9

4K 239 6
                                    

“Jam, elo yakin hari ini Pak Rahmat nggak akan jaga?” tanya Mail cemas yang duduk di belakang Jamie. Keduanya sedang ada di atas motor untuk menuju sekolah. Hari ini Jamie dengan berani membawa motornya ke sekolah. Biasanya Jamie akan belok dulu untuk dititipkan di kontrakan orang. Sebab, SMA Pergerakan Baru mempunyai peraturan agar siswanya tidak membawa motor tanpa SIM.

“Selow ae, Il. Kemarin Pak Rahmat lagi ke Bogor. Jadi, nggak mungkin hari ini masuk,” sahut Jamie santai.

Tapi, Mail tetap tak tenang. Kalau urusannya sama Pak Rahmat pasti berabe. Bisa-bisa motornya dilarang masuk. Lantaran motor yang sudah berSIM pasti ada stiker menempel di plat nomornya. Kalau sampai nggak bisa masuk, terpaksa motornya harus putar balik kembali ke tempat parkir umum liar.

“Ohya, Il. Lo udah punya usaha biar taruhan ini menang?”

“Taruhan apaan?” Mail mendekatkan dirinya ke depan. Sumpah, yang lihat mereka serapet sekarang pasti nyangkanya homo.

“Masalah Bapak sama Ibu Negara.”

“Oh,” sahut Mail sambil memundurkan kembali kepalanya, “Gue sih adil, Jam. Gimana hati Alan berlabuh aja.”

“Sok bijak lo, jagung!”

Mail refleks menimpuk kepala Jamie sampai maju ke depan.

“Sialan lo! Ketabrak baru tau rasa!”

“Emang lo udah ngapain biar dapet traktiran gue?” tanya Mail mengalihkan topik. Jamie tampak menyeringai ketika Mail melihatnya dari spion. Mail mendelik. Nggak pantes Jamie sinis kayak gitu. Soalnya udah jelek dari sananya sih!

“Gue sih, udah deketin Luna sama Alan, Il.”

“Buset! Lo gila?!” semprot Mail super cempreng. Untung Jamie pakai helm, jadi gendang telinga Jamie aman dari sentuhan dokter THT. Cuma kasihan beberapa kendaraan di samping mereka. Orang-orang menyorot pada duo cowok yang satu banci dan satu lagi sedikit, dan mungkin bentar lagi jadi banci.

“Gue serius! Makanya ngelakuin sesuatu itu harus totalitas, jagung!”

“Awas aja ya lo! Gue bakalan deketin Bapak Negara sama Ibu Negara kayak prangko!”

“Coba aja,” tantang Jamie bersama seringaian menjijikannya itu.

Sewaktu gedung sekolah sudah nampak di depan, Mail mencodongkan badannya. Menyipitkan mata menyorot gerbang masuk. Seketika mulutnya menganga dan menepuk-nepuk pundak Jamie rusuh. “Berhenti, Jam! Gue turun di sini aja!”

Tanpa banyak tanya, Jamie berhenti di samping trotoar. Mail turun dan lekas berjalan. Tapi, Jamie langsung meneriakinya. “Mau kemana lo, jagung?!”

Mail berbalik bersama senyum jenakanya. “Pak Rahmat di gerbang, Jam!” Mail berlari. Jamie pun menyusulnya dengan motor. Dan benar saja, Pak Rahmat dengan kumis berubannya sudah berdiri di gerbang. Memeriksa setiap motor yang masuk dan memerhatikan kelengkapan seragam. Jamie serta-merta membelokkan motornya. Memutar balik untuk menuju parkiran liar terdekat.

Di perjalanan Jamie berdumal. Mail nggak setia kawan banget. Udah dapat tumpangan gratis, giliran disuruh menderita, malah kabur.

“Awas aja, gue nggak bakalan anter jemput lo lagi, pea!”

Mau tak mau, Jamie harus telat masuk sekolah.

**

Mail meringis merasakan kepalanya dijitak dengan penuh kekhidmatan kekesalan. “Apwaan sih?” ketus Mail dengan mulut penuh bakso. Bahkan kuahnya sampai muncrat-muncrat.
Jamie mengusap wajahnya yang kena semburan Mail.

“Lo kampret! Masa ninggalin gue tadi pagi?! Gue jadinya dapet ceramahan Pak Rahmat!” gerutu Jamie sambil meletakkan sepiring nasi goreng di depannya.

Dermawan [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang