“Far, lo nggak ngejenguk Deni hari ini?” tanya Ardi –teman SMP Farah dan kebetulan satu ekskul di SMA sekarang. Farah yang sedang merapikan selimut seusai latihan perawatan keluarga lantas menghampiri Ardi yang juga baru selesai membereskan bambu-bambu bekas laihan tadi.
“Emang dia kenapa? Sakit?”
Ardi mendadak terlihat lesu. “Ayahnya meninggal, Far.”
“Inalillahi,” jawab Farah terkejut. “Kok bisa, Di?”
“Katanya sakit terus meninggal. Gue udah ke sana kemarin dan temen SMP lain mau pada ke sana hari ini.”
“Sejak kapan emangnya?”
“Kemarin. Dia kan tetangga gue, jadi gue langsung ke sana dan belum sempet kabarin elo.”
Farah meloloskan desahan pasrahnya, “Buat apa gue ke sana, Di? Kita bukan siapa-siapa lagi.”
Ardi menatap Farah penuh prihatin. “Ya, sebagai teman SMPlah. Gitu-gitu juga kan kalian pernah pacaran. Ya seenggaknya lo ngasih perhatian elo. Buat memperbaiki hubungan kalian, mungkin.”
Farah masih berat untuk memilih keputusan. Apalagi mungkin hari ini ia akan menemui teman SMP yang sudah lama ia rindukan. Tapi, Farah juga sekaligus enggan untuk menemui cowok yang sempat memberikan warna tersendiri di hidup Farah.
“Siapa tau CLBK,” imbuh Ardi dan mendapat pelototan Farah.
“Sialan lo!”
“Far, ada yang nyariin nih!” teriak Aulia dari ambang pintu. Farah kemudian mengambil tasnya dan mendekati Ardi kembali.
“Gue duluan ya, Di.”
Ardi mengacungkan jempolnya dan Farah lekas ke luar. Di sana ia mendapati Aulia dan Arya sedang mengobrol. Opini Tamara yang mengatakan Arya anti cewek, kayaknya tidak persis. Arya terlihat ramah. Ya, meski Farah sendiri tidak yakin.
“Lo ngapain ke sini, Ya?”
Arya berpaling menatapnya. Aulia mendekati Farah dan membisikkan sesuatu pada telinga cewek turunan Arab itu.
“Otak lo kosong, Far. Tapi, kok yang deketin lo cowok pinter semua?” ejek Aulia sedikit keras dan membuat Arya yang mendengarnya terkekeh. Farah hendak melayangkan jitakan andalannya, tapi Aulia keburu ngacir menghindarinya.
Arya mendekat setelah hilangnya orang ketiga di antara dirinya dan Farah.
“Lo mau pulang?”
Di sisi lain, Alan sedang mengamati keakraban yang terjadi pada Arya dan Farah. Tadinya, ia akan menyusul Luna yang kebetulan sedang ekskul tari dan menanyakan konfirmasi pengiriman makalah. Tapi, entah dorongan dari mana, Alan ingin menggoda Farah terlebih dahulu. Namun, bukan wajah Farah yang sering ia lihat ketika dirinya berhasil menggoda. Tapi, justru wajah semringah Farah bersama cowok lain.
Alan tidak mengelak rasa benci itu ada. Ini lebih dari sekadar rasa harga dirinya terinjak-injak. Ini lebih pada rasa, membenci ulasan senyum Farah pada cowok selain dirinya.
Alan aneh, ketika Luna tersenyum pada cowok lain, Alan menganggap hal tersebut biasa. Alan hanya membenci ketika Luna berdekatan dengan cowok lain. Tapi, jika bersama Farah, hanya tersenyum pada cowok lain, Alan seperti kebakaran jenggot.
Tidak mau tertelan pada emosinya, Alan lekas mengajak kakinya untuk memisahkan sejoli tersebut. Namun, tepukan bahu, menghentikan pergerakan Alan.
“Jangan ke sana,” ucap seseorang dingin membuat Alan menoleh.
“Urusannya sama lo apa?”
Mail memutar bola matanya sambil melipat tangan di dadanya. Gayanya meski ngondek tapi terkesan mengintimidasi. Aura kecowokannya bakalan tercium kalau saat-saat emosi seperti ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dermawan [COMPLETED]
Novela JuvenilFarah baper duluan ketika Alan terus saja menyapanya dengan panggilan jodoh. Belum lagi godaan-godaan cowok itu yang kadang bikin teman sekelas berpikir mereka punya hubungan spesial. Padahal, Farah yakin, Alan tidak pernah menyatakan suka padanya...