4

5.3K 259 1
                                    

Farah meletakkan tasnya di atas lantai, samping pintu dalam UKS. Hari ini adalah hari Senin. Dan Farah sebagai salah satu anggota PMR yang aktif, bertugas untuk menjadi tenaga medis kalau-kalau ada yang pingsan atau sakit.

Di dalam sudah tampak lima orang. Rama, sebagai komandan PMR sedang serius menulis sesuatu di meja. Farah lalu mengambil syal berwarna kuning dengan ujung berlogo palang merah dan mengikatnya di leher lalu diakhiri oleh sebuah simpul.

Rama yang mendapati Farah sedang duduk dan merapikan syalnya, lantas memanggil cewek itu.

“Apaan, Ram?”

“Lo bagian yang jaga UKS hari ini sama Karin. Gapapa?”

Farah mengangguk. “Gapapa. Gue kan dua minggu kemarin jaga di lapangan.”

“Oke.”

Setelah itu, beberapa anggota PMR lain sudah berdatangan dan berkumpul di UKS untuk persiapan. Syal kuning dan topi biru gelap menjadi ciri khas mereka yang kini mulai pergi ke tempat bertugas masing-masing. Tinggal Farah dan cewek berambut pendek bernama Karin tersisa.

“Far, lo jaga sendiri dulu gapapa? Gue mau ke toilet soalnya.”

“Gapapa. Lagian baru mulai. Nggak mungkin udah ada selusin yang pingsan.”

Tawa Karin berderai lantas ke luar UKS dan menghilang di belokkan. Farah menuju meja penjaga. Suasana UKS benar-benar sepi. Suara upacara di lapangan samar-samar terdengar. Kondisi kayak gini benar-benar mendukungnya untuk melelapkan diri di atas kasur UKS yang empuk itu.

Farah harap sih hari ini jangan sampai ada yang sakit apalagi pingsan. Ribet soalnya. Mending duduk-duduk cantik sambil nikmatin wifi sekolah yang oke punya.

Tapi, belum juga niatnya terkabulkan, suara ketukkan membuat Farah mendongak dari ponselnya. Cewek itu bergegas ke arah ambang pintu. Dan terlihat salah satu anggota PMR cowok sedang merangkul cowok lain yang terlihat begitu pucat.

“Nih, Far. Dia kayaknya pusing. Gue harus ke lapangan lagi.”

Baru juga mau nyantai

Farah berusaha tidak mengutarakan kekesalannya. Cewek itu mengulas senyumnya dan mengambil alih cowok yang kayaknya sedang sakit itu.

“Lo bisa naik sendiri?” tanya Farah ketika hendak membaringkan cowok tersebut di atas ranjang. Dengan pelan, cowok itu kemudian berbaring. Napasnya terengah dan mulutnya benar-benar terlihat pucat.

“Lo mau minum air anget biasa atau sama tehnya?”

“Air aja,” sahut cowok itu serak sambil menutup matanya karena sakit kepala yang mendera. Farah cepat-cepat mengambil gelas plastik di samping dispenser dan diisinya dengan air panas dicampur air dingin. Lalu, ia kembali pada cowok yang sedang sakit tadi.

“Nih, airnya.” Farah membantu meminumkan air tersebut ke cowok itu. Cowok itu bangun dengan susah payah dan hanya minum air hangat tersebut sedikit. Farah melihatnya prihatin. Cowok itu terlihat lemas sekali. Farah tidak tega melihatnya.

“Lo lagi sakit? Kenapa maksain sekolah coba?”

Cowok itu memaksa tersenyum meski terkesan hambar. Farah menatap cowok itu lekat-lekat. Kayaknya wajah cowok tersebut begitu familier di benaknya. Tapi, siapa ya?

“Hari ini ada ulangan Biologi.”
Farah berdecak. Kenapa sih orang-orang bela-belain sekolah buat ulangan padahal daya tahan tubuhnya sedang lemah? Emang mereka nggak mikir kalau ulangan, tapi badan sakit bakalan bisa fokus? Justru Farah akan memanfaatkan kondisi sakitnya untuk nyantai di rumah.

Dermawan [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang