“Far, lo nggak langsung pulang?” tanya Tamara membuat Farah yang tadinya melihat ke dalam sekolah menatapnya kembali.
“I-iya gue langsung pulang kok,” jawab Farah sedikit ragu.
“Lo nggak nungguin Alan pulang, ‘kan?” Tamara memastikan. Farah refleks menggeleng dengan wajah tegang.
“Ng-nggak kok. Ini gue nunggu angkot lewat.”
Tamara masih sangsi pada jawaban Farah tersebut. Cewek hidung mancung itu kelihatan banget sedang resah. Melihat ke arah sekolah sesekali dengan tatapan menyelidik.
“Udahlah, Far. Lo nggak bisa bohong banget.”
Farah kembali kaku. “Ng-nggak. Gue—“
“Hai Far, hai Mar,” sapa seseorang membuat dua cewek itu menoleh ke samping Farah.
“Lo baru pulang, Ya?” tanya Tamara yang diangguki oleh senyuman ramah dan anggukan Arya.
“Iya, gue ada lomba lagi buat bulan depan. Doain ya semoga menang.”
“Amiin,” sahut Tamara dan cewek itu menyenggol bahu Farah dan Farah cepat-cepat menetralkan wajahnya yang sempat linglung.
“Ohya gue kayaknya harus duluan deh,” izin Tamara dan melambaikan tangannya. Cewek itu berlalu dan menghampiri Ayahnya yang sudah tiba di halte.
“Far,” panggil Arya membuat Farah terpaksa berpaling pada cowok itu.
“Apa, Ya? Lo nggak pulang?”
Arya tampak berat mengujarkan sesuatu. Cowok itu lebih sering membuang pandangan ke arah lain. Tak lama berselang, Arya mengembuskan napasnya gelisah.
“Lo mau anterin gue nggak?” tanya Arya dalam satu tarikan napas.
Farah mengerjapkan matanya, Arya mengusap tengkuknya karena gugup. Ia tidak pernah mengajak seorang cewek untuk kemana-mana. Arya sudah terbiasa dengan kehidupannya yang mandiri. Ia terlalu betah pada zona nyamannya. Dan ketika dalam momen seperti ini, Arya tidak bisa terbiasa.
“Anterin ke mana?”
Arya menelan ludahnya. Farah tidak menolaknya secara langsung, yang berarti cewek itu tidak merasa risih.
“Nyokap gue ultah hari ini. Lo mau temenin gue?”
Farah mengulas senyumnya mudah. Baru ketemu sama cowok yang perhatian banget sama Ibunya. Bukannya kata orang perlakukan cowok pada ibunya dapat menjadi bayangan bagaimana cowok tersebut memerlakukan ceweknya?
“Gue mau. Mumpung besok nggak ada tugas sih.”
“Alan nggak akan marah, 'kan?”
Farah tergelak. “Ngapain dia marah? Dia bukan siapa-siapa gue.”
“Tapi, waktu itu dia keliatan banget nggak suka kalo lo deket-deket sama gue, Far.”
“Ah itu. Dia mah emang dasarnya udah lebay kali. Nggak usah dipikirin,” ucap Farah, “Mau nggak?” tanyanya persuasif.
Arya langsung menyunggingkan senyumnya dan mengangguk antusias. Akhirnya kesempatan itu terbuka lebar untuknya.
**
Setelah Arya dan Farah membeli sebuket bunga, Arya menghentikan motor maticnya di depan sebuah pemakaman. Dengan wajah cengonya, Farah turun dari motor. Susah untuk mengujarkan sesuatu.
“Ya?” Farah memecah keheningan. Arya menghentikan langkahnya ketika sudah di area pemakanan dan berbalik melihat cewek itu.
“Eh sorry Far. Lo kaget ya gue ajak ke sini?” tanya Arya kikuk. Farah menggeleng. Meyakinkan kalau apa yang dilakukan Arya tidak membuat dirinya tidak nyaman. Hanya saja, Farah masih sedikit terkejut pada tempat yang Arya tuju.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dermawan [COMPLETED]
Teen FictionFarah baper duluan ketika Alan terus saja menyapanya dengan panggilan jodoh. Belum lagi godaan-godaan cowok itu yang kadang bikin teman sekelas berpikir mereka punya hubungan spesial. Padahal, Farah yakin, Alan tidak pernah menyatakan suka padanya...