sih! Bawa batu ya lo?” Omel Fitri dalam satu tarikan nafas.

“Bawel lo.. hahaha.. enggak.. em.. gue eng-enggak liat..” jawabku gugup. “Kakak lo mana? Gak apa-apa gue duluan nih?”

“Iya gak apa-apa, palingan bentar lagi juga jemput.” Jawab Fitri dengan senyum. “Eh iya, di tas lo ada bingkisan dari Ucup dan ada surat—lagi! Entah dari siapa,” lanjut Fitri agak kehilangan konsentrasinya. Aku mengangguk sembari menganbil tas-ku.

“Thanks and see you tomorrow!”

"Thanks yaa udah nganterin. Mau—"

“Eh, kamu toh yang nganter? Sini masuk dulu, tante baru aja bikin cup cake kesukaan Rana..”

“Gak usah repot tante. Tapi, kalau tante maksa, gak apa-apa deh..” cengiran khas yang jarang ia keluarkan itu tercetak pada bibirnya.

“Apa kabar dengan ibumu? Is she okay?”

“Fine, tan.. katanya mau ngadain arisan di rumah saya ya?”

“Oh iya.. bla.. bla.. bla..”

Setengah jam kedepan, obrolan di rumah pun dimonopoli oleh mama dan dia.

between Kirana, friendship, and Love (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang