Mail beberapa kali tidak menggubris cewek yang sedang diseret olehnya. Bahkan, ketika cewek itu mengancam untuk menggigit tangan Mail, Mail tetap tidak takut. Dan akhirnya tinggal suara cempreng cewek tersebut yang masih menukik telinga Mail.
“Ngapain lo bawa gue kemari?” Gita memandang Mail sengit sambil mengusap pergelangan tangannya yang terasa perih. Mail mengedarkan pandangannya ke penjuru basement. Beruntunglah, masih ada tempat sepi.
“Lo nggak akan ngapa-ngapain gue, 'kan?”
Mail mendelik. “Nggak sudi gue sama cewek tepos kayak elo,” tunjuknya dengan gaya ngondek. Gita merapatkan rahangnya. Menyesal sudah menuduh Mail yang pasti mustahil dilakukan. Mail kan ngondek, pasti lihat cewek saja Mail enggan.
“Oh iya gue lupa. Lo mana mungkin suka sama cewek,” lawan Gita menutupi kekalahannya. Mail mendengus. Inginnya melawan Gita balik. Tapi, ini bukan saatnya. Ada topik yang harus segera diluruskan dan ditutupi.
“Selama di kafe lo dengerin apa aja?” Mail mengalihkan pembicaraan. Gita sempat menegang dan tak luput dari kedua mata elang Mail. Tapi, cewek itu cepat-cepat mengubahnya menjadi wajah keheranan.
“Pertanyaan gila! Gue denger semualah.”
“Termasuk obrolan Alan sama Luna?” Gita terdiam, Mail bersidekap. Cewek itu mengalihkan pandangannya pada beberapa objek di basement, yang penting bukan iris Mail yang dilihat.
“Jawab, Gita,” ucap Mail gemas.
“Gue nggak denger apa-apa,” Gita mengedikkan bahu. Ia mencoba menatap kembali cowok feminim itu. “Emang kenapa?”
Mail tersenyum tipis. Gita memang lihai kalau soal menipu. Sebelas dua belas dengan dirinya. Pantas saja orang-orang menjodohkan keduanya. Soal mulut dan membohongi orang, keduanya dapat diancungi jempol.
“Lo bohong,” kata Mail.
“Nggak, gue jujur.”
“Jujur sama gue atau…” Mail menggantungkan ucapannya. Gita tetap tak terlihat cemas. Cewek itu mengangkat dagunya.
“Atau apa?” tanya Gita sengit, “Lo mau ngancem gue pake apa? Sorry, gue nggak punya kelemahan.”
Mail mengangkat salah satu ujung bibirnya. Gita ternyata tidak sehebat Mail dalam menangkap gosip. Radar yang dimiliki Mail ternyata lebih tajam dan sensitif. Bahkan, rahasia terkecil Gita pun Mail tahu.
“Gue bakalan nyebarin berita kalo kita pacaran,” jawab Mail enteng. Gita mencebik. Dengan itu Mail mengancam? Bagaimana orang-orang bakalan percaya, sedangkan dirinya tidak pernah akur dengan cowok itu.
“Idih! Lo ngarep banget ya jadian sama gue?”
Mail terbahak. Gita terlalu kepedean. Kalau saja di dunia tinggal ada Gita dan salah satu personil Blackpink, Mail lebih memilih personil girlband itu. Yaiyalah. Siapa juga yang mau pacaran sesama punya mulut mercon yang sukanya nyerocos mulu.
“Gue juga ogah kali. Cuma ya dengan cara ini, PDKT ketos bakalan kehambat karna gosip gue sama elo,” Mail berkacak pinggang, mencibir. Gita serta-merta melotot. Bagaimana Mail tahu dirinya sedang dalam masa pendekatan sama Ketos baru?
“Elo—“
“Kenapa?” Mail kembali menantang, “Mau gue sebarin atau lo jujur sama gue?”
Gita meloloskan helaan nafas lelah. Ia mengepalkan kuat kedua tangannya. Kalah, dan ia harus mengalah, lagi. Mail tidak bisa dianggap sepele begitu saja.
“Ya, gue denger. Mereka pacaran. Dan hari ini udah hampir dua tahun mereka pacaran,” jelas Gita lesu. Padahal tadinya ia akan menyebarkan berita itu besok. Membuat gempar kelas sekaligus sekolah. Ternyata duo partner yang dielu-elukan orang adalah sepasang kekasih yang menjalin hubungan cukup lama.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dermawan [COMPLETED]
Teen FictionFarah baper duluan ketika Alan terus saja menyapanya dengan panggilan jodoh. Belum lagi godaan-godaan cowok itu yang kadang bikin teman sekelas berpikir mereka punya hubungan spesial. Padahal, Farah yakin, Alan tidak pernah menyatakan suka padanya...