Semua berawal ketika June menginjak umur 4 tahun dan mulai belajar membaca alpabet, di situ sang Papa menasehatinya, "jangan cepet-cepet bacanya, Jun, hurufnya gak bakal ninggalin kamu." Ujar beliau.
Kemudian pada ulang tahun June ke 5, Papa menasehatinya, "udah gede, Jun abis ini ngejagain Mbak, oke?"
Di umur 6 tahun ketika June sedang menaiki sepedanya untuk berangkat sendiri ke sekolah, Papa berujar juga, "hati-hati di jalan, kamu menepi, ya, kalau ada motor apa mobil lewat."
"Gak apa-apa sakit, sakit itu manusiawi," kata Papa ketika June terkena demam berdarah di umurnya 7 tahun.
Dan 8 tahun, June kembali menerima nasehat dari Papa, "Papa gak ngelarang Jun buat nge-warnet, tapi izin sama Papa Mama atau Mbak dulu, ya?" sambil menepuk pundak June dan tersenyum.
Hingga di umur 9 jalan 10 tahun, Papa hanya memberikan seulas senyum ketika Yejin memberitahukan orang rumah bahwa June ketahuan menuliskan ini sial J ♡ C di halaman belakang buku tulisnya.
Mungkin Papa diam karena menurut June, Papa tidak peduli, namun diam-diam Papa memperhatikan ekspresi anak bungsunya. Menjelang akan tidur, Papa akan selalu mengecek kamar anak-anaknya dan pada malam itulah Papa mendekati June yang akan terlelap.
"June...," Papa menatap anaknya itu, "Mama mungkin bilang kalau Chae-Chae itu cinta monyet kamu, tapi Papa cuman mau pesen... Kamu boleh ninggalin sarapan karena telat, tapi jangan tinggalin dia. Jaga dia kayak kamu jagain gawang kamu waktu main bola. Hargai dia kayak Pangeran ke Puteri nya. Dan juga, jangan bikin dia luka, karena kamu ada buat ngelindungin dia.... Oke?"
[][][]
JUNE
Gue nggak tau artinya, Pa.
Dulu gue nggak tau, bahkan sampe sekarang, gue gak tau apa tujuan dari pesen terakhir itu sebelum lusanya, Papa di temukan tewas dalam kecelakaan kerja.
Iya, Papa gue seorang Arsitek yang kebetulan waktu itu lagi ada proyek besar dari sebuah perusahaan yang akan membangun bangunan baru dan Papa gue melakukan survey-nya. Bangunan yang udah 75% jadi itu ternyata tidak sekokoh apa yang di omongkan bokap gue, dan entahlah, mungkin sudah di garisi takdir kalau bokap gue harus meninggal saat itu juga karena tertimpa beton.
Gue yang notabene masih berumur 10 tahun itu menangis –tidak sekencang Mbak Yejin maupun se-depresi Mama, ketika peti mati yang berisikan jasad Papa itu turun untuk di kebumikan. Gue gak tau bagaimana bentuk bokap saat meninggal, sekeluarga pun gak ada yang tau juga, namun terakhir bertemu Papa adalah sarapan. Sarapan pagi itu bisa terbilang cukup sempurna dengan resep baru Mama yang enak, kemudian info dari Mbak Yejin yang keterima SMP favorit, dan juga pada hari itu gue senyum lebar. Selebar senyuman Papa.
Hingga gue di antar Papa ke sekolah dan beliau sempat berkata sebelum meninggalkan gue, "Papa gak tau kapan pulangnya, nanti bareng Bobby, ya? Daah."
Cepat dan singkat, tanpa gue bisa mencerna baik ucapan beliau.
Gue. Anak 10 tahun. Kelas 4 SD. Sama sekali gak bisa membayangkan ataupun memikirkan hal-hal negatif. Tetapi sejak hari itu, gue terdiam dan berpikir, kalau gue harus lebih menghargai waktu. Terlebih lagi, gue selalu di bayangi oleh pikiran-pikiran negatif. Apapun itu.
Hampir satu tahun gue suka sama cewek di tempat les gue.
Iya.... Chae.
Chaeyoung namanya. Dia cantik, baik, dan pinter. Bukan karena 3 kriteria itu, sih, tapi segala apa yang ada pada Chae, mengingatkan gue akan deskripsi Mbak Yejin pada kartun-kartun Princess kesukaannya. Mbak Yejin suka mendeskripsikan, kalau Princess-nya itu: pinter, supel, cantik, baik hati, dan segala kesempurnaan di sebutin sama dia. Dan tebak, gue menemukan itu pada Chae. Hahaha. Najis emang. Tapi emang bener, gue se-demen itu sama Chae sampe-sampe gue suka curi pandang ke dia waktu mentor lagi jelasin. I was her secret admirer sampai akhirnya kita pisah karena Ayah dia seorang Diplomat dan berpindah tugas ke luar negara.
Dan dia mirip sama Rose, cewek yang gue perhatiin ketika koma karena kecelakaan di depan sekolah itu. Fisik mereka mirip, tapi big no for her attitude.
Okay, mungkin ini drama. Atau memang?
Tapi ketika lo melihat seseorang yang persis dengan orang di masa lalu - notabenenya adalah cinta pertama lo, lo bakal penasan, 'kan? Begitulah gue. Gue penasaran, gue masih ada bayang-bayang cewek di masa lalu dan berharap Rose adalah Chae yang gue idamkan. Tolol? Emang. Apalagi kelabilan gue itu ada ketika gue udah punya pacar.
Hanbin selalu bilang, "Penyesalan ada di akhir, karena kalo di awal namanya pendaftaran." Oke, jayus emang. Tapi gue beneran nyesel ketika Yeri menjauh. Selama ini, Yeri nungguin gue dan gue tau -gue selalu baca chat dia dari kolom pemberitahuan, tapi gue mengabaikan dia begitu aja karena menurut gue.... ngapain dia nungguin gue, 'kan, gue gak ada nyuruh?
Cuek sama goblok beda tipis.
Dengan lo cuek ke sekitar lo, artinya lo gak bakal tau sama apa yang terjadi di sana. Karena lo terlalu cuek, gak peduli sama sekitar. Dan itulah gue selama ini. Gue sayang tapi gue gak peduli sama sekitar gue, gue gak pernah peduli sama Mbak Yejin yang setiap hari pulang malam sendirian, dan bener.... rasa sayang dan peduli gue ke Yeri cuma bersifat sementara.
Gue pemegang teguh sama pribahasa, "Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian," dan gue selalu berpikir kalau dengan gue berusaha di awal, gue akan sejahtera di akhir. Nyatanya? Kesejahteraan ataupun kebahagiaan itu cuma sementara.
Gue bisa berjuang, tapi gue gak bisa bertahan.
[][][]
See you on 🔝!
