Ngga dari desa, ngga dari kota, semua perempuan itu sama, butuh kepastian lewat kata-kata, bukan lewat perlakuan yang ambigu.
Sudah dua hari sejak Seruni sampai di Jakarta. Selama dua hari kemarin, Seruni dan ke-empat orang tuanya ke rumah sakit untuk memeriksakan mata Pak Sapri. Baru malam ini, Seruni bisa sedikit bersantai di kamar yang telah menjadi miliknya. Belum banyak barang-barang disana, baru ada beberapa bingkai foto Seruni waktu bayi dan barang-barang umumnya.
Leo masuk kamar itu sambil tersenyum melihat adiknya sedang duduk sambil mengarahkan headphone ke arah perutnya.
"Lagi apa?"
"Lagi masangin lagu klasik buat dede, kata Mama baik buat dede nantinya."
Leo mengangguk. "Aku seneng deh kalo kamu mikirin hal-hal baik buat dede bayi."
Seruni tertawa kecil. "Semua ibu pasti mau yang terbaik buat anaknya, Mas."
Leo bergumam meng-iya-kan, lalu ikutan duduk di kasur, tepat di sebelah Seruni. "Menurut kamu, menolak lamaran Rangga dan membiarkan anak kamu lahir tanpa bapak itu terbaik bukan?"
Seruni membelalak mendengar pertanyaan itu. Seruni pikir, tak ada masalah dengan jawabannya karena sejak penolakan itu, keluarganya tak membahas apapun. Tidak bilang setuju memang, tapi tidak ada yang bilang ngga setuju juga.
"Mas?"
"Ada kalanya seseorang harus menekan keegoisan mereka untuk ngga mengecewakan orang lain, tapi ada kalanya juga keegoisan harus menang daripada menyakiti banyak pihak."
Seruni memandang Leo yang tak memandangnya. Laki-laki itu menatap lurus ke depan. Seruni mencoba mencerna kata-kata nasihat yang keluar dari mulut kakak laki-lakinya. Memang benar. Kadang kita tidak boleh menjadi orang egois, tapi kadang kita juga harus menjadi egois. Rumit.
"Anggaplah kamu ngga cinta sama dia, tapi apa kamu pikir dengan hidup sendiri kamu akan bahagia?" tanya Leo tanpa menoleh sedikitpun. "Kamu egois kalau kamu bilang kamu akan bahagia, bukan egois itu yang harus dimenangkan. Gimana-pun semua anak butuh orang tua yang utuh, bukan kakek nenek yang utuh."
Seruni menelan ludahnya sendiri. Tepat seperti pemikiran Seruni dulu. Tak apa ia tak menikah dengan Rangga, karena dia punya orang tua yang akan terus mendukungnya dalam mengurus anaknya ini.
"Aku tau kamu mikirin Joan karena Joan juga suka sama Rangga, tapi apa sih arti sekedar suka dibanding anak kamu yang butuh bapaknya?" tanya Leo. "Aku juga kesel kenapa Rangga yang jadi bapak anak kamu, ngga rela, tapi mau gimana?" tanya Leo yang akhirnya menoleh ke adiknya.
"Aku ngga peduli sama perasaan kamu, suka atau engga sama dia, walaupun aku yakin kamu suka, aku minta kamu terima lamaran dia, sebelum kamu nyesel."
Seruni mengerucutkan bibirnya. Antara mau tergugah hatinya mendengar perkataan bijak yang keluar dari mulut kakak laki-lakinya dan ingin memaki karena paksaan kakaknya itu.
"Masa maksa gitu sih, Mas."
Leo tersenyum melihat adiknya. Ia memang belum terlalu mengenal sifat adiknya, tapi ia bisa melihat adiknya ini akan manja padanya. Adiknya ini butuh laki-laki yang bisa melindunginya.
"Iya, maksa. Kamu kan masih abege, butuh pencerahan dari yang lebih berpengalaman," kata Leo disela senyumnya. "Lagian Rangga bego juga sih, kenapa ngehamilin anak abege kaya kamu."
Seruni tertawa melihat wajah kesal kakaknya waktu mengatakan hal terakhir. Mau tak mau, Leo juga ikut tertawa, walau dalam hatinya benar-benar dongkol akan ulah sahabatnya. Bisa-bisanya menghamili perempuan sebaik adiknya, kenapa tidak menghamili orang jahat saja biar sekalian dilapor ke polisi dan masuk penjara. Biar kapok.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRS [1] : Night Accident ✅
RomanceIni tidak seperti dongeng Cinderella yang menghadiri pesta dansa, sepatunya tertinggal dan Pangeran mencarinya. Ini bukan tentang Belle yang dikurung dalam istana Pangeran Buruk Rupa lalu mereka berdansa dan saling mencintai. Ini tak serumit itu. In...